Dipinang adiknya, tapi dinikahi kakaknya. Loh!! Kok bisa? Terdengar konyol, tapi hal tersebut benar-benar terjadi pada Alisya Mahira. Gadis cantik berusia 22 tahun itu harus menelan pil pahit lantaran Abimanyu ~ calon suaminya jadi pengecut dan menghilang tepat di hari pernikahan.
Sebenarnya Alisya ikhlas, terlahir sebagai yatim piatu yang dibesarkan di panti asuhan tidak dapat membuatnya berharap lebih. Dia yang sadar siapa dirinya menyimpulkan jika Abimanyu memang hanya bercanda. Siapa sangka, di saat Alisya pasrah, Hudzaifah yang merupakan calon kakak iparnya justru menawarkan diri untuk menggantikan Abimanyu yang mendadak pergi.
*****
"Hanya sementara dan ini demi nama baikmu juga keluargaku. Setelah Abimanyu kembali, kamu bisa pergi jika mau, Alisya." ~ Hudzaifah Malik Abraham.
Follow ig : desh_puspita
******
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30 - Siapa Yang Mendahuluiku? - Hudzai
"Da-darah?"
Hudzai mengangguk, dia menggigit bibir bawah sebelum kemudian kembali menatap sang istri. Tatapan tak terbaca yang Hudzai layangkan membuat Alisya berdegup tak karu-karuan.
Pada akhirnya, yang sejak lama dia takutkan terjadi juga. Sang suami mempertanyakan noda da-rah yang biasanya disangkut pautkan dengan perawan di malam pertama.
Dan, untuk pertanyaan itu Alisya tidak mampu menjawab. Selama Hudzai belum kembali bicara, dia akan terus terdiam sembari menatap sendu wajah sang suami.
"Abi bilang mahkota itu di kepala, tapi sepertinya suamiku menafsirkan berbeda," batin Alisya dengan perasaan remuk redam, tak dia duga Hudzai akan sejeli ini.
Sementara di sisi lain, Hudzai masih terus disibukkan dengan pertanyaan yang ada di benaknya. Jujur dia akui, sebenarnya tidak ada pengalaman untuk mengerti perawan atau tidaknya.
Pun tentang da-rah, Hudzai juga tahu bahwa tidak semua wanita punya. Hal semacam itu bukan patokan perawan atau tidaknya, tapi entah kenapa Hudzai merasa begitu ingin mempertanyakannya.
Cukup lama dia berpikir, hingga sejenak menghela napas panjang dan mengulas senyum hangat.
Alisya yang berada dalam pelukannya jelas saja dibuat bingung kenapa Hudzai justru terlihat santai setelah sempat membuat takut sebelumnya.
"A?"
"Iyaa?"
"Aa' kenapa?"
"Tidak, bingung saja ... tadi kupikir sampai penda-rahan karena kamu terlihat kesakitan," jawab Hudzai tersenyum tengil dan lanjut membawa sang istri ke kamar mandi.
Tidak ada yang aneh setelah Hudzai bertanya, dia terlihat baik-baik saja dan ketika tiba di kamar mandi juga demikian. Hudzai yang tadinya bahkan malas untuk sekadar diajak berwudhu kini bersedia mandi lebih dulu.
Selama mandi sikapnya begitu hangat, mungkin karena sudah bersentuhan. Dia juga tampak tak begitu canggung bahkan terang-terangan mendekap sang istri di bawah guyuran air.
Anehnya, melihat Hudzai yang seperti ini Alisya mendadak tak enak hati. Tidak tega andai benar-benar harus dibohongi, dia juga takkan selamanya betah bersembunyi.
"A'_"
"Sorry ... kelamaan ya peluknya, kamu dingin?" tanya Hudzai sembari melepaskan dekapannya.
Alisya yang dikuasai ketakutan juga iya-iya saja, seolah tak punya daya untuk bicara dan niat yang tadi sudah sebulat itu mendadak dia urungkan segera.
Dia pikir, mungkin akan lebih baik nanti, setelah mandi atau menjelang tidur. Tidak mungkin juga dia akan membahas hal seserius itu di dalam kamar mandi.
Kebetulan memang sudah dingin, mandi berdua ternyata membuatnya semakin lama saja. Tidak bebas bergerak dan malu karena belum terbiasa bagi Alisya.
Pasca penyatuan itu terjadi, Alisya memang merasakan perbedaan yang luar biasa dari Hudzai. Menyentuhnya seolah tidak lagi ada kecanggungan, pria itu sangat perhatian bahkan untuk jalan sendiri tidak diizinkan.
Hudzai berpikir jika istrinya kesakitan, karena menurut yang dia ketahui orang-orang bahkan sulit berjalan. Entah karena orang itu melebih-lebihkan atau memang benar, tapi sebagai suami dia tidak ingin mengabaikan hal ini begitu saja.
"Kamu tunggu di sini, jangan kemana-mana ya," tutur Hudzai usai menurunkannya dan berlalu menuju lemari pakaian.
