Andhira baru saja kehilangan suami dan harus melahirkan bayinya yang masih prematur akibat kecelakaan lalulintas. Dia diminta untuk menikah dengan Argani, kakak iparnya yang sudah lama menduda.
Penolakan Andhira tidak digubris oleh keluarganya, Wiratama. Dia harus tetap menjadi bagian dari keluarga Atmadja.
Akankah dia menemukan kebahagiaan dalam rumah tangganya kali ini, sementara Argani merupakan seorang laki-laki dingin yang impoten?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7. Menempati Rumah Baru
Bab 7. Menempati Rumah Baru
"Perjanjian?" Andhira meniru ucapan Argani.
"Iya," balas laki-laki itu dengan serius.
"Perjanjian apa?" tanya Andhira yang tidak paham maksud suaminya.
"Kita akan tidur di kamar terpisah. Aku akan memberikan nafkah uang bulanan untuk kamu dan Arya, tetapi aku tidak akan memberikan nafkah batin," jawab Argani.
Mendengar ucapan sang suami, Andhira merasa tidak masalah dengan itu semua. Dia berpikir kalau Argani tidak mau menyentuh wanita sembarangan. Karena tidak ada rasa cinta di antara mereka.
"Baiklah," balas Andhira karena dia juga masih menyimpan trauma ketika melakukan hubungan badan.
Dahulu, dia melepas keperawanannya karena dirudapaksa oleh Andhika yang sedang mabuk. Begitu bangun laki-laki itu malah memaki dan menghina dirinya. Wanita mana yang tidak akan sakit hati direndahkan oleh suaminya sendiri, karena tidur dengannya.
"Ingat, jangan sampai Papa dan Mama tahu!" Argani memberi lagi satu peringatan.
"Baiklah," balas Andhira.
"Aku juga punya permintaan," lanjut wanita itu sambil berdiri, dia pun berjalan dua langkah sehingga berhadapan dengan Argani.
"Katakan! Jika masuk akal akan aku kabulkan," ujar laki-laki berambut hitam lebat.
"Beri aku kebebasan dalam melakukan apa pun yang aku mau."
"Misalnya?" Argani ingin tahu lebih spesifik.
"Aku ingin kuliah. Karena aku punya cita-cita yang ingin aku wujudkan," balas perempuan bersurai panjang.
"Tidak masalah. Hanya saja, sebelum aku pulang, kamu sudah harus ada di rumah. Aku paling tidak suka sama perempuan yang suka kelayapan tidak jelas," tukas Argani.
"Oke, akan aku usahakan untuk pulang tepat waktu," ucap Andhira tersenyum lebar, mengekspresikan perasaannya yang sangat bahagia sekali.
Masih ada waktu sekitar enam bulan lagi ke pendaftaran masuk universitas. Jadi, Andhira bisa belajar untuk mengikuti ujian nanti. Selain itu Arya juga sudah agak besar saat dia kuliah nanti.
Malam pertama pengantin baru seharusnya dilalui dengan penuh gelora dan gairah, berbeda dengan pasangan Andhira dan Argani. Mereka tidur terpisah, sang lelaki tidur di kasur dan yang perempuan tidur di sofa karena tubuhnya lebih pendek. Tidak ada perdebatan karena keduanya dalam keadaan lelah dan ingin beristirahat.
***
Keesokan harinya Argani dan Andhira langsung menempati rumah baru. Sebenarnya sang wanita menyarankan untuk tinggal di rumah yang dahulu di tempatinya bersama Andhika, tetapi lelaki itu tidak mau. Karena sudah punya rumah sendiri.
Sebuah rumah yang sangat mewah dan megah, mampir menyamai rumah kediaman keluarga Atmadja. Andhira tidak tahu kalau rumah itu sudah Argani siapkan sebelum dia menikah dengan Liana, dahulu. Rencananya dia akan menempati rumah mewah ini setelah mereka pulang dari honeymoon. Namun, takdir berkata lain. Mereka memutuskan untuk bercerai setelah satu minggu pernikahannya.
"Ini kamar kamu dan Arya. Sementara kamar aku ada di lantai atas. Nanti akan ada pembantu yang membereskan dan membersihkan rumah. Biasanya mereka bekerja mulai dari jam tujuh pagi sampai jam tiga sore. Akan ada tiga orang yang bekerja setiap harinya datang ke rumah ini," jelas Argani dan Andhira mengangguk paham.
Argani sesekali datang ke sini ketika ingin menyepi dan menikmati suasana yang sepi dan asri. Selain rumah ini, dia juga memiliki apartemen mewah yang tidak jauh dari gedung perkantoran.
Andhira menata barang-barang miliknya dan milik Arya. Kamar itu cukup luas dan yang terpenting menghadap ke arah halaman yang tertata rapi bunga-bunga bermekaran. Pencahayaan yang melimpah dan saluran ventilasi udara yang baik.
