Libelle Talitha, atau Belle, adalah gadis 17 tahun yang hidup di tengah kemewahan sekolah elit di Inggris. Namun, di balik kehidupannya yang tampak sempurna, tersembunyi rahasia kelam: Belle adalah anak dari istri kedua seorang pria terpandang di Indonesia, dan keberadaannya disembunyikan dari publik. Ayahnya memisahkannya dari keluarga pertamanya yang bahagia dan dihormati, membuat Belle dan ibunya hidup dalam bayang-bayang.
Dikirim ke luar negeri bukan untuk pendidikan, tetapi untuk menjauh dari konflik keluarga, Belle terperangkap di antara dua dunia. Kini, ia harus memilih: terus hidup tersembunyi atau memperjuangkan haknya untuk diakui.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tempat Tinggal Baru
Pagi harinya, Belle berdiri di depan jendela kamar, menatap langit yang kelabu. Dengan tekad yang baru, dia akhirnya memutuskan untuk berbicara dengan ayahnya. "Ayah, aku akan ikut bersamamu ke Jakarta," ucapnya, suaranya tenang meski hatinya bergetar.
Ayahnya, yang sedang duduk di meja makan, menatapnya dengan campuran kebahagiaan dan kelegaan. "Benarkah, Belle? Itu keputusan yang sangat baik," jawabnya, mencoba menahan senyum. "Aku akan menjaga dan membawamu ke tempat yang lebih baik."
Belle hanya mengangguk, namun di dalam hatinya, campuran rasa ragu dan harapan bertarung. Dia tahu bahwa keputusan ini bukanlah tanpa konsekuensi. Dengan perlahan, Belle mulai mengemasi barang-barangnya, memasukkan pakaian ke dalam koper dan mengatur semua yang bisa ia bawa. Namun, ada satu hal yang tidak bisa ia tinggalkan foto-foto bersama ibunya.
Dia mengeluarkan album foto dari dalam lemari dan membuka halaman-halaman yang menyimpan kenangan indah. Ada foto mereka berdua tersenyum di taman, saat ibunya mengajarinya memasak, dan saat mereka merayakan ulang tahunnya yang ke-10. Setiap gambar mengingatkannya pada cinta dan kebahagiaan yang pernah mereka bagi. Air mata mulai menggenang di matanya saat dia menatap wajah ibunya, merindukan pelukan hangat yang selalu bisa menenangkannya.
"Maaf, Bu," bisiknya. "Aku harus pergi. Tapi aku akan membawa semua kenangan kita bersamaku."
Belle dengan hati-hati menyimpan foto-foto itu dalam tas kecilnya, menjadikannya barang yang paling berharga dalam perjalanannya ke Jakarta. Dia tahu bahwa hidupnya akan berubah drastis, dan mungkin dia tidak akan pernah kembali ke tempat yang selama ini ia sebut rumah. Namun, meskipun demikian, dia bertekad untuk tidak melupakan ibunya dan semua yang telah diajarkannya.
Ketika semua barangnya siap, Belle keluar dari kamarnya. Dia melangkah perlahan menuju ruang tamu di mana ayahnya menunggu. Dia bisa merasakan ketegangan di udara, tetapi kali ini, dia berusaha untuk tidak memikirkannya terlalu dalam.
"Apakah semuanya sudah siap?" tanya ayahnya, mencoba menyemangatinya.
Belle hanya mengangguk. "Aku sudah mengemas semua barangku."
"Bagus," jawab ayahnya. "Kita akan berangkat setelah sarapan."
Setelah sarapan, Belle dan ayahnya pergi menuju mobil yang menunggu di depan. Saat mereka melangkah keluar, Belle menatap sekeliling rumah kecil yang telah menjadi tempat tinggalnya. Kenangan indah bersama ibunya menyelimuti pikirannya, dan meskipun hatinya berat, dia tahu sudah saatnya untuk melangkah ke babak baru dalam hidupnya.
Di dalam mobil, suasana menjadi hening. Belle memandangi jendela, menonton pemandangan yang berlalu. Setiap gedung, setiap pohon, setiap sudut jalan mengingatkannya pada masa lalu yang kini tinggal kenangan. Di sisi lain, ayahnya mengemudikan mobil dengan penuh konsentrasi, sesekali mencuri pandang ke arah Belle, berusaha menemukan kata-kata yang tepat untuk menenangkan anaknya.
Ketika mobil melaju meninggalkan rumah itu, Belle menghela napas dalam-dalam, mencoba menerima kenyataan bahwa hidupnya kini akan berada dalam naungan ayahnya dan dunia yang sama sekali baru Jakarta. Namun, di dalam dirinya, dia bertekad untuk tetap berpegang pada kenangan indah yang telah dia bangun bersama ibunya. Di saat yang sama, dia merasakan bahwa perjalanan ini bisa jadi adalah awal dari penemuan dirinya yang sesungguhnya.
***
Belle hanya menatap jalanan yang berlalu dari desa menuju kota, perasaannya campur aduk. Setiap detik dalam perjalanan mengingatkannya pada hidup yang telah ia tinggalkan, seakan-akan waktu berusaha memperlambat langkahnya. Namun, saat mereka akhirnya sampai di tujuan, Belle terkejut melihat gedung pencakar langit yang menjulang di hadapannya.
