HARAP BIJAK MEMILIH BACAAN, PASTIKAN UDAH PUNYA KTP YA BUND😙
Bosan dengan pertanyaan "Kapan nikah?" dan tuntutan keluarga perihal pasangan hidup lantaran usianya kian dewasa, Kanaya rela membayar seorang pria untuk dikenalkan sebagai kekasihnya di hari perkawinan Khaira, sang adik. Salahnya, Kanaya sebodoh itu dan tidak mencaritahu lebih dulu siapa pria yang ia sewa. Terjebak dalam permainan yang ia ciptakan sendiri, hancur dan justru terikat salam hal yang sejak dahulu ia hindari.
"Lupakan, tidak akan terjadi apa-apa ... toh kita cuma melakukannya sekali bukan?" Sorot tajam menatap getir pria yang kini duduk di tepi ranjang.
"Baiklah jika itu maumu, anggap saja ini bagian dari pekerjaanku ... tapi perlu kau ingat, Naya, jika sampai kau hamil bisa dipastikan itu anakku." Senyum tipis itu terbit, seakan tak ada beban dan hal segenting itu bukan masalah.
Ig : desh_puspita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30
Pagi-pagi sekali, Mahatma sekeluarga dikejutkan dengan datangnya sebuah undangan pernikahan. Dari penampilannya, ini jauh lebih mewah daripada undangan Gibran dan Khaira yang sudah dianggap paling mewah oleh mereka.
"Undangan siapa, Pa?"
Penasaran sekali, mereka tengah sarapan pagi dan hadirnya benda itu cukup membuat mereka terkejut tentu saja.
-Ibrahim Megantara & Kanaya Alexandra-
What? Melihat undangannya saja Khaira sudah menganga. Wanita itu bahkan menepuk wajahnya berkali-kali demi memastikan nama itu benar atau tidaknya.
"Syukurlah, Ibra benar-benar menikahinya," tutur Mahatma tersenyum lega.
Di antara mereka mungkin hanya Mahatma yang tersenyum dengan kabar baik Kanaya. Sementara yang lain tetap mencemooh dan justru merendahkan keputusan mereka.
"Kau walinya?" tanya Abygail menarik sudut bibir, tertera di undangan akad mereka lima hari lagi, namun sepertinya Ibra tidak mengabarinya mereka lebih sebagai keluarga.
"Najish, kau saja." Adrian mencela Kanaya sembari mengunyah sarapan paginya.
"Jaga bicaramu, Adrian ... ini adalah kabar baik yang seharusnya kalian syukuri."
Bersyukur untuk apa? Bagi Adrian apapun yang terjadi dalam hidup Kanaya mereka tak peduli sama sekali. Dan kini hadirnya undangan semewah itu justru menimbulkan pikiran negatif lainnya yang menganggap Ibra pasti berusaha membuat mereka takjub, pikir Adrian meremehkan mereka.
"Papa tidak sabar melihat Kanaya duduk bersanding bersama suaminya, sudah Papa katakan Ibra adalah anak yang baik," ucap Mahatma memang seyakin itu bahwa Ibra adalah seorang laki-laki yang tepat untuk Kanaya.
"Aku jadi penasaran, seberapa hebatnya pria itu."
Lain halnya dengan Adrian, Abygail justru memiliki keinginan untuk datang hanya demi memastikan bagaimana Ibra sesungguhnya. Entah kenapa bayangannya akan Ibra serendah itu, bahkan diundang sebagai orang lain Abygail merasa semakin tertantang untuk menghampiri mereka.
"Sama, Mas ... penasaran juga sebahagia apa dia, akhirnya menikah juga walau ya hahah hamil duluan," ejek Khaira sembari mengolesakan selai kacang di rotinya.
"Khaira!! Jaga bicaramu!!" bentak Mahatma tak suka, apa yang Khaira ucapkan menyakiti hatinya meski Mahatma adalah papa kandung Khaira.
"Memang benar begitu, Papa, iya kan, Ma?" Khaira meminta pembenaran dari Widya, dan mirisnya wanita itu justru setuju dengan perkataan Khaira.
"He-em, Mas, faktanya begitu mau gimana lagi," tutur Widya yang benar-benar membuat Mahatma kecewa luar biasa.
Mereka saling memberikan asumsi mereka terkait Ibra, bukan datang karena memang merasa bahagia, akan tetapi mereka penasaran bagaimana pesta pernikahan Kanaya bersama Ibra.
