Ceo duda dengan gadis sudah biasa, tapi Ceo janda dengan berondong baru luar biasa.
Zayn Albert, seorang pria tampan dengan segala kesederhanaannya. Ia harus membiayai sang nenek yang menjadi penderita kanker. Zayn membutuhkan banyak biaya, sehingga dia memutuskan untuk mencari pekerjaan dengan gaji yang lebih tinggi.
Tak di sangka, ia justru malah bertemu dengan Shea Lexix Wiratama. Seorang Ceo cantik yang merupakan janda anak dua. Zayn niatnya ingin melamar kerja, tetapi salah satu anak dari wanita itu justru menawarkan sang mommy padanya.
"Angkel, Angkel mau nda cama Mommy Kai? Mommy kai Janda." Ujar Kai dengan mata bulat menggemaskan.
"Om disini mau lamar kerja, bukan lamar jadi bapakmu Cil." Ringis Zayn.
Zayn akui, ibu dari anak kecil itu sangat cantik. Tapi, Zayn tahu diri. Dia datang hanya untuk melamar kerja. Namun, tak di sangka. Ceo cantik itu justru mengatakan sesuatu padanya.
"Kamu di terima."
"Terima kasih Bu! Terima ka ...,"
"Jadi suami saya."
"Hah?!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tangisan Zayn
D4da Shea terasa sesak, ia turut merasakan kesedihan yang di alami oleh Zayn. Tatapan matanya teralihkan pada Zayn yang berdiri di sisi brankar seraya menggenggam tangan sang nenek. Shea bertanya-tanya, apakah Zayn hanya berdua saja dengan neneknya? Dimana keluarganya yang lain? Namun, pertanyaan itu hanya bisa Shea simpan dalam hatinya.
Zayn menempelkan punggung tangan sang nenek pada pipinya, pria itu menatap sendu ke arah wajah neneknya yang tampak lemah. Beberapa alat medis terpasang rapih di tubuh neneknya, termasuk masker oksigen. Neneknya mungkin lelah dengan penyakitnya, ia mungkin memaksa bertahan karena adanya Zayn.
"Nenek, katanya nenek mau lihat Zayn sukses. Punya rumah, punya mobil, nanti Zayn belajar nyetir mobil dulu tapi. Makanya, Nenek sehat dulu. Zayn gak minta apa-apa, Zayn cuman mau nenek sehat lagi kayak dulu hiks ...." Isak Zayn.
Di saat asik menangis, sebuah tepukan lembut di bahunya membuatnya terkesiap. Ia segera menghapus air matanya dan menoleh ke belakang. Dimana, Shea menatapnya dengan tatapan sendu. Zayn mencoba tersenyum, menyembunyikan ekspresi sedihnya.
"Bu Bos bisa pulang, terima kasih sudah mengantar saya kesini." Pinta Zayn. Ia merasa tak enak, karenanya Shea harus mengantarnya kesini.
"Eum ... dimana orang tua kamu? Apa mereka enggak ikut nungguin nenek kamu di rumah sakit?" Bukannya mengiyakan Shea justru bertanya tentang orang tua Zayn yang sedari tadi membuat Shea bertanya-tanya.
"Saya hanya tinggal sama nenek." Jawab Zayn dengan singkat dengan tatapan yang sendu.
Shea tak bertanya-tanya lagi, ia menatap Zayn yang mengelus lengan sang nenek. Ruang rawat Nenek Dian di isi oleh tiga pasien. Tentunya, ruangan itu sangat sempit. Apalagi, Nenek Dian membutuhkan perawatan yang lebih baik lagi dari ini.
"Maaf, ini surat rujukannya. Silahkan anda tanda tangan." Seorang suster datang dan menyerahkan sebuah kertas pada Zayn. Dengan cepat, Zayn menandatanganinya tanpa pikir panjang.
"Baik, terima kasih. Kami sedang menghubungi rumah sakit tujuan dan sedang menunggu konfirmasi dari sana." Ujar suster itu yang di balas anggukan oleh Zayn. Setelah mendapatkan tanda tangan Zayn, suster itu pun pamit pergi dan membawa kertas yang telah pria itu tanda tangani.
Suasana hening kembali, Zayn dan Shea sama-sama terdiam. Keduanya memikirkan hal yang berbeda, tak ada satu dari keduanya yang berniat berbicara. Sampai tiba-tiba, Zayn merasakan ada elusan di tangannya. Pria itu menundukkan kepalanya, ia melihat neneknya tengah menatap ke arahnya dengan tatapan yang sendu.
"Nenek! Sebentar, Zayn panggilkan dokter!" Seru Zayn dengan senyuman di bibirnya. Kesadaran Nenek Dian, membuat semangatnya kembali pulih.
Sepeninggal Zayn, Shea pun berdiri tepat di sisi brankar wanita paruh baya itu. Melihat keberadaan Shea, Nenek Dian tersenyum tipis. Ia menatap wanita di sisinya itu dengan tatapan lembut. "Apa kamu kekasih Zayn?" Tanya nenek Dian dengan suara yang sedikit kurang jelas. Namun, Shea dapat mendengar apa yang Nenek dian katakan padanya.
