Riska tak pernah menyangka hidupnya yang sederhana akan terbalik begitu saja setelah pertemuannya dengan Aldo Pratama, CEO muda yang tampan dan penuh ambisi. Sebuah malam yang tak terduga mengubah takdirnya—ia hamil di luar nikah dari pria yang hampir tak dikenalnya. Dalam sekejap, Riska terjebak dalam lingkaran kehidupan Aldo yang penuh kemewahan, ketenaran, dan rahasia gelap.
Namun, Aldo bukanlah pria biasa. Di balik pesonanya, ada dendam yang membara terhadap keluarga dan masa lalu yang membuat hatinya dingin. Baginya, Riska adalah bagian dari rencana besar untuk membalas luka lama. Ia menawarkan pernikahan, tetapi bukan untuk cinta—melainkan untuk balas dendam. Riska terpaksa menerima, demi masa depan anaknya.
Dalam perjalanan mereka, Riska mulai menyadari bahwa hidup bersama Aldo adalah perang tanpa akhir antara cinta dan kebencian. Ia harus menghadapi manipulasi, kesalahpahaman, dan keputusan-keputusan sulit yang menguji kekuatannya sebagai seorang ibu dan wanita. Namun, di bal
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjar Sidik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20: Peringatan yang Menghantui
Riska duduk di tepi ranjang, gemetar setelah membaca pesan misterius yang baru saja ia terima. Kata-kata itu terus berputar dalam benaknya, membayangi segala yang baru saja terjadi dengan Aldo. Mengapa seseorang memperingatkannya tentang Aldo? Siapa sebenarnya Aldo ini, dan apakah ia telah salah percaya pada lelaki yang kini menjadi suaminya?
Sementara pikirannya bergulat dengan berbagai kemungkinan, Aldo masuk ke kamar dan melihat ekspresi Riska yang penuh kebingungan. Namun, sebelum Aldo sempat bicara, Riska dengan cepat menyembunyikan ponselnya.
“Ada apa?” Aldo bertanya, mencoba mendekat.
Riska menelan ludah, berusaha menenangkan diri. “Tidak ada, aku hanya… sedikit lelah.”
Aldo memperhatikan wajah Riska dengan curiga. “Apa benar hanya itu? Matamu terlihat penuh kekhawatiran.”
Riska mencoba tersenyum untuk menyembunyikan perasaannya. “Aku baik-baik saja, Aldo.”
Namun, Aldo tidak tampak puas dengan jawaban itu. Tatapannya semakin tajam, seolah mencoba membaca setiap pikiran yang tersembunyi di balik senyum Riska. Hawa di antara mereka menjadi tegang, seakan ada pertempuran diam-diam yang berlangsung.
“Riska,” suara Aldo terdengar tegas, “jika ada sesuatu yang mengganggumu, katakan padaku. Aku bisa melindungimu.”
Riska menggelengkan kepala pelan. “Tidak, Aldo. Hanya kecemasan biasa. Mungkin semua tekanan ini membuatku sedikit paranoid.”
Aldo mendekat, duduk di sampingnya, lalu meraih tangannya. “Aku janji, Riska. Aku takkan membiarkan siapa pun melukaimu.”
Sentuhan Aldo yang hangat dan suaranya yang meyakinkan seolah menghipnotis Riska, membuatnya meragukan kembali pesan yang ia terima. Namun, di satu sisi, ia tetap merasa ada sesuatu yang janggal.
Tiba-tiba, suara ketukan keras di pintu kamar mengagetkan mereka berdua. Aldo segera bangkit dan membuka pintu, sementara Riska berusaha menenangkan diri.
Seorang pria bertubuh kekar berdiri di ambang pintu. Matanya tajam dan ekspresinya penuh keseriusan. Riska belum pernah melihat pria itu sebelumnya, tetapi dari tatapan Aldo, jelas ia mengenal pria itu dengan baik.
