Shiza, murid pindahan yang langsung mencuri perhatian warga sekolah baru. Selain cantik, ia juga cerdas. Karena itu Shiza menjadi objek taruhan beberapa cowok most wanted di sekolah. Selain ketampanan di atas rata-rata para cowok itu juga terlahir kaya. Identitas Shiza yang tidak mereka ketahui dengan benar menjadikan mereka menganggapnya remeh. Tapi bagaimana jika Shiza sengaja terlibat dalam permainan itu dan pada akhirnya memberikan efek sesal yang begitu hebat untuk salah satu cowok most wanted itu. Akankah mereka bertemu lagi setelah perpisahan SMA. Lalu bagaimana perjuangan di masa depan untuk mendapatkan Shiza kembali ?
“Sorry, aku nggak punya perasaan apapun sama kamu. Kita nggak cocok dari segi apapun.” Ryuga Kai Malverick.
“Bermain di atas permainan orang lain itu ternyata menyenangkan.” Shiza Hafla Elshanum
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ririn rira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ryuga tantrum
Seperti yang terencana, Shiza dan teman-teman di kelas berkumpul di lapangan parkir. Mereka sudah siap berangkat ke rumah sakit tapi ada juga sebagian memilih tidak ikut. Violet selaku ketua kelas sudah mengkoordinir mereka dengan baik. Tadi saat jam istirahat mereka minta izin untuk pergi ke toko buah membeli parcel.
“Sudah siap ?” Violet menghitung seluruh anggota yang ikut. “Shiza, kamu ikut siapa?”
“Aku.” Chio datang membawa motornya. “Shiza ayo naik, kamu sama aku nggak apa-apa ‘kan?”
Shiza menoleh ke arah Dimas yang juga bersiap untuk memboncengnya. Karena di kelas Dimas bersedia memberi tumpangan. Mengerti dengan tatapan gadis cantik itu. Dimas melempar senyum dengan pandangan teduh.
“Nggak apa-apa kamu ikut Chio aja nanti Aysela ikut aku.”
“Beneran.”
“Iya cantik.” Dimas tersenyum semakin lebar. “Aysela ayo ikut aku.”
“Loh Shiza nggak jadi ikut kamu?” Gadis itu melangkah mendekat.
“Dia sama Chio.”
“Ya udah ayo keburu sore nanti.” Aysela naik di belakang Dimas.
Shiza terlihat bingung bagaimana cara naik motor besar itu. Sementara dirinya memakai rok pendek. Chio yang mengerti langsung memberikan tangannya untuk jadi pegangan.
“Ayo naik.”
Shiza mengangguk lalu naik di belakang. Sayangnya tubuh tinggi itu membuat rok yang dikenakan tertarik ke atas. “Chio rok aku naik ke atas gimana dong?”
Pemuda itu menoleh benar saja rok Shiza tersingkap. Chio cepat mengalihkan pandangannya lagi saat matanya tidak sengaja melihat batang paha seorang Shiza yang putih mulus.
“Ck, sengaja pamer.”
Shiza tersentak melihat selembar jaket hitam menutupi kedua pahanya. “Ryu…”
“Pakai, jangan sampai dilepas.” Ryuga merepet tidak terima karena Chio melihat kulit putih itu. “Kamu juga jangan jelalatan, hari ini aja aku kasih izin bonceng Shiza.”
“Siap baginda raja.” Chio langsung menarik gas meninggalkan Ryuga yang belum selesai mengomel.
“Sialan si Chio. Awas aja sampai grepe-grepe Shiza.”
Dariel tersenyum dari atas motornya. “Katanya nggak cinta tapi posesif.”
Ryuga melayangkan tatapan tidak bersahabat. “Ayo pulang.”
🌷🌷🌷🌷
Shiza menikmati tamparan angin di tubuhnya, setelah sekian lama akhirnya ia bisa merasakan naik motor lagi. Papa Rajendra sangat sibuk untuk mengajaknya naik motor lagi seperti masih di Kanada. Sizha merindukan suasana disana, teman-teman dan juga gurunya. Sesekali Chio melirik singkat di kaca spion untuk melihat makhluk cantik di belakangnya. Tadi, sebelum berangkat tiba-tiba di atas motornya ada helm perempuan berwarna putih. Yang sengaja di beli Ryuga untuk Shiza setelah tahu mereka akan pergi ke rumah sakit. Bukan Ryuga namanya kalau membiarkan Shiza di bonceng Dimas.
