Genap 31 tahun usianya, Rafardhan Faaz Imtiyaz belum kembali memiliki keinginan untuk menikah. Kegagalan beberapa tahun lalu membuat Faaz trauma untuk menjalin kedekatan apalagi sampai mengkhitbah seorang wanita.
Hingga, di suatu malam semesta mempertemukannya dengan Ganeeta, gadis pembuat onar yang membuat Faaz terperangkap dalam masalah besar.
Niat hati hanya sekadar mengantar gadis itu kepada orang tuanya dalam keadaan mabuk berat dan pengaruh obat-obatan terlarang, Faaz justru diminta untuk menikahi Ganeeta dengan harapan bisa mendidiknya.
Faaz yang tahu seberapa nakal dan brutal gadis itu sontak menolak lantaran tidak ingin sakit kepala. Namun, penolakan Faaz dibalas ancaman dari Cakra hingga mau tidak mau pria itu patuh demi menyelamatkan pondok pesantren yang didirikan abinya.
.
.
"Astaghfirullah, apa tidak ada cara lain untuk mendidik gadis itu selain menikahinya?" Rafardhan Faaz Imtiyaz
Follow Ig : desh_puspita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 13 - Makasih Saja?
Faaz tergelak, padahal pertanyaan yang dia lontarkan masih masuk kategori wajar. Namun, begitu masuk di telinga Ganeeta justru dianggap pertanyaan berat hingga membuatnya sampai tersedak.
"Apasih? Keselek jadinya," kesal Ganeeta seraya meraih tisu yang Faaz berikan.
Kembali dengan mata tajam dan bibir yang kini bisa dikuncir, Ganeeta tampak murka. Semakin murka lagi, begitu Faaz justru terbahak dan seakan bahagia di atas penderitaannya.
"Pakai ketawa lagi, untung keseleknya air ... kalau misal biji salak gimana?"
"Ha-ha-ha, tidak mungkin juga sampai keselek biji salak, Net."
"Ya makanya, lihat-lihat situasi dulu kalau mau ngomong ... sengaja banget bikin celaka," gerutunya benar-benar tak terima karena kini bajunya sedikit basah.
Suasana hatinya juga mendadak buruk seketika, Ganeeta mengurungkan niat untuk minum dan mengembalikan botolnya dengan sedikit kasar hingga menarik perhatian Faaz.
Sadar jika istrinya kini marah, pria itu bermaksud untuk meminta maaf dan sengaja menepi agar terlihat seberapa besar niatnya.
"Maaf ... Mas tidak ada niat bikin kamu celaka, sungguh," ucap Faaz selembut itu.
Ganeeta yang telanjur marah dan memang pantang ditertawakan penderitaannya seketika menggunakan jurus ngambek yang kerap dia gunakan di hadapan Papi Cakra ataupun Om Pras kesayangannya.
Mendapati sikapnya ini, Faaz sama sekali tidak marah. Sedikit banyak dia sudah mengenal karakter Ganeeta lewat mertua dan juga para sepupu barunya. Sedari awal memang sudah diwanti-wanti agar dirinya tidak kaget karena nantinya, Ganeeta akan banyak tingkah.
"Aduh sudah ngambek ternyata ... Mas telat ya minta maafnya?"
"Net ...."
"Ganeeta."
"Hei, Sayang lihat Mas coba."
Deg
Panggilan dan suara selembut itu membuat Ganeeta berdegup tak karu-karuan. Sudah cukup lama, kurang lebih satu tahun dia tidak mendengarnya.
Seketika itu, keheningan membawa Ganeeta menyusuri mesin waktu. Tepat dimana pemilik wajah tampan dan senyum meneduhkan dengan versi yang berbeda selalu bersikap hangat padanya.
"Ganeeta, masih mau diperpanjang ngambeknya?"
Ganeeta berbalik, menatap wajah Faaz beberapa saat sebelumnya kemudian mengembuskan napas kasar. "Mikir apasih aku, tidak mungkin Om Pras di sini," gumamnya sangat pelan hingga Faaz tidak dapat mendengar dengan jelas.
"Heum? Apa katamu?"
"Tidak ada, ayo pulang," ucap Ganeeta kembali seperti biasa, tidak lagi terlihat marah seperti tadi dan memilih menutupi wajahnya dengan kerudung karena mungkin malas ditatap Faaz.
Faaz yang juga malas memperpanjang masalah dan tidak punya tenaga lebih untuk membujuknya tidak lagi melakukan apa-apa, terserah Ganeeta saja.