“Pak, kita punya masalah,” kata pria itu tanpa basa-basi.
Aldo memicingkan mata. “Masalah apa, Rendi?”
Pria itu – Rendi – melirik ke arah Riska, seolah tak yakin apakah ia boleh melanjutkan pembicaraan di hadapannya. “Ada seseorang yang membocorkan informasi kepada pihak yang berlawanan.”
Aldo mendengus, tampak geram. “Siapa?”
“Belum pasti, tetapi… sepertinya orang itu dekat dengan kita.”
Riska yang mendengar percakapan itu, merasa ada gelombang kecemasan menyergap. Ia teringat pesan peringatan tadi. Apakah mungkin ini ada hubungannya dengan pesan yang ia terima?
Aldo mengalihkan tatapan tajamnya pada Riska, seolah meneliti sesuatu di balik wajah polosnya. Riska merasa semakin terdesak. Apakah mungkin Aldo mencurigainya?
“Riska,” suara Aldo terdengar dalam, “apa kau tahu sesuatu tentang ini?”
Riska tersentak. “Tidak, tentu saja tidak. Kenapa kau bertanya seperti itu?”
Aldo terdiam, matanya tak lepas dari wajah Riska. Setelah beberapa detik, ia menghela napas panjang, lalu mengalihkan pandangannya ke Rendi. “Perketat keamanan. Aku tidak ingin ada yang mendekati Riska atau mendapatkan informasi darinya.”
Rendi mengangguk dan segera pergi, meninggalkan Aldo dan Riska dalam keheningan yang mencekam.
Di balik tatapan dinginnya, Riska tahu bahwa Aldo sedang menilai kesetiaannya. Rasa takut dan kecurigaan yang bercampur membuat Riska merasa terpojok. Ia merasa terjebak antara melindungi dirinya atau tetap berpihak pada Aldo, yang kini penuh dengan misteri.
“Aldo, apakah kamu meragukanku?” Riska akhirnya bertanya dengan suara pelan, nyaris berbisik.
Aldo menggeleng pelan. “Aku hanya ingin memastikan semuanya aman, terutama untukmu.”
“Aku hanya istrimu, Aldo. Apa yang bisa kulakukan?”
Aldo tersenyum tipis, penuh misteri. “Dalam dunia ini, Riska, bahkan hal kecil bisa menghancurkan segalanya. Karena itu, aku harus berhati-hati.”
Perkataan Aldo membuat Riska bergidik. Apa yang ia maksud dengan "hal kecil" yang bisa menghancurkan segalanya? Apakah Aldo menyadari sesuatu yang Riska tak tahu? Atau, lebih parah lagi, apakah ia menganggap Riska sebagai ancaman?
Ketegangan di ruangan itu semakin tebal, namun Riska berusaha mengendalikan dirinya.
“Aku tidak akan melakukan apa pun yang bisa menyakiti kita, Aldo,” kata Riska, mencoba menegaskan kesetiaannya.
Aldo menatapnya, matanya tampak lembut sejenak. “Aku ingin percaya padamu, Riska. Hanya saja, situasi ini terlalu rumit untuk kita abaikan.”
Malam itu, Riska merasa semakin terisolasi dalam misteri besar yang mengelilingi pernikahan mereka. Saat ia bersiap untuk tidur, pikirannya tetap berputar. Tiba-tiba, ponselnya bergetar, menandakan pesan masuk.
Ia membuka pesan itu dengan hati-hati. Pesan tersebut datang dari nomor tak dikenal: “Aldo tidak seperti yang kau pikirkan, Riska. Dia menyimpan rahasia yang lebih gelap dari yang kamu tahu.”
Riska terpaku. Ini adalah peringatan kedua yang ia terima, dan kali ini terasa lebih nyata dan mengancam. Siapa pun yang mengirim pesan itu, tampaknya tahu lebih banyak tentang Aldo daripada yang ia kira.
