Setelah bereinkarnasi ke dunia lain, Klein memutuskan untuk merubah hidupnya. Sebagai seorang yang bekerja keras dalam belajar dan akhirnya menjadi pekerja kerah putih yang terus-terusan bekerja lembur sampai kematiannya, di kehidupan ini dia memutuskan-
Tidak akan bekerja dan hidup dengan santai!
Untungnya, Klein bereinkarnasi sebagai pangeran pertama dengan keluarga yang menyayanginya. Belum lagi, dia juga menunjukkan bakat sihir yang sangat luar biasa, langka di antara umat manusia.
Latar belakang hebat dan bakat super, bukankah itu cocok sebagai pahlawan atau semacamnya?
Bahkan jika itu benar, Klein tidak peduli. Dalam hatinya, hanya ada satu tekad yang selalu dia jaga.
‘Di kehidupan ini-‘
‘Aku hanya ingin bermalas-malasan!’
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kei L Wanderer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Persiapan Matang
Keesokan harinya.
Matahari baru saja terbit, Klein yang tidur di atas ranjang membuka matanya ketika mendengar ketukan di pintu asrama. Dengan rambut acak-acakan seperti sarang burung, dia bangun sambil mengucek mata dengan ekspresi tidak puas.
Pemuda itu pergi untuk membuka pintu sambil bergumam pelan, “Siapa yang mengetuk pintu jam lima pagi di akhir pekan? Apakah orang itu tidak takut dipukuli sampai pingsan?”
“Tunggu sebentar!” teriaknya ketika mendengar ketukan pintu tidak berhenti.
Setelah membuka pintu, pemuda itu tertegun sejenak di tempatnya.
Melihat ke arah Arianna yang benar-benar mengunjungi kamar asramanya, Klein merasa agak bingung.
“Apa yang kamu lakukan di gedung asrama laki-laki sepagi ini? Kamu tidak akan menyelinap masuk secara paksa, kan?” tanya Klein dengan ekspresi penuh keraguan.
Arianna yang berdiri di depan pintu kamar Klein memiliki penampilan agak berantakan, ada banyak debu dan kotoran di pakaiannya. Itu juga alasan kenapa pemuda itu mencurigai dia menyelinap. Lagipula, kadang-kadang gadis itu berperilaku agak kekanak-kanakan.
“Aku baru kembali dari ruang latihan,” ucap Arianna tanpa mengangkat kepalanya.
‘Ruang latihan? Apakah gadis ini menyewa ruang latihan dan berlatih di sana semalaman?’
Di Akademi Dawn Star, ada gedung khusus yang digunakan untuk latihan. Ruangan di sana biasanya digunakan para murid untuk berlatih sihir atau hal-hal lainnya. Pembagian ruangan biasanya dibagi berdasarkan peringkat dan prestasi.
Semakin tinggi peringkat, semakin baik ruangan yang diperoleh dan semakin lama waktu yang dimiliki.
Ya. Karena ruang dalam gedung pelatihan terbatas, penggunaannya juga dilakukan secara bergiliran.
Meski begitu, ada ruang khusus yang memang sengaja disewakan. Murid perlu membayar untuk menggunakannya.
Lagipula, ada banyak keturunan bangsawan yang mau menyewanya. Mereka jelas menggunakannya untuk meningkatkan kekuatan dan keterampilan. Sebagai orang-orang dengan gengsi tinggi, mereka takut tertinggal dan mau membayar.
Ini bisa dianggap sebagai pendapatan tambahan Akademi Dawn Star.
Bisa dibilang, pendahulu yang membuat peraturan ini memang cukup cerdas.
Klein menatap Arianna yang menundukkan kepalanya dengan ekspresi bingung.
Pada saat itu, Arianna mengangkat kepalanya dan menatap Klein tepat di matanya. Sepasang mata jingga tampak penuh tekad, sebelum dia membungkuk 90 sambil berkata, “Tolong bantu aku berlatih, Klein! Aku bisa membayar mu, jadi tolong bantu aku.”
Mendengar gadis itu berbicara dengan ‘normal’, bahkan dengan nada serius membuat Klein tanpa sadar mencubit tangannya sendiri. Dia benar-benar ragu apakah dirinya sedang bermimpi atau mengalami delusi.
Menyadari kalau semuanya nyata, Klein segera berkata, “Angkat kepalamu, Arianna. Kenapa kamu tiba-tiba minta tolong kepadaku? Kamu tahu aku tidak begitu berprestasi, kan? Aku-“
“Kamu memiliki banyak ide untuk melakukan peningkatan. Aku merasa dengan bantuanmu, kemampuan sihir ku akan menjadi lebih baik,” sela Arianna yang baru saja mengangkat kepalanya.
“Itu hanya beberapa mantra sederhana. Mungkin aku tidak bisa membantu mu,” balas Klein sambil menggelengkan kepalanya.