Diantara mereka, hanya Gibran yang justru terpaku dan menatap nama di undangan itu dengan wajah datarnya. Kenapa rasanya sakit sekali, apa begini dulu yang Kanaya rasakan, pikir Gibran merasa dunianya kini seakan runtuh.
Perihal kekayaan, di antara orang-orang di sini yang lebih dulu percaya Ibra itu kaya adalah Gibran. Karena sore itu dia melihat mobil yang Ibra gunakan ketika mengantar Kanaya, dan hanya melihat hal itu saja Gibran bisa menyimpulkan bagaimana keadaannya.
"Mas, kamu ikut kan?" tanya Khaira memecahkan lamunan Gibran, pria itu gelagapan dan mengangguk pelan.
-
.
.
.
"Cantik banget aduh bumil!!" teriak Lorenza mengagumi wajah ayu Kanaya yang sudah di hias sedemikian rupa hingga memperlihatkan bagaimana kecantikannya semakin terpancar.
"Bisa diem dikit nggak? Jaga bicaramu, Lorenza astaga!!" sentak Siska sembari mencubit Lorenza kuat-kuat, beruntung di sini tak begitu ramai, hanya ada salah satu MUA yang sepertinya tak mendengar ucapan Lorenza.
"Ups!! Kelepasan surry, btw Mamas Ibra dimana?"
Setelah hari itu, hari dimana Kanaya membuka perlahan semua hal yang dia tutupi dan menceritakan dengan detail apa yang terjadi, dua wanita itu justru tergila-gila pada Ibra tanpa Kanaya harus berusaha susah payah.
Bagaimana pandangan mereka terhadap Ibra berubah total. Bahkan Siska yang sempat meragukan Ibra mampu tanggung jawab atau tidak justru malu luar biasa ketika kini ia saksikan bagaimana Ibra memberikan semua kemewahan untuk pernikahannya bersama Kanaya.
"Nggak tau, Za, kamu belum lihat dia ya?"
"Belum, makanya ini tanya ... Haaaa Kanaya bener kan dugaanku dulu, Ibra tu bukan pria bayaran!!" ucap Lorenza sebahagia itu, dugaannya di awal nyatanya benar, keraguannya akan fakta bawa Ibra adalah pria bayaran akhirnya terbukti nyata.
"Iya sih, pria bayaran mana yang punya mobil dan jam tangan semahal itu, kenapa dulu aku nggak sadar ya, Za."
Kanaya hanya tersenyum mendengar pembicaraan kedua sahabatnya. Entah sampai kapan mereka selesai membahasnya, sejak dua hari lalu keduanya tergila-gila dengan sosok Ibra.
"Makanya itu, kamu sih pakek ngeggas bilang dia gilogo, untuk nggak marah," ucap Lorenza menghela napasnya kasar, jika saja Ibra marah, mungkin Siska sudah retak ginjalnya.
"Gigolo, Za." Siska membenarkan ucapan sahabatnya.
"Iya apapun itu, gigolo gilogi goligo goligolo atau apa sebutannya, intinya mas Ibra bukan cowok begitu kan."
"Kamu kenapa manggilnya mas Ibra sih, Za, dia calon suaminya Naya bukan kamu," sergah Siska karena merasa sahabatnya ini benar-benar aneh.
"Iya gak masalah kan!! Mas Ibra tuh lebiu unyu manggilnya."
Semangat sekali, Kanaya yang menikah tapi kedua sahabatnya yang bahagia luar biasa. Wanita itu memeluk Kanaya lagi dan lagi, rasanya sedih sekali senenarnya, tapi mau bagaimana menikah lambat laun mereka lalui satu persatu.
"Nay, keluarga kamu gimana?"
"Shuut, Za," bisik Siska pelan-pelan, sungguh sahabatnya ini tidak paham keadaan.
Sejak tadi Kanaya tak begitu tersenyum, ada luka di hatinya. Meski secantik apapun make-up di wajahnya, semewah apapun pestanya, entah kenapa masih ada luka dalam batin Kanaya.
"Ada kok, Ibra undang mereka, semoga saja hati mereka masih terbuka untuk lihat aku hari ini," tutur Kanaya menahan tangisnya, sedih tentu saja, tapi mau memaksakan Mamanya berada di sisi seperti pernikahan Khaira, rasanya tidak mungkin, pikir Kanaya.
**Tbc
Kado-kado!! Kawinan ini😙**