Tiara, seorang gadis muda berusia 22 tahun, anak pertama dari lima bersaudara. Ia dibesarkan di keluarga yang hidup serba kekurangan, dimana ayahnya bekerja sebagai tukang parkir di sebuah minimarket, dan ibunya sebagai buruh cuci pakaian.
Sebagai anak sulung, Tiara merasa bertanggung jawab untuk membantu keluarganya. Berbekal info yang ia dapat dari salah seorang tetangga bernama pa samsul seorang satpam yang bekerja di club malam , tiara akhirnya mencoba mencari penghasilan di tempat tersebut . Akhirnya tiara diterima kerja sebagai pemandu karaoke di klub malam teraebut . Setiap malam, ia bernyanyi untuk menghibur tamu-tamu yang datang, namun jauh di lubuk hatinya, Tiara memiliki impian besar untuk menjadi seorang penyanyi terkenal yang bisa membanggakan keluarga dan keluar dari lingkaran kemiskinan.
Akankah Tiara mampu menggapai impiannya menjadi penyanyi terkenal ? Mampukah ia membuktikan bahwa mimpi-mimpi besar bisa lahir dari tempat yang paling sederhana ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Titik.tiga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 18 : Jejak Samar dalam Gelap
Langit malam gelap, tidak ada bintang yang terlihat. Raka duduk gelisah di ruang tamu kecil rumahnya, menggenggam ponselnya erat-erat. Pikirannya dipenuhi kecemasan yang tak berkesudahan sejak Tiara, kakaknya, hilang tanpa jejak beberapa hari lalu. Wajah ibunya yang cemas dan berusaha tetap tenang hanya menambah beban di hatinya. Di luar, hujan mulai turun, mengguyur atap rumah dengan suara yang terdengar seperti irama tak teratur, seolah alam turut merasakan keresahannya.
Tiba-tiba, ponsel Raka berdering. Nomor tidak dikenal muncul di layar, namun tanpa ragu ia mengangkatnya. Suara berat di seberang telepon membuat Raka tertegun sejenak.
“Raka, ini Pak Samsul,” suara mantan satpam klub malam tempat Tiara dulu bekerja terdengar lemah. “Aku tahu di mana kakakmu berada.”
Raka terdiam sejenak. Jantungnya berdetak semakin cepat, sementara tangannya bergetar. "Apa? Maksud Pak Samsul? Di mana kakakku?!" seru Raka, nyaris tak mampu menahan rasa paniknya.
Pak Samsul menghela napas panjang, terdengar penuh kelelahan. "Tiara dan Putri… mereka disekap oleh Pak Mike. Mereka ada di sebuah gudang di tengah perkampungan di hutan. Aku tidak bisa mendekati tempat itu, terlalu berbahaya, tapi aku bisa memberimu petunjuk." Pak Samsul melanjutkan dengan suara yang terdengar penuh beban.
Raka merasakan seluruh tubuhnya meremang mendengar nama Pak Mike. Ia tahu siapa Pak Mike, mantan manajer klub malam tempat kakaknya bekerja, pria yang penuh dendam sejak Tiara meninggalkan tempat itu. Tapi Raka tidak pernah menyangka, dendam itu akan membawa kakaknya ke dalam situasi mengerikan seperti ini.
"Kenapa… kenapa dia menyekap Tiara?" tanya Raka, suaranya bergetar.
"Pak Mike marah karena Tiara dan beberapa karyawan lain pergi begitu saja dari klub malamnya. Kepergian mereka membuat usahanya nyaris bangkrut," jawab Pak Samsul dengan nada berat. "Dia ingin Tiara mengembalikan empat karyawan terbaiknya, terutama Mayang, karyawan yang paling berharga bagi Pak Mike. Dia berusaha membalas dendam."
Raka terdiam, menggigit bibirnya keras. Kemarahan mulai membakar dadanya, namun juga diselimuti rasa takut yang mendalam. “Aku akan ke sana. Aku akan menyelamatkan kakakku,” ujar Raka tegas, meskipun dalam hatinya ada keraguan besar. Bagaimana mungkin dia bisa melawan orang seperti Pak Mike?
"Tapi kamu tidak bisa pergi sendirian, Raka. Tempat itu dijaga ketat. Kamu butuh bantuan," kata Pak Samsul lagi.
Raka berpikir cepat. Orang-orang di sekitar sini tidak bisa diandalkan, tapi dia tahu ada satu orang yang mungkin bisa membantu, Diana, senior Kakanya saat bekerja di klub malam. Meski Raka tidak menyukai pekerjaannya, ia tahu bahwa Diana memiliki keberanian dan pengetahuan tentang dunia gelap di mana Tiara pernah terjebak. Raka tidak punya pilihan lain. Dengan perasaan bercampur aduk, ia memutuskan untuk menemui Diana.
