Entah apa yang di pikirkan oleh ayah dan sang ibu tiri hingga tiba-tiba menjodohkan Karin dengan pria yang tak memiliki apapun, apa mereka sengaja melakukan itu untuk menyingkirkannya?
Matteo Jordan, pria tak berguna yang di pungut oleh keluarga Suarez menyetujui menikah dengan wanita yang tak ia ketahui hanya demi sebuah balas budi.
Akankah cinta tumbuh di antara keduanya? Sementara Karin masih mencintai mantan kekasihnya, sedangkan Matteo pria sedingin es yang penuh misteri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qinan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab~03
"Bangkitlah !!"
Perintah seorang pria saat Karin hendak memungut sisa makanannya di atas lantai hingga membuat gadis itu langsung mengangkat wajahnya, nampak pria asing menatapnya datar dengan pandangan dingin. Namun Karin tak mengindahkannya lagipula ini urusan keluarganya jadi orang lain tak perlu ikut campur.
"Apa pendengaranmu sedang rusak ?" Ucap pria itu lagi seraya memegang pergelangan tangan Karin yang hendak memungut pecahan piring yang berceceran di atas lantai.
"Saya bilang, bangunlah !!" Imbuhnya lagi dan kali ini terdengar sangat mengintimidasi hingga membuat siapa saja yang mendengarnya akan merasa ketakutan, Karin mau tak mau beranjak bangun dan membiarkan pecahan piringnya masih berserakan di sekitar kakinya.
"Kamu yang menumpahkannya, bukan ?" Pria itu pun beralih menatap ke arah Risa yang berdiri tak jauh darinya.
"Bersihkan sekarang juga !!" Perintahnya kemudian hingga membuat Risa nampak terkejut di buatnya.
Siapa pria itu berani sekali memerintahnya? Di lihat dari penampilannya seperti bukan pria sembarangan. Tubuhnya yang kekar di balut oleh jas mewah, wajahnya begitu tampan dengan kedua mata di bingkai kacamata hitam merek ternama.
Hanya dengan melihatnya saja Risa seperti terhipnotis hingga tanpa sadar wanita itu membungkukkan badannya untuk membersihkan sisa-sisa makanan dan juga bekas pecahan piring hasil perbuatannya tadi. Melihat itu tentu saja Karin nampak terhenyak namun keterkejutannya belum usai, tiba-tiba sebuah kalimat sukses membuatnya naik pitam.
"Percuma cantik jika bodoh." Ucap pria asing tersebut menatapnya lantas berlalu pergi dari hadapannya.
"A-apa yang dia katakan tadi ?" Karin nampak tak percaya dengan apa yang ia dengar.
Sementara Amel sang sahabat langsung tertawa lepas. "Kali ini aku setuju dengan perkataannya, kamu memang cantik tapi bodoh." Ucapnya ikut mengejek dan itu membuat Karin menatapnya kesal, tapi wanita itu langsung menarik sahabatnya itu pergi sebelum kakak tirinya menyadari dan kembali membuat keributan.
Mereka nampak berjalan cepat meninggalkan cafe tersebut tak peduli teriakan Risa begitu memekikkan telinga.
"Karin !!"
Karin yang berjalan dengan bantuan tongkatnya pun terlihat susah payah mengejar langkah sang sahabat dan kini mereka pun berhasil masuk ke dalam mobilnya.
"Astaga, kita belum membayar makanannya." Gerutu Karin setelah mobil yang di kemudikannya membelah jalanan sore itu.
"Biarkan saja, kapan lagi kita di traktir sama kakakmu yang seperti lampir itu." Amel nampak tak berhenti mengolok kakak dari sahabatnya itu, sepertinya melakukan hal itu adalah kebahagiaan tersendiri baginya.
"Mau seperti apapun dia tetap kakakku, ada darah ayahku mengalir di tubuhnya." Timpal Karin menanggapi.
Amel langsung menoleh menatapnya. "Kamu yakin dia kakakmu? Wajahnya saja tak ada mirip-miripnya dengan ayahmu." Celetuk gadis itu begitu saja.
Karin hanya menggeleng kecil, baginya sudah biasa menghadapi kelakuan sahabatnya yang cenderung ceplas ceplos itu meskipun sejak dulu ia juga masih tak percaya tiba-tiba ayahnya membawa Risa dan ibunya ke rumah lalu menyuruhnya untuk mengakuinya sebagai saudara.
"Oh ya Rin, ngomong-ngomong siapa pria tadi? Selain tampan auranya itu loh bikin bulu kudukku merinding." Amel yang baru mengingat keberadaan pria asing tersebut langsung mengutarakan pikirannya.
"Kamu kira dia setan." Cibir Karin yang menganggap sahabatnya terlalu lebay.