Sementara, Faaz tetap fokus mengemudi dengan kecepatan rendah karena memang tidak ada alasan kenapa dirinya harus buru-buru pergi.
Tak ayal, hal itu menuai protes dari Ganeeta yang memang tidak betah berjalan dengan kecepatan sesantai ini.
"Mas baru belajar mengemudi ya?" tanya Ganeeta tanpa membuka kerudung yang menutupi wajah cantiknya.
Sudah tentu Faaz dengan penuh percaya diri menjawab. "Tentu saja tidak, cara mengemudi yang baik memang begini."
"Halah, bukan cara mengemudi yang baik itu, tapi cara mengemudi yang payah," cerocos Ganeeta kini memperlihatkan wajahnya.
"Ngebut dikit apa susahnya? Udah kayak bawa bayi ... tinggal wush gitu kan selesai," tambahnya lagi.
Terlihat jelas seberapa bosan dirinya, mungkin karena terbiasa dengan kecepatan roket setiap kali berkendara sendiri atau bersama Zion yang hobinya memang balap liar.
Mendengar celotehan Ganeeta, Faaz hanya menanggapinya dengan senyuman. Sebagai mantan penguasa jalanan di masa muda, sebenarnya dia bisa-bisa saja membuat Ganeeta bungkam detik ini juga.
Namun, Faaz tidak ingin sampai terjadi hal buruk di jalanan memilih hati-hati sekalipun dianggap payah oleh istri kecilnya.
Tidak apa sekalipun bibir Ganeeta tak henti berceloteh, bahkan sampai ke rumah juga masih lanjut mengomel.
"Lama banget, diajak gantian nggak mau ... sendirinya jalan kayak gitu, sudah tahu pinggangku pegal linu, perut nyeri ... nyebelin banget sih," gerutu Ganeeta kian memanas dan berakhir merebahkan tubuh di atas tempat tidur.
Sebenarnya dia tidak berbohong, hari ini memang hari pertama dan Ganeeta serba salah. Sakit pinggang, terkadang nyeri perut dan ditambah badmood perkara tersedak di dalam mobil akibat ulah Faaz.
Tak ayal, begitu di dalam kamar dia mengeluarkan unek-uneknya tanpa khawatir akan membuat Faaz tersinggung atau semacamnya.
.
.
Tidak ingin suasana hatinya makin buruk, Ganeeta mencoba memejamkan mata dan menarik selimut hingga menutupi wajahnya.
Tingkah laku Ganeeta tak luput dari pandangan Faaz. Dengan kesadaran penuh, Faaz mendekat dan menyingkap selimut Ganeeta hingga matanya membulat sempurna.
"Mau apa?"
"Perutnya masih nyeri, 'kan?" Sembari bertanya, Faaz menaikkan baju gamis Ganeeta tanpa izin tentu saja.
Bibirnya ingin menolak, tapi belum sempat berucap tangan Faaz sudah menyentuh perut bagian bawah tepar dimana rasa nyeri itu muncul itu berasal.
Tak selesai di sana, Faaz juga mengoleskan minyak angin ke area sekitar perut sang istri semampu yang dia bisa.
Beralih ke pinggang, Faaz memperlakukan Ganeeta tak ubahnya bak balita yang rewel lantaran masuk angin.
"Kalau ada yang sakit atau tidak nyaman bilang baik-baik sama Mas, jangan marah terus ... makin sakit nanti," ucap Faaz disertai senyum manis yang sama sekali tak Ganeeta balas.
Bukan karena tengah jual mahal, tapi dia masih terkejut dengan tindakan Faaz yang justru memanjakannya setelah mengomel panjang lebar.
Mengingat hal itu, Ganeeta mendadak merasa bersalah. Ingin meminta maaf, tapi gengsinya masih setinggi angkasa hingga memilih untuk mengucapkan terima kasih saja.
"Makasih."
Begitu ucap Ganeeta, sangat seadanya dan Faaz sedikit kurang puas mendengarnya.
"Makasih saja?"
"Terus mau apa lagi?" tanya Ganeeta terdengar tak bersemangat dan sebal mendengar pertanyaan Faaz.
"Masa terima kasih saja? Minimal ad_"
Cup
.
.
- To Be Continued -
Last eps malam ini, see you esok hari ... Bye ❣️ Maaf telat ya
Gimana Net? mau tetwp peluk Om Pras?siap unbixing?
tak sobek² kamu pras