Di pertengahan tahun 1980, Dewi merasakan pedihnya dijadikan tulang punggung layaknya sapi perah, tapi tetap dianggap sebagai benalu. Bahkan, KDRT kerap Dewi maupun anaknya dapatkan dari suami dan juga keluarga suami, yang selama 5 tahun terakhir Dewi nafkahi. Karenanya, Dewi nekat menjadikan perceraian sebagai akhir dari rumah tangganya.
Dewi bertekad bahagia bahkan sukses bersama kedua anaknya. Segala cara Dewi lakukan, termasuk menjadi ART, sebelum akhirnya menjadi warung keliling. Namun pada kenyataannya, menjadi sukses bukanlah hal mudah. Terlebih, Dewi masih saja diganggu orang-orang dari masa lalunya. Dewi sampai berurusan dengan hukum akibat fitnah keji, sebelum akhirnya mengikuti program transmigrasi di era Orde Baru yang tengah berlangsung.
Akan tetapi karena sederet cobaan itu juga, Dewi menemukan cinta sejati sekaligus kesuksesan yang selama ini Dewi perjuangkan. Kesuksesan yang membuat Prasetyo sekeluarga sangat menyesal!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan Pernah Menyentuh Wanitaku!
Awalnya, Prasetyo hanya memperhatikan kepergian Dewi. “Berhenti ... tolong berhenti atau setidaknya menoleh,” batin Prasetyo yang memang masih sangat berharap kepada Dewi.
Prasetyo belum move on dan memang tidak pernah mencoba melupakan Dewi. Apalagi sejauh ini, Dewi menjadi wanita paling cantik dalam hidupnya. Parahnya, kini Dewi justru makin cantik setelah tak lagi menjadi istrinya.
“Menoleh ... aku mohon menoleh!” Sementara andai Dewi sampai menoleh, Prasetyo mengartikannya bahwa sebenarnya, Dewi masih sangat berharap kepadanya.
Akan tetapi, sampai Dewi memasuki jalan pertigaan dan tertutup semak-semak tumbuhan ilalang, wanita cantik itu tak sedikit pun menoleh. Iya, jangankan berhenti, menoleh saja, Dewi tak melakukannya. Dewi begitu fokus melangkah sambil memegangi tas selempangnya.
“Loh, kok malah gini!” kesal Prasetyo. Ia yang tak sampai memakai alas kaki dan memang penuh lumpur, segera lari. Hanya demi mencari simpati Dewi, ia sengaja menyusul dan lagi-lagi menahan sebelah tangan Dewi.
Kebetulan, suara lari Prasetyo membuat Dewi menoleh untuk memastikan. Karena Dewi telanjur trauma dengan kejadian beberapa saat lalu, dan itu kelakuan tukang ojek.
“Apa lagi, ih! Mas enggak boleh memegang aku lagi. Sekarang aku haraam buat Mas!” tegas Dewi berusaha melepas tahanan tangan Prasetyo. Namun, Prasetyo yang kini berambut agak gondrong karena kedua telinganya saja sampai tertutup, tak mau melepaskannya.
Dewi menghela napas dalam. “Aku teriak, ya!” Dewi sengaja mengancam. “Di sebelah masih banyak orang bikin bata, kan?”
“Cepat nikah lagi biar kita bisa rujuk!” tegas Prasetyo.
“Mas kesurupan, bisa-bisanya bilang begitu?!” kesal Prasetyo.
Kali ini, giliran Prasetyo yang menghela napas dalam. “Aku serius!”
Suara mobil terdengar mendekat. Ketika Dewi memastikan, di tengah kesunyian dini hari yang tak dihiasi tanda-tanda kehidupan lain, ternyata memang ada mobil lewat. Dewi sengaja meminta pertolongan. Dewi berteriak sambil melambai-lambaikan tangan kirinya yang tidak dicekal oleh Prasetyo.
Mobil kijang warna hitam itu ternyata berisi mas Abdul. Mas Abdul menyetir sendiri dan memang tak sampai membawa orang lain. Tentunya, apa yang terjadi di depan sana sudah langsung menarik perhatiannya. Dan setelah mas Abdul amati, wanita berkerudung panjang layaknya pashmina itu justru Dewi.
“Serius itu Dewi? Ternyata dia nasih di Cilacap bahkan kami masih tinggal di kecamatan yang sama?!” batin mas Abdul masih sulit percaya.
Kemudian tatapan mas Abdul tertuju pada laki-laki yang menahan Dewi. Laki-laki berpenampilan jauh dari rapi dan memang tak mas Abdul kenali.
Sadar Dewi sedang dalam bahaya, bahkan terdengar wanita itu yang sampai meminta tolong, mas Abdul sengaja mempercepat laju mobilnya.
“Jangan pernah menyentuh wanitaku!” tegas nas Abdul sambil memban.ting pintu kemudi yang baru ia tinggalkan.
“Hah ...? Mas Abdul ...,” batin Dewi benar-benar lemas. Tak sangka, jika penghuni mobil yang ia mintai pertolongan malah mantan bos yang pernah memecatnya.
“Jangan pernah menyentuh wanitaku?” batin Prasetyo benar-benar tak percaya. Bahwa mantan istri yang dulu ia sia-siakan, malah menjadi wanita mantan anak bosnya!