“Kamu pasti bisa membantu ku. Lagipula kamu juga memiliki berbagai ide peningkatan seperti mantra pelicin, gelembung, bahkan-“
Belum sempat Arianna menyelesaikan perkataannya, Klein menutup mulutnya lalu melirik ke kanan-kiri dengan ekspresi waspada.
Walau ini hanya peningkatan sederhana dan orang-orang tidak akan membayangkan efeknya, tetapi Klein tetap sangat berhati-hati. Lagipula, dia hanya ingin menjalani kehidupan stabil.
Pemuda itu langsung menyeret tubuh kecil Arianna ke kamarnya lalu menutup pintu. Dia kemudian memberi isyarat agar gadis itu tidak berisik.
Setelah melihat Arianna mengangguk seperti ayam mematuk nasi, Klein akhirnya melepaskannya.
Melihat Klein mundur, pipi Arianna terlihat merah. Wajahnya terasa agak panas, dan jantungnya berdegup lebih cepat. Gadis itu tiba-tiba merasa sangat tidak nyaman.
“Duduk terlebih dahulu. Kita harus membicarakannya baik-baik. Omong-omong, minum teh atau kopi?” Klein memiringkan kepalanya.
“Cokelat panas, tolong,” bisik Arianna.
Klein mengangkat bahu lalu pergi ke dapur untuk memanaskan air. Melihat pemuda itu tidak segera muncul dalam waktu lama, Arianna tidak lagi begitu gugup lagi.
Beberapa saat kemudian, Klein datang membawa secangkir cokelat panas, secangkir kopi hitam, dan satu toples kaca berisi cookies.
“Minum dulu. Tenangkan dirimu. Apakah kamu tidak tidur semalam?” tanya Klein sambil menyajikan cokelat panas dan cookie.
Sambil menyesap cokelat panas perlahan, Arianna mengangguk lembut.
Setelah menunggu beberapa waktu agar Arianna tenang, pemuda itu akhirnya berbisik pelan.
“Kenapa kamu ingin belajar dariku?” tanya Klein.
Mendengar pertanyaan itu, Arianna berhenti menyesap cokelat panas.
“Aku berpikir bisa mendapatkan peringkat baik dalam turnamen pemilihan ini. Namun itu tidak cukup, aku memerlukan kartu truf untuk memastikan bisa naik ke tingkat lebih tinggi,” ucapnya lembut.
“Mengapa?” Klein bingung.
“Apapun yang terjadi, aku harus masuk ke tim utama dan ikut serta dalam Seven Stars Tournament,” jawab Arianna pelan.
Klein menatap Arianna cukup lama tanpa mengatakan apa-apa.
Tangan gadis itu menggenggam cangkir tanpa peduli panasnya, sorot matanya agak kusam. Seluruh tubuhnya tampaknya sedikit lesu, bahkan serasa ada aura suram. Mungkin lebih tepat jika mengatakan itu aura putus asa.
Melihat gadis yang biasanya sangat lincah, periang, dan agak bodoh menjadi seperti itu membuat Klein benar-benar ragu.
Walau mereka belum mengenal terlalu lama, tetapi apa yang mereka lalui memang membuat hubungan mereka cukup dekat untuk dianggap sebagai teman.
Tidak tahan melihat wajah pucat Arianna, Klein menghela napas panjang.
“Aku mungkin hanya bisa membantu mendapatkan sedikit inspirasi,” ucapnya santai.
Jawaban Klein benar-benar tidak diharapkan oleh Arianna. Meski memiliki keinginan untuk meminta bantuan, tetapi dia sendiri tidak terlalu berharap Klein benar-benar menyetujuinya.
Selain itu, gadis itu merasa kalau para bangsawan itu biasanya egois dan munafik. Mereka mungkin tersenyum ramah di depan kita, tetapi berbicara hal-hal buruk di belakang.
Bukan hanya itu, banyak orang mengaku teman tetapi nyatanya hanya akan mengejek ketika melihat kita dalam masalah dan berada di titik terendah.
Melihat ekspresi terkejut di wajah Arianna, Klein mendecak tak puas.
“Apakah aku seburuk itu di mata mu?”
Mendengar itu, Arianna buru-buru menggelengkan kepalanya.
Klein terkekeh ketika melihatnya. Namun, dia masih menambahkan.
“Aku mau saja membantu, tetapi tidak gratis. Jangan menyesal, biaya kursus tambahan ini tidak murah.”
Melihat senyum lembut di wajah Klein, Arianna merasa pipinya terasa agak panas. Dia mengangkat kepala dengan ekspresi bangga untuk menutupi rasa malunya.
“Tidak perlu khawatir! Penyihir ini tidak kekurangan uang untuk membayar biaya kursus!”
Dengan begitu, kesepakatan antara mereka berdua pun dibuat.
Pada saat yang sama, persiapan untuk turnamen sekolah satu bulan kemudian pun dimulai!
>> Bersambung.