"Cantik." Lirih Nenek Dian yang membuat Shea tersenyum malu.
Wanita paruh baya itu lalu menarik masker oksigennya, tangan keriputnya terangkat dan menggenggam tangan Shea dengan lemah. Shea pun berusaha untuk merendahkan tubuhnya, dia menangkap jika Nenek Dian tengah berusaha berbicara sesuatu padanya dengan susah payah. Nafasnya terdengar lebih cepat dari orang normal biasanya.
"Boleh Nenek minta sesuatu?" Tanya Nenek Dian dengan suara bergetar dan lirih.
"Nenek mau apa?" Tanya Shea dengan senyuman tipis di bibirnya.
Mata Nenek Diam menatap lekat ke arah Shea, sorot matanya yang seperti itu membuat Shea merasa gelisah. Namun, ia berusaha untuk tetap tenang dan menatap Nenek Dian dengan raut wajah lembutnya.
"Jangan biarkan Zayn mengetahui siapa orang tuanya. Kalau dia tahu. ...." Nenek Dian menjeda ucapannya seraya menahan sakit di perutnya, ia bahkan mengigit bibirnya untuk menyalurkan rasa sakit yang ia rasakan.
"Jangan terlalu banyak bicara Nek, kita bisa bicara lagi nanti." Pinta Shea dengan suara bergetar, ia khawatir dengan keadaan Nenek Dian. Shea tidak tahu, apa yang Nenek Dian katakan dan apa yang wanita baya itu maksudkan. Ia sangat panik kala melihat Nenek Dian yang kesulitan bernafas.
Zayn belum kunjung kembali, membuat Shea tak sabar. Ia berniat akan pergi menyusul Zayn, tetapi tiba-tiba Nenek Dian menahan tangannya dan menatapnya dengan mata yang terlihat merah berkaca-kaca. Melihat itu, Shea merasa sedikit takut. Dia mengkhawatirkan kondisi Nenek Dian saat ini.
"Nenek, Shea akan menyusul Zayn. Dia lama sekali memanggil dokternya, kemana dia." Ujar Shea dengan gusar.
"Dia akan membenci kelahirannya." Ujar Nenek Dian dengan suaranya yang hampir habis.
"NENEK!"
Shea terkejut dengan kedatangan Zayn, ia segera menjauh dan membiarkan Zayn mendekat pada neneknya. Dokter datang dan segera memeriksa kondisi Nenek Dian yang terlihat semakin lemah. Shea tak bisa mengatakan apa-apa untuk saat ini, ia hanya diam dan menunggu pemeriksaan dokter.
"Ambulans sudah siap, kita akan segera merujuknya sekarang." Ucap dokter itu yang di balas anggukan oleh Zayn.
"Jangan Zayn, jangan." Kali ini, Nenek Dian meraih tangan Zayn dan menatap cucinya itu dengan sorot mata yang lemah. Zayn menahan tangisnya, ia berusaha untuk terlihat kuat di depan neneknya itu.
"Nenek jangan khawatir, Zayn punya uangnya. Zayn temani nenek berobat yah, biar nenek sembuh dan bisa sehat lagi." Bisik Zayn.
"Nenek capek." Lirih Nenek Dian.
Zayn menggeleng ribut, "Nenek gak boleh capek hiks ... Nenek gak kasihan sama Zayn?! Zayn masih butuh Nenek hiks ...." Isak Zayn yang tak kuasa menahan tangisnya. Siapapun yang mendengar tangis pria itu, pasti turut merasakan kesedihannya. Tangisan takut kehilangan, Zayn tak sanggup kehilangan keluarga satu-satunya yang ia miliki.
Nenek Dian tak lagi menjawab, ia justru memejamkan matanya. Perlahan, tangannya lunglai. Zayn memegangi tangan Nenek Dian dengan wajahnya yang terlihat pucat pasi. Ia berusaha menggerakkan tangan neneknya itu yang sudah tak sadarkan diri. Suara monitor yang nyaring, membuat Zayn bertambah histeris.
"Enggak hiks ... enggak hiks ... NENEK GAK BOLEH PERGI! NENEK! NENEK! ZAYN SAMA SIAPA KALAU GAK SAMA NENEK! ZAYN UDAH BAWA UANG BUAT NENEK BEROBAT! ZAYN SUDAH BISA BAYAR SEPENUHNYA PENGOBATAN NENEK! KENAPA NENEK MALAH PERGI!!" Teriak Zayn.
Shea memundurkan langkahnya, ia menutup mulutnya tak percaya. Air matanya luruh, ia memandang kerapuhan pria muda di depannya itu. Raungan, teriakan histeris Zayn membuat Suster menarik pria itu yang terus mengguncang tubuh Nenek Dian yang tak lagi bernyawa. Yah, Nenek Dian pergi untuk selama-lamanya.
"NENEEEEKK!!"
____
Jangan lupa like, komen, hadiah dan votenya. Terima kasih 🤗🤗
waah Shea bicuk thoor, dia gak mau fi panggil nama. harus panggil Cintaku.
Tapi Shea panggil suami nya dengan nama. kebalik dong. satu ke suami panggil nama gitu.