Sebagai satu-satunya penerus keluarga Parker, Justin Midas Parker dikenal dengan sikap dingin dan kejamnya namun memiliki trauma terhadap sentuhan fisik. Haphephobia yang dialaminya sangat parah sehingga dia tidak bisa bersentuhan bahkan dengan keluarga nya sendiri.
Suatu hari, saat Justin sedang melakukan terapi pengobatan, ia tanpa sengaja bertemu dengan dokter wanita yang berhasil menyentuhnya tanpa membuat penyakitnya kambuh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NisfiDA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20-Merasa Muak
Justin sedang dalam perjalanan menuju ruangan Hazel. Namun pikiran nya terus tertuju pada Elora yang bersikap dingin dan berusaha untuk menghindari nya tadi. Hati nya berdenyut nyeri walau tidak ia tunjukan melalui raut wajahnya.
Tak terasa Justin melihat Jonas berhenti di salah satu ruangan yang di jaga oleh beberapa petugas kepolisian.
Jonas langsung membuka pintu, dan mempersilakan Justin untuk masuk. Namun sebelum ia masuk, Justin berusaha menormalkan perasaan nya agar dia bisa fokus kepada Hazel.
Jonas dengan setia menunggu tuan nya untuk masuk lebih dulu.
Justin pun akhirnya masuk lalu disusul Jonas. Dapat ia lihat jika Hazel sedang duduk diatas brankar nya.
" Ju. " seru Hazel dengan wajah bahagia saat melihat kedatangan Justin.
Justin hanya menganggukkan kepalanya saja tidak menjawab sapaan Hazel sama sekali. Pria itu berjalan mendekat pada brankar Hazel tanpa menghiraukan Caserio dan Amelia yang berdiri di samping Hazel.
" Bagaimana keadaan mu? " tanya Justin dengan nada datarnya.
" Masih cukup lemas, tapi saat melihat kedatangan mu aku seperti mendapatkan tambahan energi. "
Justin hanya menatap Hazel tanpa menjawab. Lalu dia beralih kepada sepasang suami istri yang terus memperhatikan nya sejak tadi.
" Tuan dan nyonya Easton, maaf jika aku bersikap tidak sopan. Tapi bisakah kalian memberiku waktu untuk bicara berdua dengan Elle? " tanya Justin dengan raut wajah datar.
Caserio dan Amelia saling bertatapan namun akhirnya mereka mengangguk bersamaan meski rasa penasaran itu menghantui mereka.
" Baiklah tuan Parker, silakan bicara dengan nyaman. Aku titip putriku padamu. " ucap Caserio setelahnya dia mengajak sang istri untuk keluar.
Jonas juga ikut keluar, karena dia mengerti jika yang ingin di bicarakan oleh tuan nya adalah hal yang cukup privasi.
" Jadi apa yang ingin kamu bicarakan kepadaku hm?". tanya Hazel dengan lembut setelah hanya ada mereka berdua disana.
Justin menatap datar kepada Hazel.
" Apa yang sebenarnya kau pikirkan saat melukai dirimu seperti ini? "
Hazel menundukan kepala nya, dia memilin jari-jari lentiknya itu.
"Aku frustasi karena kau berubah kepadaku, terlebih semua itu karena dokter penggoda itu. " jawab Hazel.
Justin mengeraskan rahang nya saat mendengar Hazel mengatai Elora seperti itu.
" Tidak ada satu wanita pun yang bisa menggoda ku. Termasuk Elora. " ujar Justin dengan nada dingin.
Hazel mengangkat wajahnya, dia menatap tepat ke mata Justin.
" Apa maksud mu, kamu lah yang tertarik dengan nya? " tanya Hazel denga mata yang mulai berkaca-kaca.
Justin terdiam. Dia sendiri juga tidak tau bagaimana perasaan nya pada Elora. Namun yang dapat ia pastikan, dirinya sangat nyaman saat bersama dokter muda itu.
Hazel melihat Justin hanya diam. Hati nya kembali merasa nyeri. Hazel tersenyum kecut, lalu dengan kasar menghapus air mata nya yang sudah membasahi wajah nya.
" Kalau kau datang kesini hanya untuk membahas wanita itu, kau sangat keterlaluan, Ju. " ujar Hazel yang memalingkan wajahnya ke arah lain. Dia tidak sanggup jika harus menatap Justin yang sangat dingin kepada nya.
" Aku harap kau jangan lagi berlebihan tentang kedekatan kita. Terlebih kau menyerang Elora seperti kemarin. Karena hal itu sekarang dia menghindariku. " ujar Justin tanpa memperdulikan Hazel yang mulai menangis.