“Kamu suka naik motor?”
“Kenapa?” Shiza mendekat tubuhnya sedikit karena suara Chio terbawa angin.
“Kamu suka naik motor?” Laju motor berkurang. Chio mengambil kesempatan itu untuk mengobrol.
“Suka, aku sering diajak papa jalan-jalan naik motor saat di Kanada.”
“Bisa bawa motor sendiri.”
Shiza menggeleng sambil tersenyum. “Nggak, jangankan naik motor. Naik sepeda aja aku nggak bisa.”
Chio terkekeh. “Kapan-kapan, jalan sama aku naik motor mau?”
“Nanti deh, tunggu aku hafal jalan dulu.”
Roda dua itu berhenti di halaman parkir pengunjung rumah sakit. Shiza berpegangan di atas pundak Chio untuk turun dari motor. Setelah menyerahkan helm, Shiza mencari Aysela. Chio memarkirkan motor lalu memimpin mereka untuk masuk.
“Za, jaket siapa?” Bisik Aysela pelan.
“Punya Ryuga tadi di parkiran dia kasih pinjam soalnya rok aku naik.” Jelas Shiza sambil melangkah.
“Kamu nyadar nggak sih, kayaknya Ryuga suka sama kamu deh. Dari kemaren gak jelas banget.”
“Iseng mungkin, tuh anak petakilan.”
Aysela terkekeh. Langkah mereka berhenti di salah satu ruang rawat inap. Melihat jumlah mereka kalau bergiliran kemungkin waktu besuk tidak cukup. Akhirnya Chio menggunakan jalur pribadinya bicara pada perawat lantai itu untuk diberi izin masuk semuanya.
“Ayo masuk semua.”
“Emang boleh?” Shiza menatap ragu.
“Boleh, aku udah izin.” Chio mendorong daun pintu sebelum melangkah. “Permisi tante.”
“Iya.” Ibu Niken bingung melihat pemuda berseragam di ambang pintu. “Kalian teman Candra ya.”
“Iya tante, kami mau jenguk Candra.” Chio melangkah masuk di ikuti yang lainnya.
“Ah iya terimakasih sudah kesini. Candra sedang ke kamar mandi.” Ibu Niken tersenyum senang.
“Ini kami bawa parcel buah.” Violet menyerah parcel itu.
“Terimakasih Nak.”
“Kalian disini?” Candra keluar sambil menenteng tiang infusnya. Wajah pemuda itu layu dan pucat. Tatapannya terkunci pada sosok cantik yang masih diam sejak tadi. “Shiza.”
“Gimana keadaan kamu?” Shiza mendekat di tangannya membawa jaket Ryuga. “Ada yang masih sakit?”
“Sudah lumayan membaik, besok boleh pulang.” Candra tersenyum sambil membenarkan posisinya di atas brankar.
“Kamu yakin, masih pucat loh itu.” Aysela bersuara. Sebagai anak seorang dokter ia tentu sedikit belajar dari Papa nya.
“Aduh anak Pak Dokter tahu aja kalau pasiennya belum sembuh.” Dimas tiba-tiba duduk di tepi brankar. “Geser dikit lah Can, mau duduk ini capek tau berdiri.”
“Sekalian aja kamu rebahan sini.” Sinis Candra menggeser tubuhnya.
“Congor mu kawan !”
Shiza terkekeh, semua atensi teralihkan padanya, pesona gadis itu tidak bisa dianggap remeh. Entah kenapa suara tawa Shiza dinantikan semua orang. Karena saat itu kecantikannya paripurna. Seolah ada sihirnya semua orang terpaku pada gadis itu saja.
“Za, kamu kalau ketawa cantik banget loh.” Celetuk Violet kagum.
“Calon masa depan aku tuh !” Tambah Dimas tersenyum malu-malu.
“Dih, mimpi nih sarang tawon !”
Dimas berdiri dari tempatnya duduk. “Tante, kaya nya hari ini boleh pulang deh. Si Candra sudah bisa berantem nih.”
Ibu Niken tersenyum. “Kamu benar.”
“Cepat pulih ya Can.” Chio menepuk lembut pundak pemuda itu. “Jam besuk kayanya mau habis kita semua pulang dulu.”