Riska menutup ponsel dengan tangan gemetar. Di dalam kegelapan malam, ia mulai merasakan ketakutan yang semakin mendalam. Siapa sebenarnya suaminya? Dan apa rahasia besar yang ia sembunyikan?
Malam itu, Riska duduk sendirian di kamarnya. Cahaya remang-remang dari lampu malam membuat bayangan wajahnya tampak lelah dan penuh beban. Setiap kata dalam pesan misterius yang baru diterimanya berulang kali melintas di pikirannya: “Aldo tidak seperti yang kau pikirkan.” Siapa yang mengirimkan pesan ini? Dan apa maksudnya?
Riska mulai meragukan segalanya. Rasa cinta dan kepercayaannya pada Aldo perlahan terkikis oleh ketidakpastian. Dalam benaknya, muncul pertanyaan besar: siapakah Aldo sebenarnya?
Tepat saat ia tenggelam dalam pikirannya, suara pintu yang terbuka pelan membangunkannya dari lamunan. Aldo melangkah masuk, ekspresinya dingin seperti biasanya, tapi malam ini ada sesuatu yang berbeda. Wajahnya tampak lebih tegang dari biasanya.
“Apa yang sedang kau pikirkan, Riska?” tanya Aldo sambil menatapnya dengan tajam.
Riska mencoba menutupi kebingungannya dan tersenyum tipis. “Tidak ada, hanya… lelah dengan semua yang terjadi.”
Aldo mendekat, lalu duduk di tepi ranjang di sampingnya. “Lelah dengan apa? Atau… kau mulai curiga?”
Riska menahan napas, merasa terpojok oleh kata-kata Aldo. Ia tahu suaminya bukan orang yang bodoh. Aldo pasti sudah menyadari ketakutannya.
Aldo mengangkat dagunya, memaksanya menatap langsung ke matanya. Wajah Aldo begitu dekat, dan Riska bisa merasakan napasnya yang hangat. Tapi, di balik kedekatan itu, ada sesuatu yang dingin dan mengancam.
“Aku tidak suka dibohongi, Riska,” kata Aldo pelan, tapi nadanya penuh ancaman.
“Aku… aku tidak berbohong,” sahut Riska pelan, suaranya sedikit gemetar.
“Benarkah? Lalu kenapa kau menyembunyikan ponselmu tadi?” Aldo menatapnya tajam, membuat Riska merasa jantungnya berdebar keras. “Apa ada pesan yang ingin kau sembunyikan dariku?”
Riska menunduk, mencoba mencari alasan yang masuk akal. Tapi semakin ia mencoba berpikir, semakin panik rasanya. Ia tahu, satu kesalahan saja bisa menghancurkan kepercayaannya di hadapan Aldo.
Aldo mendesah, lalu berdiri dan menghadap ke jendela. Tangannya mengepal, tanda bahwa pikirannya penuh amarah yang coba ia kendalikan.
“Ada orang yang mencoba mengganggu kita, Riska,” kata Aldo sambil memandang ke luar jendela. “Dan aku tak bisa mentolerir pengkhianatan, terutama dari orang terdekatku.”
Riska merasakan hawa dingin menjalar ke seluruh tubuhnya. Kata-kata Aldo seakan menjadi peringatan baginya. Riska tahu, ia harus berhati-hati. Tapi bagaimana jika pesan misterius itu benar? Bagaimana jika Aldo memang menyembunyikan sesuatu darinya?
Pikiran itu terus menghantuinya hingga Riska merasa terjebak dalam lingkaran yang tak berujung. Ia harus mencari tahu kebenarannya, tapi tanpa sepengetahuan Aldo. Namun, bagaimana ia bisa melakukannya tanpa mencurigakan?