Raka kemudian menelfon Diana, Diana lalu mengajak bertemu di sebuah kafe. Raka pun setuju, Raka pun langsung pergi ke kafe tersebut dengan penuh kepanikan.
Raka kemudian berdiri di depan sebuah kafe di pinggir kota. Tempat ini dipenuhi asap rokok, dan lampu kuning temaram menggantung di langit-langit, memberikan kesan suram. Di sinilah ia akan bertemu dengan Diana. Pintu kafe berderit ketika Raka masuk, dan ia segera mencari Diana di antara kerumunan orang yang sibuk dengan minuman dan percakapan mereka.
Akhirnya, ia melihat Diana duduk di pojok ruangan dengan seseorang yang membuat darah Raka mendidih, Pak Arif, mantan manajer di klub malam, orang yang menurut Raka bertanggung jawab atas kehancuran hidup Tiara. Mata Raka melotot dengan kemarahan yang langsung naik ke ubun-ubun.
Diana melihatnya dan melambaikan tangan. "Raka, kemari," panggilnya.
Raka mendekat, tetapi emosinya tak bisa ditahan. "Kenapa dia di sini?!" suaranya terdengar tajam, matanya memelototi Pak Arif yang duduk dengan tenang.
Pak Arif hanya mengangkat alis, tidak terganggu dengan sikap Raka yang meledak-ledak. Diana meletakkan tangannya di atas meja, mencoba menenangkan suasana. "Dengar, Raka. Pak Arif bisa membantu kita. Dia tahu lebih banyak tentang Pak Mike dan lokasi penyekapan kakakmu daripada siapa pun."
Raka menggelengkan kepala dengan tegas. "Aku tidak peduli! Hidup kakakku jadi seperti ini karena dia!" Raka menunjuk Pak Arif dengan penuh amarah. “Semua ini salahnya!”
Pak Arif akhirnya angkat bicara, suaranya tenang tetapi tegas. "Aku mungkin bersalah atas banyak hal, tapi kali ini aku di sini untuk menebus kesalahan. Jika kamu ingin menyelamatkan kakakmu, kamu harus mendengarkan."
Raka ingin berteriak, ingin melampiaskan semua kemarahan yang telah lama terpendam. Tapi ketika ia melihat ekspresi serius Diana dan betapa putus asanya situasi ini, ia akhirnya menelan emosinya. "Baik," katanya , meski suaranya masih penuh kemarahan. "Tapi jangan pikir aku akan memaafkanmu."
Diana menarik napas lega. "Kita tidak punya banyak waktu. Tiara dan Putri dalam bahaya, dan kita harus bergerak cepat."
Raka duduk dengan tubuh kaku, hatinya masih belum sepenuhnya menerima kehadiran Pak Arif. Namun, ia tahu bahwa menyelamatkan kakaknya jauh lebih penting daripada perasaan benci yang menggerogoti dirinya. "Apa rencana kita?" tanyanya akhirnya.
Diana mulai berbicara, menguraikan rencana penyelamatan yang telah ia susun dengan bantuan informasi dari Pak Arif. Setiap detil diperhitungkan dari jumlah penjaga hingga waktu yang tepat untuk menyelinap masuk ke gudang. Namun, saat Diana sampai pada bagian di mana ia menawarkan diri menjadi umpan untuk mengalihkan perhatian penjaga, Raka menolak mentah-mentah.
"Enggak! Kakak gak boleh jadi umpan. Terlalu berbahaya!" seru Raka, emosinya kembali meledak.
Diana menatap Raka dengan penuh keyakinan. "Ini satu-satunya cara. Kalau kita mau selamatin Tiara dan Putri, mesti ada yang mengalihkan perhatian penjaga disana. Aku orang yang tepat untuk itu. Aku udah lama berada di dunia ini, aku tahu bagaimana cara menghadapi mereka."
Raka menggigit bibirnya, merasakan perlawanan di dalam dirinya. Dia tidak ingin Diana dalam bahaya, tapi ia juga tahu bahwa mereka tidak punya banyak pilihan. Dengan hati yang berat, ia akhirnya mengangguk. "Baiklah. Tapi kalau terjadi apa-apa sama kakak…"
Diana tersenyum tipis, mencoba memberikan ketenangan pada Raka meski hatinya pun dipenuhi ketakutan. "Aku akan baik-baik aja. Yang penting kita selamatin Tiara dan Putri."