Langkah Hudzai terlihat tergesa-gesa, mungkin karena sebelumnya Alisya sempat mengatakan bahwa dirinya kedinginan.
Tak hanya itu, saat berganti pakaian juga dibantu. Alisya sudah seperti tengah sakit keras saja, dia bahkan malu sebenarnya.
"Kenapa sih pakai ditutup-tutup begitu?" tanya Hudzai tersenyum tipis sembari terus menatap lekat manik indah istrinya.
"Malu, A'." Alisya menjawab begitu lembut, merdu dan begitu menenangkan di telinganya.
Jelas saja hal itu membuat Hudzai tertawa pelan. Alih-alih peduli tentang rasa malu Alisya, dia justru menepis tangan sang istri dan kembali mengambil alih tugas mengancingkan piyamanya.
"Sama suami kenapa malu? Kita seumur hidup akan begini tahu," ungkap pria itu seketika membuat Alisya terharu.
Percayalah, perlakuan Hudzai malam ini membuat Alisya merasa begitu disayang dan berharga. Jiwanya semakin merasa bersalah andai pria sebaik ini harus dia bohongi selamanya.
Selama belum bicara dia terus-terusan resah. Hingga setelah keduanya bersiap untuk tidur, Alisya menarik pergelangan tangan sang suami.
"A' tunggu."
"Heum? Kenapa? Mau lagi?" goda Hudzai yang tak membuat wajah Alisya memerah, tapi justru matanya membasah.
"Bukan."
"Lalu?"
"Neng mau bicara," ucapnya mengangkat wajah dan saat itulah, Hudzai tahu sang istri tengah menangis.
.
.
"Sya? Kamu kenapa? Apa aku berlebihan? Hem?" Hudzai mendekat, perlahan mengikis jarak dan menyeka air mata Alisya yang lancang berjatuhan.
Alisya menarik napas dalam-dalam, berat sekali rasanya dia mengatakan hal ini. Akan tetapi, rasanya dia tidak bisa menunggu lebih lama lagi.
Lambat laun memang harus jujur, Hudzai berhak tahu karena dia suaminya. "A' Neng_"
"Apa? Katakan ... apa yang membuatmu sampai menangis?" tanya Alisya masih dengan tutur kata yang selembut sutra, lembut sekali dan memang siapapun rasanya tak tega jika dia harus dibohongi.
"Tapi, Aa' bisa janji tidak marah dan meninggalkanku setelah ini?" tanya Alisya meraih jemari sang suami dengan harapan bisa memegang janjinya.
"Hem, apa, Sya?" tanya Hudzai berusaha berpikir positif walau perasaannya sudah begitu tak enak hati.
Alisya sejenak menyeka air matanya, di sela isakan tangis dia baru berani berucap. "Neng sudah tidak suci lagi," akunya dengan suara terputus-putus.
Terdengar sesakit itu tatkala dia bicara. Disertai tetesan air mata, Alisya membuka rahasia yang sejak dulu juga menjadi rahasia keluarga Sean.
Hudzai yang mendengar kini terdiam, dunianya bak berhenti seketika. Tenaganya musnah, jiwanya terasa hampa dan tangan gemetar.
Pengakuan Alisya bak anak panah yang menembus jantungnya. Hudzai sampai bingung hendak berkata apa, hingga yang dia lakukan hanya diam.
Air mata Alisya tak lagi dia seka, seolah dia biarkan begitu saja karena di sisi lain, matanya juga sudah membasah.
Hudzai terlahir sebagai perasa, jelas dia terbawa suasana. Genggaman tangan Alisya kian erat, tapi Hudzai tak mampu balik menggenggamnya.
"A' ... Neng minta maaf, seharusnya jujur dari awal, tapi_"
"Siapa orangnya?" tanya Hudzai singkat, suaranya terdengar berbeda manakala memotong pembicaraan sang istri.
Tatapannya juga demikian, datar dan penuh kekecewaan. "Katakan, siapa yang mendahuluiku, Alisya!!" tanya Hudzai meninggi dan kali ini terdengar memang marah.
Terbukti dengan caranya melepaskan genggaman Alisya dan menjauh beberapa langkah. Tak bisa dipungkiri, Hudzai mungkin hancur mendengarnya.
Pria itu mengusap kasar wajahnya dan menarik rambut kuat-kuat. Dia mengembuskan napas kasar dan berusaha menahan tangisnya.
Dari jarak tak begitu jauh, dia berbalik dan tersenyum getir sembari menatap Alisya penuh tanya.
"Alisya katakan!! Abimanyu kah?" tanya Hudzai dengan dada naik turun demi berusaha agar amarahnya tidak meledak-ledak.
Sama seperti sebelumnya, Alisya menggeleng karena jujur dia juga tidak tahu sebenarnya.
Seketika, respon Alisya membuat Hudzai semakin menerka-nerka apa yang terjadi sebenarnya. "Oh, jadi ini alasan Abimanyu meninggalkanmu di hari pernikahan?"
.
.
- To Be Continued -