Malam itu, setelah Aldo tertidur, Riska dengan hati-hati bangun dan mengambil ponselnya. Ia membuka pesan misterius itu sekali lagi, mencoba mencari petunjuk. Namun, sebelum ia sempat membaca lebih jauh, ponselnya bergetar. Sebuah panggilan masuk dari nomor tak dikenal.
Dengan ragu, ia mengangkat panggilan itu.
“Riska…” Suara di seberang terdengar pelan, hampir seperti bisikan.
“Siapa ini?” tanya Riska dengan suara bergetar.
“Aku hanya ingin mengingatkanmu… Aldo bukan orang yang kau pikirkan. Dia berbahaya.”
“Apa maksudmu? Siapa kamu?” Riska mencoba menahan suaranya agar tidak terdengar oleh Aldo yang tidur di sampingnya.
“Cari tahu sendiri, Riska. Kau punya waktu yang semakin sedikit.”
Telepon itu terputus. Riska terdiam, tangannya gemetar. Pikirannya semakin kalut. Namun, sebelum ia bisa merenung lebih jauh, Aldo bergerak dalam tidurnya, dan Riska segera meletakkan ponselnya.
Esok harinya, Riska memutuskan untuk menyelidiki. Tanpa sepengetahuan Aldo, ia pergi ke kantor salah satu teman lamanya, Yuli, yang bekerja di sebuah perusahaan intelijen swasta. Riska tahu ini berisiko, tapi ia tak punya pilihan lain.
Di kantor Yuli, Riska dengan terbata-bata menceritakan semua keraguannya tentang Aldo dan pesan-pesan misterius yang ia terima. Yuli mendengarkan dengan seksama, wajahnya serius.
“Ini sangat berbahaya, Riska. Jika benar Aldo menyembunyikan sesuatu, kau harus berhati-hati. Tapi… jika memang ingin tahu, aku bisa membantu mencari informasi tentang Aldo.”
“Aku harus tahu, Yuli. Aku tidak bisa hidup dalam ketakutan seperti ini.”
Yuli mengangguk. “Baiklah, aku akan mengurusnya. Tapi kau harus bersiap. Mungkin apa yang kau temukan nanti… bisa lebih mengerikan dari yang kau bayangkan.”
Riska pulang dengan perasaan campur aduk. Ketegangan di antara dirinya dan Aldo semakin tak tertahankan. Setiap kali mereka berbicara, ia merasa seolah-olah Aldo bisa membaca setiap pikirannya. Aldo semakin posesif dan kecurigaannya semakin besar.
Hingga suatu malam, ketika Riska mencoba menelpon Yuli untuk bertanya perkembangan penyelidikan, Aldo muncul di depannya, menatapnya dengan tatapan dingin.
“Apa yang kau lakukan, Riska?” Aldo bertanya sambil melipat tangan di dada.
Riska terkejut dan mencoba menyembunyikan kegugupannya. “Tidak, hanya… menelepon teman.”
“Teman? Atau kau mencoba mencari tahu sesuatu tentangku?” Aldo mendekat, ekspresinya penuh ancaman.
“Aldo, kau terlalu paranoid. Aku hanya—“
“Riska,” suara Aldo tajam memotong ucapannya, “jika ada satu hal yang kubenci, itu adalah pengkhianatan. Dan kau tahu apa yang kulakukan pada orang-orang yang mengkhianatiku?”
Riska tak bisa menjawab. Napasnya tertahan, jantungnya berdegup kencang. Di depan matanya, Aldo bukan lagi suami yang ia kenal. Sosoknya berubah menjadi ancaman yang nyata.
Aldo mendekatkan wajahnya, menatap Riska dalam-dalam. “Kau tidak bisa lari dariku, Riska. Aku akan selalu tahu setiap langkahmu.”
Riska membeku, merasa seluruh tubuhnya dingin. Sementara Aldo berbalik pergi, ia menyadari bahwa dirinya terperangkap dalam permainan berbahaya, dan ia tak tahu apakah ia bisa keluar dengan selamat.