“Kenapa ayah membawaku ke sini?” tanyanya, penasaran sekaligus sedikit cemas.
“Ayo, kita masuk saja dulu. Nanti ayah akan menjelaskan,” jawab ayahnya, berusaha terdengar tenang meskipun ada ketegangan di antara mereka.
Belle mengikuti ayahnya memasuki gedung yang megah itu. Lobi yang luas dan elegan dipenuhi lampu gantung yang berkilauan dan perabotan mewah. Dalam hati, dia merasa ada sesuatu yang tidak biasa dengan tempat ini. Ketika mereka naik ke lantai teratas, Belle semakin merasa terasing. Pintu penthouse terbuka, dan dia melangkah masuk.
Pandangannya langsung tertuju pada interior yang luar biasa. Ruang tamu yang luas dihiasi dengan furnitur modern dan karya seni yang indah, serta jendela besar yang menawarkan pemandangan kota Jakarta yang menakjubkan. Namun, keindahan itu tidak mampu menutupi rasa aneh yang menggelayuti hati Belle.
“Ayah, jadi aku akan tinggal di sini?” tanyanya dengan suara bergetar.
Ayahnya mengangguk. “Ini adalah rumah barumu sekarang. Aku ingin kamu nyaman di sini.”
Belle menatap ayahnya dengan skeptis. “Sudah kuduga, ayah tidak mungkin membawaku ke rumahmu,” sindirnya ketus, mengekspresikan semua kemarahan dan kekecewaannya. “Apa aku hanya akan menjadi tamu di tempat yang tidak pernah bisa aku sebut rumah?”
“Aku tahu ini semua sulit bagimu,” jawab ayahnya, suaranya tertekan. “Tapi aku ingin melindungimu. Kamu tidak perlu bertemu dengan mereka… istri pertamaku dan anak-anak kami.”
“Jadi, ini semua tentang melindungi mereka, ya?” Belle menginterupsi, suaranya meninggi. “Kau tidak peduli tentang bagaimana perasaanku, kan? Semua ini membuatku merasa semakin terasing.”
Ayahnya terdiam, tidak bisa membantah. Dia tahu Belle berhak merasa seperti itu. Dia bisa merasakan betapa sakitnya kehilangan yang dialami putrinya. Namun, dia juga merasa bahwa ini adalah cara terbaik untuk menjaga jarak dari kehidupan yang rumit dan menyakitkan.
“Belle, aku berjanji akan melakukan yang terbaik untukmu,” ucapnya lembut, berusaha meraih tangan putrinya.
Belle menghindar, menatap ke luar jendela dengan air mata yang mulai menggenang di matanya. “Aku hanya ingin rumahku kembali. Ibu… Ibu tidak pernah membiarkan semua ini terjadi.”
Suasana di dalam penthouse menjadi semakin tegang. Belle menghela napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. “Kau tidak bisa memaksaku untuk merasa nyaman di sini. Aku perlu waktu untuk memahami semua ini.”
Ayahnya menundukkan kepala, merasa tidak berdaya. “Aku mengerti. Mari kita bicarakan semua ini nanti. Untuk sekarang, aku akan pergi. Ada beberapa hal yang perlu aku urus.”
Belle hanya mengangguk tanpa menatap ayahnya. Saat ayahnya pergi, Belle merasakan kesunyian menyelimutinya. Dia berkeliling penthouse yang megah itu, mencoba mencari sesuatu yang bisa mengingatkannya pada kehidupannya yang lama. Namun, semuanya terasa asing dan dingin.
Ketika Belle melihat foto-foto di dinding, dia menyadari tidak ada satu pun yang menggambarkan dirinya dan ibunya. Hatinya terasa perih. Dia tidak ingin tinggal di tempat yang seolah-olah menyingkirkan semua kenangan tentang orang yang paling dia cintai.
Dengan langkah berat, Belle menuju ke kamar tidurnya yang baru. Ruang itu luas, tetapi hampa. Dia duduk di tepi tempat tidur, meresapi semua yang terjadi. Tanpa disadari, air mata mulai mengalir di pipinya. Dia merindukan ibunya lebih dari yang bisa dia ungkapkan.
Dalam kesedihan dan kemarahan yang menggerogoti hatinya, Belle berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan berjuang untuk menemukan jati dirinya, meskipun terjebak dalam dunia yang tidak dia pilih. Di tengah kegelapan, dia berharap bisa menemukan cahaya yang membawanya kembali pada kenyataan dan kebahagiaan.
serta jangan lupa untuk mampir di ceritaku ya❤️
ada beberapa kalimat yang masih ada pengulangan kata..
contoh kyk ini: Belle berdiri di jendela di bawah langit.
jadi bisa d tata struk kalimatnya;
Belle berdiri di tepi jendela, menatap langit Inggris yang kelam
atau bisa juga Belle berdiri di jendela, memandang langit kelam yang menyelimuti Inggris.
intinya jgn ad pengulangan kata Thor, dan selebihnya udah bagus