" Kalau begitu pergilah. Cari dan datangi dokter itu, lakukan apapun yang kalian inginkan. Seharusnya aku mati kemarin, agar tidak mendengar hal ini darimu. "
Bibir Hazel bergetar menahan isak tangisnya. Dia menggenggam selimutnya dengan erat, berusaha menahan diri agar tidak meledak di hadapan Justin.
" Dan seharusnya aku tidak bertemu dengan mu. Penantian ku bertahun-tahun ternyata adalah hal yang sia-sia. " lanjut Hazel.
Justin menatap Hazel tidak sedingin tadi. Entah kenapa dia cukup merasa tersentuh dengan kesedihan yang Hazel rasakan saat ini.
" Tapi belum ada hal yang benar-benar bisa menjadi bukti jika kau adalah Elle yang dulu. " ucap Justin. Pria itu tetap berdiri di samping brankar Hazel.
Hazel kembali menatap Justin, " bukan tidak ada bukti. Tapi hatimu yang membantahnya, Ju. Karena kehadiran dokter itu, kau tidak lagi memerlukan aku. "
" Tapi kau berbeda dengan Elle yang dulu. "
" Ya, karena aku berusaha agar menjadi lebih kuat dan tidak lagi manja seperti dulu. Tapi ternyata aku salah, kau membuatku merasa jika aku bukan lah orang yang sedang kau tunggu kehadiran nya. " ucap Hazel dengan tatapan sendu. Hati nya benar-benar merasa sesak karena semua ucapan Justin.
" Selama aku belum menemukan bukti yang akurat, aku tidak akan mengakui mu sebagai Elle ku. " Justin terlihat melirik kearah arloji nya.
" Kalau begitu, kau juga bukan Justin ku yang dulu. Dia berbeda dengan kau yang sekarang. Dulu dia selalu mendengarkan dan mempercayai apa yang aku kata kan. Bahkan dia tidak pernah menolak permintaan ku. Dan Justin yang berdiri di hadapan ku saat ini adalah pria arogan yang egois. "
Justin merasa sakit saat mendengar ucapan Hazel. Apa benar dia sudah berbeda dengan dirinya yang dulu? Dan kenapa Hazel sangat mengetahui tentang dirinya di masa lalu? Apa benar jika wanita itu adalah Elle yang sebenarnya. Banyak pertanyaan yang tiba-tiba muncul di kepala Justin, dan itu cukup.membuat kepala nya sakit.
" Pergilah, aku tidak ingin membahas apapun lagi dengan mu. " usir Hazel pada Justin. Dia langsung merebahkan dirinya dan memejamkan mata.
Justin menghela napas, " aku pergi dulu. " ucap Justin seraya beranjak pergi.
Hazel tidak menyahut, namun tubuh wanita itu bergetar karena menangis. Dia berpikir jika apa yang ia lakukan kemarin akan membuat Justin merasa bersalah, tapi justru yang ia dengar adalah hal yang membuat nya sakit hati.
" Kau benar-benar berubah, Ju. " lirih Hazel di sela tangis nya.
***
Di tempat yang berbeda, tepatnya di salah satu bandara, terlihat Elora yang sedang berjalan untuk masuk ke dalam pesawat karena sudah mendapat pemberitahuan keberangkatan sebelum nya.
Elora langsung mencari tempat duduknya sesuai dengan yang tertera di tiketnya. Setelah menyimpan tas jinjing miliknya, Elora langsung mendudukan diri. Dia memilih kursi tepat di samping jendela. Dia berniat untuk menikmati pemandangan dari dalam pesawat.
Karena ia menaiki bussiness class, Elora hanya duduk seorang diri. Dia mulai memakai earphone nya dan menyetel musik klasik yang membuat hati nya jauh lebih baik.
Elora memejamkan mata, namun tiba-tiba bayangan wajah Justin melintas di kepala nya. Elora langsung membuka mata, dia merutuki dirinya sendiri kenapa bisa memikirkan pria itu disaat seperti ini.
Elora mengurungkan niatnya untuk tidur, dia melihat ke arah jendela. Dimana pesawat mulai bergerak untuk mengudara.
Elora berusaha menikmati perjalanan nya, namun hati nya merasa gelisah walau dia tidak tau karena apa.
Selama 2 jam di pesawat, Elora menyibukan dirinya dengan membaca buku sembari mendengarkan musik. Hingga tak terasa pesawat yang ia tumpangi sudah mendarat di bandara Internasional Toronto Pearson.
Elora sama sekali tidak mengabari kedua orangtua nya jika ia akan pulang. Dia ingin memberi kejutan kepada mereka.