“Thanks Chio.” Candra melirik ke arah Shiza. “Makasih bantuannya kemarin dan jangan ngerasa bersalah lagi ya, aku yang mau temenin kamu waktu itu. Aku memang sengaja terobos hujan terus malam nya maksa buat jualan. Jadi jangan merasa gak enak lagi ya Neng.”
“Cepet sembuh biar bisa ngajarin aku naik sepeda. Papa sudah beli sepedanya.”
“Siap tuan putri.” Candra membuat postur hormat.
🌷🌷🌷🌷🌷
Di apartemen, seorang pemuda mondar mandir tidak karuan. Sejak tadi ia merasa gelisah tidak menentu. Di ruang benaknya hanya ada satu dipikirkannya yaitu gadis yang kini berusaha di taklukannya. Ryuga menunggu kedatangan Chio, untuk membunuh waktu Ryuga memesan makanan. Ia tidak tahu cara memasak, setelah memutuskan tinggal di apartemen, Ryuga tidak terarah. Malam semakin sempurna menjemput baru ia merasakan lapar.
“Capek kamu dari tadi kaya setrika.” Dariel mengambil makanan yang diantar kurir lalu membawanya ke ruang tengah. “Makan dulu.” Dengan segenap kasih sayangnya. Dariel memperhatikan Ryuga layaknya adik sendiri.
“Chio kemana sih?”
“Udah di jalan, makan saja dulu.” Omel Dariel kesal.
“Iya-iya.”
“Kalian nungguin aku.” Chio masuk membawa beberapa minuman soda kaleng. “Kenapa tuh muka jelek amat dipandang.”
“Seneng bonceng Shiza ?!” Ketus Ryuga masih menggigit paha ayamnya.
“Seneng dong, siapa juga nggak mau bonceng cewek secantik itu.” Sahut Chio tanpa mengerti kode dari Dariel.
“Ngapain aja disana lama banget.” Ryuga kembali mengambil paha ayam utuh. Sambil menggigit mulutnya juga merepet. “Kamu nggak grepe-grepe Shiza ‘kan? Jaketnya tetap dipakai sampai rumah sakit.” Ryuga terbatuk-batuk setelahnya.
“Ngomong aja terus, nggak sekalian tulang ayamnya di telan juga.” Meski kesal Dariel tetap menyodorkan air putih. “Kamu juga sudah di kode biar nggak ngerespon masih aja.”
“Ya mana aku tahu kode-kodean segala.” Chio mengambil pada ayam ikut memakannya. “Lagian dia juga makan kok ngomong !”
Ryuga merasa lebih baik lalu menyeka mulutnya dengan tangan. Sungguh berantakan sekali anak itu. “Gimana tadi Shiza.” Tanya nya sambil membuka kaleng minuman.
“Kalau mau ngomong jangan sambil minum, mau keselek kaleng.” Chio meletakan paha ayamnya di dalam kotak lagi. “Shiza pakai jaketnya sampai rumah sakit. Terus helm yang kamu beli tadi di bawa sama dia ke rumahnya besok mau dikembalikan katanya, aku antar dia sampai rumah.” Jelas pemuda bergigi kelinci itu perlahan. “Shiza juga mau belajar naik sepeda sama Candra.”
“Apa ?! Nggak bisa dibiarkan ini.” Ryuga meletakan kaleng minumannya cukup keras sampai isinya terpercik ke wajahnya. “Shiza ada ngomongin aku nggak.”
“Nggak ada.” Chio menggeleng kembali memakan paha ayamnya.
“Kejam juga si Shiza, udah bela-belain pinjemin jaket eh malah nggak ingat sama aku. Hari ini kulitku berkelahi sama matahari.”
“Shiza nggak minta ya kamu pinjemin jaket.”
Ryuga menatap sengit ke arah Dariel. Sahabatnya itu memang suka menusuk hati mungilnya. Tidak tahukah Dariel kalau Ryuga hampir bertanduk mendengar Shiza akan di bonceng Dimas. Syukur saja Chio memberikan informasi lebih dulu sehingga Ryuga menyelinap keluar membeli helm untuk Shiza dan meminta Chio membonceng gadis cantik itu. Cukup Candra saja untuk jadi rivalnya jangan ada lagi Dimas si rambut sarang tawon.
🌷🌷🌷🌷
Ada yang gemas nggak sama Ryuga ?