Saphira Aluna, gadis berusia 18 tahun yang belum lama ini telah menyelesaikan pendidikannya di bangku sekolah menengah atas.
Luna harus menelan pil pahit, ketika detik-detik kelulusannya Ia mendapat kabar duka. Kedua orang tua Luna mendapat musibah kecelakaan tunggal, keduanya pun di kabarkan tewas di tempat.
Luna begitu terpuruk, terlebih Ia harus mengubur mimpinya untuk melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi.
Luna kini menjadi tulang punggung, Ia harus menghidupi adik satu-satunya yang masih mengenyam pendidikan di bangku sekolah menengah pertama.
Hidup yang pas-pasan membuat Luna mau tak mau harus memutar otak agar bisa terus mencukupi kebutuhannya, Luna kini tengah bekerja di sebuah Yayasan Pelita Kasih dimana Ia menjadi seorang baby sitter.
Luna kira hidup pahitnya akan segera berakhir, namun masalah demi masalah datang menghampirinya. Hingga pada waktu Ia mendapatkan anak asuh, Luna malah terjebak dalam sebuah kejadian yang membuatnya terpaksa menikah dengan majikannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ina Ambarini (Mrs.IA), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dugaan
Selina kini sudah berada di ruang ICU, Khafi terlihat begitu setia menemani Selina.
Di luar ruangan, Ibu selina juga besannya masih juga menunggu dengan sabar.
Luna pun terlihat terpuruk, Khafi menyalahkannya atas apa yang terjadi pada Selina.
"Bu, Pak, maafkan Luna. Gara-gara Luna Ibu Selina jadi begini," ucap Luna dengan penuh penyesalan.
"Udah gak apa-apa, ini bukan salah Kamu. Dari pagi juga Saya lihat Lina seperti udah pucat. Dia sering menyembunyikan sakitnya dari Kita semua," ujar Bu Nuri.
Luna menunduk, terlihat Brian menghampiri Kakek Neneknya.
"Kek, Nek. Ini memang bukan salah Kak Luna, Aku dan Ica yang ngajak Kak Luna buat temenin Kita main dulu. Brian minta maaf, tolong bilang sama Papi kalau Kak Luna gak salah." Brian menuturkan.
Tiba-tiba saja, dari dalam terdengar Khafi yang berteriak memanggil Dokter. Entah apa yang terjadi pada Selina, namun tak lama seorang dokter yang ditemani seorang perawat berlari masuk ke dalam ruangan. Khafi keluar dari ruangan, raut wajahnya tampak begitu cemas.
"Khaf, ada apa?" Tanya Ayah Khafi.
"Tangan Lina tadi bergerak, Pah. Matanya juga sempat terbuka," ujar Khafi.
"Alhamdulillah. Semoga ini pertanda baik buat Lina," ucap Ibu dari Selina.
Khafi melirik sekilas ke arah Luna, lalu Ia berpaling dengan raut wajah penuh kekesalan.
Tak lama, dokter keluar.
"Dok, gimana Istri Saya?" Tanya Khafi.
"Alhamdulillah. Istri Bapak sudah melewati masa kritisnya, tinggal menunggu siuman saja." Dokter menuturkan.
Terdengar semua berucap syukur.
"Sebentar lagi Istri Bapak juga akan di pindahkan ke ruang rawat," lanjut dokter.
"Iya, terima kasih, Dok." Khafi berucap. Mereka kini menunggu Lina di pindahkan ke ruang rawat.
Setelah di ruang rawat, semua dapat menemui Selina. Brian dan Ica begitu senang melihat ibunya telah siuman, walaupun Lina tampak masih begitu lemah.
"Mami, maafin Brian sama Ica. Gara-gara Kita pulang telat, Mami jadi kayak gini." Brian meneluk erat ibunya.
"Brian. Ini bukan salah Kamu, Mami emang lagi drop aja. Lagipula Mami gak terlalu khawatir kok karena Kamu di jaga sama Kak Luna," papar Selina.
"Lina. Aku gak suka Kamu terlalu percaya sama Dia, Kamu kayak gini itu gara-gara Dia!" Seru Khafi yang masih menyalahkan Luna atas apa yang menimpa istrinya.
"Mas. Ini bukan salah Luna, Aku gak suka Kamu salahin Dia. Aku yakin Luna orang baik," bela Selina.
Luna masih menunduk, Ia tak tahu harus bersikap seperti apa untuk membalas kebaikan Selina.
Dokter pun datang, Beliau membawa hasil analisanya terhadap penyakit Selina.
"Maaf, Pak, Bu. Saya ingin menjelaskan tentang penyakit yang di idap oleh pasien," ujar sang Dokter.
"Jadi gimana, Dok? Apa yang membuat Istri Saya drop seperti ini?" Tanya Khafi.
"Sebelumnya Saya ingin bertanya pada Istri Bapak, apa selama ini Istri Bapak masih rutin mengkonsumsi obat yang Kami resepkan?" Tanya Dokter.
Khafi menoleh ke arah Istrinya, dan terlihat meminta jawaban.
"Saya rutin minum obat, Dok. Bahkan Saya menambahkan vitamin untuk menambah nafsu makan, karena akhir-akhir ini Saya tidak nafsu makan." Lina menuturkan.
"Vitamin apa namanya, Bu?" Tanya Dokter.
"Aku gak tahu namanya, tapi vitamin itu di beri oleh teman Saya, Dok. Dan rencananya juga teman Saya mau belikan obat yang katanya bisa membantu mempercepat pemulihan." Selina lanjut menjelaskan.
"Yuke ngasih apa sama Kamu?" Tanya Khafi.
"Saya sarankan, sebaiknya jangan banyak konsumsi obat-obatan yang tidak Kami resepkan. Takutnya dosisnya tidak sesuai," saran Dokter.
"Tuh, apa Mamah bilang. Dari pertama si Yuke itu pengen ngasih obat ke Kamu, Mamah gak setuju. Mamah takut Dia kasih obat yang sembarangan, gak jelas!" Seru Bu Nuri.
"Kalau yang Saya analisa, kondisi Ibu itu tidak banyak perubahan. Seperti tidak pernah mengkonsumsi obat yang Kami resepken," ujar Dokter.
Semua tampak terdiam, dan mencerna apa yang di ucapkan oleh dokter itu.
"Apa mungkin, Yuke ngasih obat kosong atau palsu ke Lina?" Duga Ibu Khafi.
"Obat kosong? Maksud Mamah?" Tanya Lina.
"Iya, kayak mungkin isi dari kapsulnya itu di buang. Mamah bukannya mau berprasangka buruk sama Yuke, tapi sikap Yuke sendiri yang bikin Mamah ilfeel sama Dia." Bu Windi terang-terangan mengungkapkan ketidaksukaannya pada Yuke.
"Tapi buat apa Yuke lakuin itu?" Tanya Selina.
"Buat jadi Mami baru," sela Ica.
Semua menoleh, mempertanyakan apa yang diucapkan oleh Ica.
"Maksud Ica apa ngomong kayak gitu?" Tanya Khafi.
Ica tampak menunduk, lalu Ia menoleh ke arah Luna. Luna yang tahu cerita itu, langsung mendekat ke arah Ica dan memeluk anak majikannya itu.
"Waktu itu, Tante Yuke pernah bilang kalau Mami gak akan sembuh. Terus Tante Yuke juga bilang, kalau Mami akan meninggal dan akan jadi Ibu baru buat Ica dan Kak Brian." Ica berucap apa adanya.
"Apa?" Semua tampak terkejut, dan rasa curiga kini mencuat tertuju pada Yuke.