Andhira menidurkan Arya di kasur. Bayi itu lebih suka tidur di kasur yang luas dibandingkan di dalam boks bayi.
Rumah itu memiliki dapur yang luas dan peralatan memasak yang lengkap serta modern. Ada seorang wanita paruh baya sedang memasak dan perempuan yang sebayanya sedang membersihkan halaman yang berhadapan dengan dapur.
"Mbok Karti kenalkan, ini Andhira. Mulai hari ini akan tinggal di sini," ucap Argani.
"Salam kenal, Nyonya. Maaf kemarin saya tidak bisa hadir karena asam urat kambuh," kata wanita paruh baya itu kepada Andhira.
"Tidak apa-apa, Mbok," balas Andhira tersenyum manis. "Sekarang bagaimana keadaan Mbok? Sudah diperiksa ke dokter?"
"Sudah dibawa ke dokter dan sudah jauh mendingan, Nyonya ," ucap wanita itu tersenyum ramah karena senang di perhatikan oleh majikannya.
"Itu, Bi Surti," kata Argani sambil menunjuk perempuan paruh baya yang sedang membereskan letak pot-pot dan beberapa tamanan di halaman.
"Mang Karyo, mana, Mbok?" tanya Argani karena tidak melihat tukang kebun yang sekaligus penjaga pintu gerbang.
"Sedang ke gudang, Tuan. Ambil pupuk kalau tidak salah," jawab Mbok Karti.
Kehadiran Andhira dan Arya di rumah itu mengubah suasana lebih hangat dan ramai. Bayi itu juga mau diajak main oleh siapa saja. Sang ibu tidak pernah melarang para pembantu mengasuh putranya.
Sementara itu, Argani sibuk di ruang kerjanya yang ada di lantai dua. Laki-laki itu memang pekerja keras. Tidak suka membuang-buang waktu, karena baginya waktu itu sangat penting sekali, sampai tiap detiknya harus bisa dia manfaatkan sebaik mungkin. Apalagi jika hal itu bisa membuat dia mendapatkan uang yang banyak.
***
Tidak terasa kehidupan rumah tangga Argani dan Andhira sudah berjalan selama enam bulan. Hubungan mereka baik-baik saja, tidak pernah terjadi adu mulut. Mereka memerankan peran masing-masing. Hebatnya tidak diketahui oleh siapa pun. Pembantu yang bekerja di sana juga tidak tahu dengan hubungan yang sebenarnya kedua majikannya.
Sekarang Arya juga sudah bisa menyusu dibantu susu formula, walau cuma sehari satu botol. Tubuhnya tumbuh cepat besar dan sekarang sudah mulai belajar berjalan.
Malam hari, Andhira keluar kamar hendak mengambil air minum. Cuaca musim panas membuat dia sering merasa kehausan.
Andhira dan Argani hampir saja bertabrakan, ketika laki-laki itu berjalan dalam kegelapan sambil membawa secangkir kopi. Cahaya remang-remang dari lampu hias hanya bisa memperlihatkan siluet tubuh mereka.
"Hati-hati. Kalau merasa gelap lebih baik nyalakan lampunya," kata Argani.
"Iya," balas Andhira singkat.
Andhira merasa perutnya lapar, lalu dia memutuskan untuk memasak mie instan biar cepat. Tadi, malam dia makan hanya sedikit karena merasa tidak nafsu makan. Mungkin karena kelelahan di hari pertama masuk kampus.
"Kamu mau makan mie?"
Andhira terkejut karena tiba-tiba saja terdengar suara seseorang dari arah belakang. Dia sampai menjatuhkan sendok sayur yang sedang dia pegang.
"Iya. Aku merasa lapar. Mas Gani, mau?" tanya Andhira.
"Boleh," balas Argani karena merasa lapar juga.
Andhira membuat mie dengan potongan sawi, tahu sutra, telur, dan sedikit irisan cabe rawit. Wanginya sangat menggugah selera.
Mereka makan dalam diam. Baik Argani mau pun Andhira memang jarang berkomunikasi atau membicarakan apa saja yang sudah mereka lakukan di kesehariannya. Wanita itu malah banyak berinteraksi dan berbincang-bincang dengan ketiga pembantu di rumahnya.
"Bagaimana hari pertama masuk kampus?" tanya Argani di sela-sela kegiatan makannya.
Andhira mengerjapkan matanya beberapa kali. Dia tidak menyangka kalau laki-laki itu mau berbicara dengannya tentang masuk kampus.
"Baik. Aku juga sudah mendapatkan beberapa teman baru," jawab Andhira tersenyum tipis.
"Berhati-hatilah dalam memilih teman. Jangan sampai kamu terjerumus dalam hal keburukan gara-gara berteman," ucap Argani menatap Andhira.
"Maksud Mas, apa?" Andhira merasa tidak suka mendengar ucapan suaminya.
***