Istri mana yang tak bahagia bila suaminya naik jabatan. Semula hidup pas-pasan, tiba-tiba punya segalanya. Namun, itu semua tak berarti bagi Jihan. Kerja keras Fahmi, yang mengangkat derajat keluarga justru melenyapkan kebahagiaan Jihan. Suami setia akhirnya mendua, ibu mertua penyayang pun berubah kasar dan selalu mencacinya. Lelah dengan keadaan yang tiada henti menusuk hatinya dari berbagai arah, Jihan akhirnya memilih mundur dari pernikahan yang telah ia bangun selama lebih 6 tahun bersama Fahmi.
Menjadi janda beranak satu tak menyurutkan semangat Jihan menjalani hidup, apapun dia lakukan demi membahagiakan putra semata wayangnya. Kehadiran Aidan, seorang dokter anak, kembali menyinari ruang di hati Jihan yang telah lama redup. Namun, saat itu pula wanita masa lalu Aidan hadir bersamaan dengan mantan suami Jihan.
Lantas, apakah tujuan Fahmi hadir kembali dalam kehidupan Jihan? Dan siapakah wanita masa lalu Aidan? Akankah Jihan dapat meraih kembali kebahagiaannya yang hilang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23~ BERUSAHA DENGAN KERAS
"Tante, Om, sebaiknya kita bicara di dalam saja," ajak Nayra, tak ingin membuat para pelanggannya merasa terganggu akan keributan yang mungkin saja terjadi.
Sepasang paruh baya itupun mengayun langkah ke dalam. Nayra menghampiri Jihan dan juga mengajaknya untuk masuk. "Ayo,"
"Mbak, yang tadi apa benar orangtuanya Dokter Aidan?" tanya Jihan memastikan, ucapan wanita paruh baya tadi sungguh membuat perasaannya tak tenang. Inilah yang dikhawatirkannya bila terlalu dekat dengan Aidan.
"Iya, tapi kamu jangan khawatir. Mbak yang akan bantu jelasin sama mereka." Nayra mengusap punggung tangan Jihan yang tiba-tiba saja terasa dingin.
"Ayo," ajaknya lagi. Kemudian melangkah lebih dulu dengan menggenggam tangan Dafa.
Jihan mengatur nafas dalam-dalam dan menghembuskan perlahan, lalu akhirnya segera menyusul Nayra dan putranya.
Suasana semakin terasa menegangkan bagi Jihan begitu duduk di ruangan bersama orangtua dokter Aidan, terlebih keduanya terus menatapnya.
"Om, Tante, Aidan memang sering kesini belakang ini. Tapi itu semua murni karena keinginan Aidan sendiri, Jihan sama sekali gak pernah mencoba untuk mempengaruhi atau apapun itu." Nayra mulai menjelaskan.
Sepasang paruh baya itu masih diam, tatapannya terus tertuju pada Jihan, dan sesekali melirik anak lelaki yang duduk di samping Nayra. Di ruangan itu hanya ada mereka berlima, Rian dan Adiva tak terlihat di sana, mungkin sedang ada di kamar.
"Kalaupun ada yang mau disalahkan, salahkan saja Ai... ."
"Kamu yang harusnya disalahkan!" potong mama Kiara yang membuat Nayra tercengang.
"Kenapa jadi saya yang disalahkan, Tante?"
"Ya karena memang kamu yang salah. Rian juga sama saja, kenapa kalian berdua gak bilang kalau Aidan sering kesini karena dia itu suka sama pegawai kalian?"
Terperangah, Nayra dan Jihan saling melempar tatapan. Jihan masih belum dapat mencerna dengan baik ucapan mama Kiara, sementara Nayra mengulas senyum tipis sebab sekarang Jihan akan tahu tentang perasaan Aidan. Entah bagaimana nanti reaksi Jihan?
"Sekali lagi Tante tanya, benar kamu yang namanya Jihan?" Tanya mama Kiara.
Perlahan, Jihan mengangguk tampak ragu. "I-ya, Tante," jawabnya pun dengan sedikit terbata.
"Jujur saja, kami sebagai orangtua agak khawatir sebab Aidan sering pulang telat belakangan ini dan tanpa memberi kabar. Mungkin ini terdengar berlebihan karena Aidan bukan lagi anak kecil yang harus terus dipantau. Kami hanya tidak ingin anak kami terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak baik yang tak hanya akan merugikan diri sendiri dan kariernya, tapi juga akan berdampak ke keluarga besarnya. Bahkan kami sempat berpikir, Aidan keluyuran ke tempat yang tidak jelas, sebab ponselnya selalu tidak bisa dihubungi." Papa Denis yang sejak tadi diam angkat bicara.
"Tapi, kami baru merasa lega setelah Aidan menceritakan yang sebenarnya. Bahwa dia sering kesini karena kamu," imbuhnya.
"Sa-ya?" tanya Jihan dengan menunjuk dirinya sendiri.
