Pernikahan adalah sebuah janji seumur hidup di mana semoga orang ingin menikah dengan pilihannya sendiri, namun bagi Maura itu adalah sebuah angan-angan saja.
Dia harus menggantikan sang kakak yang kabur di hari pernikahannya, tekanan yang di dapat dari orang tuanya membuat Maura pun menyetujuinya karena dia tidak ingin membuat keluarganya malu.
Pernikahan ini terjadi karena sebuah hutang, di mana orang tuanya hutang begitu besar dengan keluarga calon suaminya itu, sosok pria yang sama sekali tidak Maura ketahui bagaimana wajahnya.
Bahkan selama beberapa kali pertemuan keluarga tidak pernah pria itu menampakkan wajahnya, dari rumor yang di dapat bahwa pria itu berwajah jelek sehingga tidak berani untuk menampakkan wajahnya, itu juga salah satu alasan sang Kaka memilih kabur di hari-h pernikahannya dan harus menumbalkan sang adik yaitu Maura.
Bagaimana kelanjutannya???
Yukkk kepoin cerita nya.
NB: Kalau ada typo boleh komen ya biar bisa di perbaiki
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lala_syalala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28_Aku Takut
Hari-hari telah berlalu, Maura merasakan menjadi wanita yang begitu dimanja dan di sayang oleh suaminya, namun di sisi lain dia juga merasa khawatir.
Sebagai seorang istri dia juga ingin segera menghadirkan canda tawa seorang bayi di tengah-tengah keluarga kecilnya, namun sampai sekarang dia belum juga ada tanda-tanda sedang isi.
"Sayang kenapa?" tanya mama Wina yang melihat sang menantu duduk termenung di dekat kolam renang.
Kebetulan sekarang Bara dan papa Brian ada meeting sekalian bermain golf dengan tekan kerja mereka dan Bianca sedang keluar dengan teman temannya, alhasil hanya ada Maura dan mama Wina saja di rumah.
"Eh... Enggak ada apa apa kok ma." jawab Maura sedikit gugup.
"Ada apa hm? Mama tahu kalau kamu sedang sedih sayang, mama ini mama kamu." ucap mama Wina yang begitu menyayangi menantu nya itu.
Hati Maura menghangat mendengar ucapan sang Amma mertua, dia begitu di hargai sebagai seorang menantu.
"Maura takut ma," ucap Maura akhirnya menjawab pertanyaan sang mama.
Mama Wina mendengar hal itu pun langsung khawatir, apa yang sedang di takutkan oleh menantunya, tiba-tiba mama Wina takut jika sang anak berlaku kasar terhadap Maura.
"Bara main tangan sama kamu sayang?!" tanya mama Wina dengan takut pula.
Maura langsung menggelengkan kepalanya, sang suami begitu baik bahkan begitu menghargai dia sebagai seorang wanita.
"Maura takut tidak bisa memberikan keturunan untuk mas Bara dan memberikan cucu untuk mama sama papa." ucap Maura akhirnya mengeluarkan semua keresahan nya.
Air matanya tidak bisa di bendung juga akhirnya pun turun dengan deras, mama Wina yang melihat hal itu langsung membawa sang menantu kedalam pelukannya, memberikan rasa tenang dan aman di sana.
"Sayang semua itu sudah ada yang mengatur, mama sama papa tidak masalah dengan hal tersebut karena bagaimana pun yang menjalankan biduk rumah tangga kan kalian, kalau di kasih kita terima kalau memang tidak berarti kalian masih di suruh untuk pacaran, ingat pertemuan kalian begitu singkat sayang." ucap mama Wina mencoba menenangkan sang menantu.
Maura pun melepaskan pelukan nya dari mama Wina dan mulai berhenti menangis walau masih tersisa senggukan nya.
"Menantu mama yang cantik ini gak boleh nangis dong, ingat manusia hanya bisa berusaha selebihnya ada di tangan tuhan jadi kamu jangan pernah merasa putus asa ya." ucap mama Wina merasa kasihan dengan sang menantu.
Mama Wina pernah merasakan berada di posisi Maura, beliau setelah menikah dengan papa Bara harus menunggu hampir lima tahun lama nya untuk mendapatkan seorang anak, bersyukur sekali tuhan amish memberikan mereka kepercayaan dengan hadirnya dua anak tampan dan cantik seperti Bara dan Bianca.
"Maafin Maura ya ma sudah merasa takut saja padahal tuhan sudah berjanji tidak akan membiarkan cobaan diluar batas kemampuan hamba nya." ucap Maura merasa bersalah.
Mama Wina pun tersenyum melihat sang menantu yang sudah tidak sedih lagi, rasanya ikut sedih melihat menantunya menangis seperti tadi.
"Maura mohon jangan bilang ke mas Bara ya ma kalau Maura habis nangis kayak gini, Maura gak mau mas Bara malah khawatir." ucap Maura memohon kepada sang mama.
"Iya sayang, yuk sekarang kita makan siang kayaknya suami dan papa kamu bakalan pulang nanti sore soalnya tadi papa mu chat mama." ucap mama Wina.
Mereka berdua pun masuk ke dalam dan menyantap makan siang yang memang sudah tersaji di sana.
'Tuhan semoga segera kau titipkan kehidupan di rahim ku agar bisa memberikan bahagia kepada semua nya.' batin Maura.
Malam harinya Bara berada di ruang kerja, tadi sore dia dan papa Brian dari meeting dan bermain golf, sejak tadi juga Bara terus menghubungi sang istri bertanya keadaan nya bagaimana.
"Kata mama kamu tadi nangis?" seru Bara saat Maura masuk ke ruang kerjanya sambil membawakan buah segar di tangannya.
Mendengar ucapan sang suami membuat tubuh Maura menegang dan diam mematung, bagaimana suaminya bisa tahu?
"Kamu di kasih tahu mama?" tanya Maura dengan gugup.
"Iya dan itu pun aku paksa mama untuk bicara, karena melihat mata kaku yang bengkak saat pulang tadi bagaimana saya aku tidak khawatir." ucap Bara yang memang sudah memanggil Maura dengan sebutan aku kamu.
"Sini." perintahnya akhirnya mau tidak mau Maura pun berjalan mendekat ke arah sang suami.
Sampai di sana Bara langsung menarik tangan sang istri sehingga sekarang Maura duduk di pangkuan Bara.
"Saya tidak butuh anak yang terpenting kamu selalu berada di sisi saya." bisik Bara tepat berada di telinga Maura.
Merinding rasanya saat Bara mengatakan hal tersebut, dalam hatinya Maura merasa sangat berbunga-bunga namun dia tetap merasa khawatir.
"Mas tapi ini Maslaah serius, kita sudah menikah hampir enam bulan tapi aku juga belum hamil." seru Maura akhirnya memberanikan diri untuk mengungkapkan semuanya.
"Baru enam bulan tapi kamu ngomong sudah kayak dua puluh tahun saja kita tidak punya anak." ucap Bara.
"Masss." lirihnya mencoba untuk berbicara serius dengan sang suami.
"Ada apa sayang?"
"Aku takut." ucap Maura.
"Gak perlu takut ya, selama aku masih di sini maka semuanya akan baik baik saja." ucap Bara kemudian mencium sekilas bibir sang istri namun kembali dia cium lagi dengan sebuah lumatan yang cukup lama.
.
.
Bersambung.....