"Tapi kalau setannya dia aku pasrah sih di apa-apain, habisnya pesonanya itu loh sangat maskulin dan juga macho. Dia benar-benar seperti lelaki yang ada di film-film yang ku tonton, selain tampan tubuhnya juga sangat kekar. Aku tak bisa membayangkan bagaimana perasaan wanita yang tidur seranjang dengannya." Amel nampak senyum-senyum sendiri dan Karin langsung menyentil kepalanya hingga membuat gadis itu meringis kesakitan.
"Dasar mesum." Cibirnya.
"Astaga, sakit Rin. Ngomong-ngomong kamu tahu siapa dia ?" Ucapnya seraya menggosok kulit kepalanya dengan tangan.
"Entahlah, dia pria yang sangat tidak sopan dan sedikit menakutkan." Sahut Karin dengan pandangan kosong ke depan, aura pria itu memang membuatnya sedikit takut. Tatapannya tajam dan dingin, perkataannya yang keluar dari bibirnya pun sangatlah pedas.
"Tapi dia sangat tampan Rin dan sejak kita datang dia terus memperhatikanmu, jangan-jangan dia malaikat yang di kirim Tuhan untuk menyelamatkan mu dari para nenek lampir itu." Amel begitu antusias berkata.
Sedangkan Karin hanya bisa menggeleng gelengkan kepalanya melihat kelakuan sahabatnya tersebut. Malaikat? Tentu saja malaikat pencabut nyawa, gerutunya dalam hati.
Hingga malam hari Karin masih betah bermain bersama dengan sang sahabat, karena pulang cepat atau lambat pun ibunya pasti akan memarahinya habis-habisan setelah mendapatkan aduan dari sang kakak.
Jarum jam telah menunjukkan pukul 10 malam dan gadis itu pun baru menginjakkan kakinya di rumah, kemudian membuka pintunya pelan lantas melangkahkan kakinya dengan perlahan meskipun suara yang di timbulkan oleh tongkatnya masih terdengar jelas.
"Bagus ya, jam segini baru pulang. Kamu itu anak gadis mau jadi apa jika pergaulanmu begitu bebas." Cibir sang ibu tiri yang baru keluar dari kamarnya.
"Aku tidak kemana-mana kok ma, cuma di rumah Amel saja." Sahut Karin jujur, tadi sore setelah kembali dari restoran gadis itu ikut sahabatnya pulang ke rumahnya bahkan ia juga ingin menginap di sana tapi ibu dan ayahnya pasti akan murka.
"Halah alasan saja, contoh itu kakakmu yang pulang selalu lebih awal. Dia tidak pernah aneh-aneh makanya hubungannya sama Daniel langgeng." Cibir sang ibu dengan membanggakan anak kandungnya.
Karin mengangguk kecil. "Iya, ma." Ucapnya patuh, seandainya ia menceritakan kelakuan kakaknya di luar entah apa reaksi ibu tirinya tersebut bahkan ia pernah melihat kakaknya beberapa kali masuk hotel bersama kekasihnya. Tidak mungkin mereka di sana hanya duduk-duduk saja, bagaimana pun juga mereka dua orang dewasa yang pasti akan melakukan lebih dari sekedar di restoran tadi.
Karin segera berlalu ke kamarnya setelah ibunya itu pergi, sepertinya sang kakak tidak mengadu karena wanita itu tak membahasnya dan itu membuatnya lega.
"Tunggu !!"
Tiba-tiba seseorang memanggilnya hingga membuat Karin yang hendak membuka pintu kamarnya langsung menoleh, terlihat kakaknya nampak berdiri di ujung tembok dengan tangan terlipat di depan dada.
"Aku tidak mengadukan mu pada mama bukan karena aku memaafkan perbuatanmu di cafe tadi." Ucap Risa dengan angkuh.
"Aku tidak melakukan apapun tadi, bukankah kamu yang menjatuhkan piring itu." Sahut Karin dengan santai.
"Lupakan kejadian itu, aku ingin tahu. Siapa pria di restoran tadi ?" Tanya Risa seraya melangkah mendekat setelah memastikan tak ada orang di sekitar mereka.
"Pria siapa ?" Karin tak mengerti karena banyak sekali pria yang ada di sana.
"Tentu saja pria berjas tadi, dia bukan kekasihmu yang baru kan ?" Tanya Risa dengan pandangan penuh selidik menatap adik tirinya tersebut.
"Aku tidak tahu, mungkin hanya pengunjung biasa." Karin langsung mengedikkan bahunya.
"Dasar tak bisa di andalkan." Risa langsung bersungut-sungut lantas berlalu dari hadapan gadis itu, namun baru beberapa langkah ia kembali berbalik badan.
"Awas saja jika kamu mengadu pada papa jika pernah melihatku pergi ke hotel bersama Daniel, karena aku pasti akan membuatmu sengsara." Ancamnya lantas berlalu pergi dari sana, wanita itu nampak lega karena rupanya adik tirinya itu pun tak mengetahui pria tampan di restoran tadi.