"Iya, kamu. Aidan bilang dia punya niatan yang serius sama kamu," jawab papa Denis. "Dan kami mendukung siapapun pilihan Aidan, dia pasti sudah memikirkan dengan matang sebelum menjatuhkan pilihannya."
Jihan semakin tercengang, perasaannya campur aduk. Di satu sisi ia merasa lega sebab kedatangan kedua orangtua Aidan tak seperti apa yang dipikirkannya, namun disisi lain ia merasa bingung, terkejut dan benar-benar tidak menyangka jika ternyata dokter yang pernah menangani anaknya ketika demam ternyata diam-diam menaruh perasaan terhadapnya.
Pantas saja belakang ini Aidan begitu perhatian pada putranya, bahkan kerap menawarkan bantuan yang membuatnya merasa tidak enak hati. Ternyata ada maksud tertentu.
"Maaf, tapi saya tidak mempunyai hubungan apapun dengan Dokter Aidan," ucap Jihan.
"Iya, kami tahu, Aidan juga sudah cerita. Tapi, tidak ada salahnya kan, kamu mencoba? Gak baik loh menolak niat baik seseorang," ujar papa Denis.
"Masalahnya, saya baru beberapa bulan bercerai dan belum terpikirkan untuk menikah lagi."
Kini, papa Denis dan mama Kiara yang tercengang. Mereka saling melempar pandangan yang sama-sama terkejut mengetahui tentang status wanita yang disukai putra mereka ternyata seorang janda, kemudian serentak menatap Nayra seolah meminta kejelasan.
"Iya Tante, Om, dan ini anaknya Jihan," ucap Nayra sambil mengusap pucuk kepala Dafa yang duduk disampingnya.
Mama Kiara seketika menyandarkan punggungnya dengan ekspresi yang sulit diartikan, sementara papa Denis mengusap pelipisnya sambil mengatupkan bibirnya menahan senyum.
'Ya ampun Ai, kenapa tadi malam ceritanya cuma setengah-setengah sih?'
'Duh, anakku, rupanya kau mengikuti jejak papamu ini yang dulunya juga menyukai seorang janda. Bedanya dulu Kiara belum punya anak.'
Sepasang paruh baya itu berucap dalam hati. Semalam Aidan hanya bilang menyukai wanita yang bernama Jihan, tidak mengatakan statusnya yang seorang janda dan telah memiliki anak.
.
.
.
Biasanya Aidan akan singgah ke toko kue Nayra sepulang dari rumah sakit, tapi kali ini ia langsung pulang ke rumah setelah diberi tahu Nayra melalui sambungan telepon bahwa papa dan mamanya datang menemui Jihan.
Sesampainya di rumah, ia langsung menuju gazebo karena tahu betul kedua orangtuanya suka bersantai di sana saat sore hari.
"Tumben, pulang tepat waktu?" tanya mama Kiara, ekspresi wajahnya datar.
Aidan tak menjawab, ia mencium punggung tangan kedua orangtuanya lalu duduk disamping sang papa.
"Apa benar, tadi pagi Papa dan Mama datang menemui Jihan?" tanyanya.
"Iya, dan kami terkejut karena ternyata dia itu janda dan sudah punya anak. Kenapa kamu gak bilang sih dari awal?"
"Maaf Ma, Pa." Aidan menatap kedua orangtuanya penuh permohonan. "Tapi, itu sama sekali gak merubah restu mama dan papa, kan? Seharusnya kalian senang karena kalau aku nikah dengan Jihan, papa dan mama akan langsung mendapatkan cucu jadi tak perlu menunggu berbulan-bulan lagi untuk mendapatkan cucu."
Sepasang paruh baya itu terkekeh. "Ai, kami sama sekali gak keberatan sama status Jihan. Cuma masalahnya, Jihan bilang dia itu belum terpikirkan untuk menikah lagi," ucap papa Denis.
Aidan terdiam, itulah yang menjadi keresahan hatinya.
"Kalau kamu memang benar-benar serius sama dia, ya sepintar-pintarnya kamu aja gimana caranya agar kamu bisa mengambil hatinya. Mungkin dia masih ada rasa trauma dengan perceraiannya," ucap mama Kiara. Sebelum pulang, Nayra sempat menceritakan tentang obrolan Jihan dan Adi yang didengarnya. Dimana Jihan dimadu diam-diam, bahkan terusir dan tak mendapatkan hak yang seharusnya.
"Kalau kamu berhasil mendapatkan hati Jihan dan mau menerima kamu, papa akan membuatkan pesta pernikahan yang meriah," ucap papa Denis yang membuat Aidan langsung menatapnya dan tersenyum.
"Aku akan berusaha dengan keras!"
jangan seneng dulu ya Bu iren karena perangkap istri yang tersakiti itu lebih mengerikan 😏😏😏
pasti Jihan mau melakukan tes DNA secara diam-diam karena kalo secara langsung pasti tu ulat akan curiga..ya kan Jihan