Mas Abdul menarik paksa tangan kiri Dewi. Tubuh ramping Dewi sampai mengha.ntam tubuh bagian depan mas Abdul lantaran Prasetyo langsung melepaskan Dewi begitu saja.
Prasetyo menghela napas dalam kemudian mengembuskannya secara kasar melalui mulut. Ia menunduk pasrah kemudian menjadikan anak sebagai alasan dirinya menahan Dewi. Meski sebenarnya, memang lebih dari itu karena pada kenyataannya, Prasetyo memang belum bisa move on.
“Heh? Kamu Prasetyo? Kirain tua bangk.e dari mana. Kok ... kok berubah banget? Apa efek dapat istri nenek-nenek, kamu mendadak jadi kakek-kakek? Eh maaf ... kata-kataku terlalu manis kalau sudah bahas hubungan kamu dan si nenek Retno!” ucap mas Abdul.
Prasetyo langsung mendengkus jengkel. “Beri aku alamatmu karena aku rindu anak-anak!” ucapnya.
“Kalau mau ketemu, janjian saja. Enggak usah ke rumah. Rawan fitnah,” balas Dewi yang kemudian memutuskan pergi. Tanpa menatap atau sekadar melirik mas Abdul, Dewi menarik tangan kirinya. Namun, pemuda itu menolaknya.
“Beri aku alamatmu!” sergah Prasetyo yang memang memaksa.
Tanpa menatap Prasetyo, Dewi yang terus melangkah berkata, “Hari Minggu besok, datanglah ke alun-alun. Sore, kita bertemu di sana jika memang Mas ingin bertemu anak-anak!”
Mendengar itu, lagi-lagi Prasetyo menghela napas. Namun kemudian, ia juga menelan cairan yang memenuhi tenggorokannya. “Kok malah janjian di alun-alun?” Karena yang Prasetyo harapkan memang alamat rumah Dewi.
Namun, selain Dewi tetap tidak mengindahkannya, mas Abdul juga sampai menatap Prasetyo tajam.
Di lain sisi, Dewi terpaksa masuk ke mobil mas Abdul. Tak semata demi menghindari Prasetyo, tapi memang karena sang pemilik mobil juga memaksa.
“Aku mau ke pelelangan ikan, Mas!” ucap Dewi.
“Baik, aku antar!” jawab mas Abdul tetap fokus dengan kemudinya. Mas Abdul sengaja putar balik sekaligus membuat asap knalpot mobilnya menyembur Prasetyo.
Prasetyo yang hanya diam, jadi terlihat makin mengenaskan akibat asap berwarna hitam pekat yang juga membuatnya batuk-batuk.
Di dalam mobil, seperti saat terakhir kali bersama. Mas Abdul masih sangat menjaga penampilannya. Tubuh yang selalu wangi, pakaian yang tetap rapi, juga rambut pendek tebal yang selalu disisir rapi menggunakan pelumas.
“Dua bulan ini, aku terus mencari kamu. Kadang kalau keluar kota, bahkan ke Jakarta, aku juga sambil cari-cari kamu ke sana. Takutnya kamu sampai nekat ke ibu kota. Termasuk kalau ada anak kecil. Kadang aku sampai kepikiran, jangan-jangan itu mas Alif. Jangan-jangan, itu dek Utari ...,” ucap mas Abdul.
Dengan entengnya, Dewi berkata, “Kalau memang begitu, ngapain Mas pecat saya?” tegas Dewi sambil menatap mas Abdul.
Mas Abdul yang awalnya menatap ke depan dan masih sangat sepi, berangsur menatap Dewi. “Waktu itu kamu salah sangka. Karena waktu itu, aku belum selesai bicara, tapi Humanira keburu ngasih kabar kalau mama sakit!” tegasnya.
Dewi langsung tidak bisa berkata-kata. “Memang penting ya, dia begitu?” batinnya.
“Saat itu, aku justru mau menawari kamu buka usaha. Agar kamu enggak perlu bekerja di rumahku dan terus direcoki mama aku!” tegas mas Abdul.
Sambil mengernyit, Dewi berkata, “Memangnya kapan mama Mas merecoki saya?”
Kali ini, mas Abdul tak langsung menjawab. Ia menahan napas sambil menatap tegang wanita cantik di sebelahnya. Seperti kali terakhir mereka bertemu, Dewi masih sangat menjaga penampilannya. Dewi masih menutupi kepalanya menggunakan pashmina. Termasuk juga dengan pakaiannya yang masih serba panjang. Bahkan meski kulit Dewi jadi lebih gelap, kenyataan tersebut tak mengurangi rasa suka mas Abdul kepada Dewi.
“Sejak mamaku tahu, aku mengagumi kamu, dan ... aku juga ... ingin menikahimu,” ucap mas Abdul yang kemudian menatap Dewi.
Dari tatapan Dewi kepadanya yang langsung berubah, mas Abdul yakin, Dewi mendadak syok.
ntar juga terusir dari kontrakan krna ga sanggup bayar🤣🤣🤣
knp g langsung nikah aja pak bozzzzzzz....
gasss thorrr
Skrang ribet ruwet ngk semudah dlu