Karie yang ingin menjadi Sikerei kesatria Maya demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik semua halangan ia lewati, namun kakaknya selalu menghalangi jalannya dalam Menjadi Sikerei pilihan merelakan atau menggapainya akan memberikan bayaran yang berbeda, jalan mana yang ia pilih?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Io Ahmad, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Begitu
Karie menatap Mishka, matanya menyiratkan kekhawatiran. Mishka, dengan nada tegas namun penuh keputusasaan tersembunyi, berkata, "Seharusnya kamu bertanya terlebih dahulu, apa ia ingin keluar dari tempat itu."
"Tentu ia ingin keluar, itu bukan yang ia inginkan, bukan?" Karie mencoba meyakinkan dirinya sendiri, meski hatinya dipenuhi keraguan.
"Dari mana kamu tahu, hah? Ingat, kamu hanya bisa menyelamatkan orang yang siap diselamatkan saja," balas Mishka, napasnya berat.
Kata-kata itu menghantam Karie seperti gelombang keras. Dia teringat perjalanan panjang mereka melalui hutan lebat dan kota-kota sunyi, di mana sering kali dia mengambil keputusan tanpa berpikir panjang. "Ah, benar juga," gumamnya dalam hati, tatapannya jatuh ke tanah. Ia mulai menyadari bahwa apa yang ia inginkan seringkali berbeda dengan apa yang benar-benar dibutuhkan.
Di arena, hitungan mundur terus berlanjut. Penonton menahan napas, suasana semakin tegang. Komentator dengan suara lantang memandu penonton, "Siapakah yang akan bertahan? Mari kita hitung bersama-sama!"
Dengan rasa sakit yang tajam di lengan kirinya yang patah, Karie berusaha bangkit dengan satu tangan. Pada hitungan ketiga, ia berhasil berdiri tegak, meskipun tubuhnya gemetar. Dengan cepat, ia mengeluarkan pedang kaca dari sarungnya, kilauannya memantul di bawah cahaya arena.
Langkah Karie mantap, matanya fokus pada Quadrat. Ayunan pedangnya cepat, mata flosnya menangkap gerakan lawannya dengan jelas. "Hebat juga kau," pikirnya, saat celah terbuka di pertahanan Quadrat. Namun, sebelum pedangnya mencapai sasaran, Quadrat mematahkan jari manisnya, membuat pedang kaca itu pecah berkeping-keping.
"Giliran ku," Quadrat tersenyum tipis, bersiap menyerang. Karie hanya bisa bertahan di balik kaca yang rapuh.
Di antara penonton, Nihwa menggeleng tak percaya. "Apa yang ia lakukan bertahan di balik kaca, apa ia bodoh?"
Mishka menjawab dengan tenang, "Setiap kaca yang dihancurkan lawannya, menjadi cetak biru untuk Erhu, ia sedang merefleksi teknik musuh."
Komentator berteriak, "Siap-siap untuk pukulan kali empat dari Quadrat! Hitung bersama, teman-teman!"
Dengan seruan kuat, Quadrat melancarkan serangannya, "Rasakan pukul kali 4 ku."
Karie menahan serangan itu dengan satu tangan kanannya, membuat Quadrat terkejut. "Eh, kenapa bisa?" suara Quadrat terdengar kaget.
Refleksi selesai, Karie menerapkan teknik maya lawannya dan membanting Quadrat dengan keras. "Ternyata kenapa namanya Quadrat, ia mengalikan kekuatannya, menarik," pikir Karie.
Bantingan itu membuat lekukan di lantai arena. Hingga hitungan kelima, Quadrat tetap tak bangun. Komentator memimpin penonton dalam hitungan, "Satu... dua... tiga... empat... lima! Si kebelet menang!"
Di antara penonton, tuan dari Quadrat dan orang-orang yang bertaruh untuknya kecewa, melempar makanan dan sampah ke arah Quadrat yang tak berdaya.
“Ucapkan pada tuan Nihwa yang selalu membawa petarung menarik, uang ini berhak untuk nya,” suara komentator menggema.
Mereka berjalan menjauh dari arena gladiator, kembali menuju ke rumah bordil. Mishka, yang sibuk mengobati tangan Karie yang patah, meminta agar ia jangan banyak bergerak. "Aku ingin segera bicara dengan Kak Aileen," kata Karie.
Di luar, Aileen sudah menunggu dengan barang bawaannya. Wajahnya terlihat serius dengan penutup mata putih yang dikenakannya.
Karie mendekat dengan hati-hati, rasa bersalah menyelimutinya. "Kak Aileen, aku ingin minta maaf," kata Karie dengan suara pelan. "Selama ini, aku selalu bertindak sendiri, tidak pernah mempertimbangkan perasaan dan pendapat orang lain."
Aileen berdiri kaku, namun Karie tahu Aileen mendengarkan setiap kata yang diucapkannya.
"Aku sadar bahwa sikapku yang selalu bertindak sendiri telah menyakitimu dan mungkin juga orang lain. Dari awal bertemu, aku memutuskan mengumpulkan uang untuk menebus diri, yang malah membuat retak pertemanan. Dan kali ini, aku sepihak mengeluarkan Kak Aileen dari sini, tanpa tahu apakah itu yang Kak Aileen inginkan," lanjut Karie, menundukkan kepalanya.
Aileen menghela napas panjang. “Erhu, aku sebenarnya tidak marah pada kalian. Aku malah kecewa pada diriku sendiri karena lagi-lagi menyusahkan teman-temanku, aku ini memang tidak berguna." suaranya penuh penyesalan.
Karie menatap Aileen, terkejut mendengar pengakuan Karie menatap Aileen, terkejut mendengar pengakuan itu. "Kak Aileen, jangan berkata seperti itu. Kamu itu berharga dan berhak mendapatkan yang baik. Kita keluarga, kalung pemberianmu ini mengikat," kata Karie dengan tulus.
Aileen memeluk Karie, merasakan kehangatan. Menyadari tangan Karie terluka, ia berkata, "Maaf, maaf, kali ini aku akan lebih menghargai diriku sendiri lagi.”
Karie melepaskan pelukannya dan berkata, "Kalian pergi dahulu ke stasiun. Sepertinya aku meninggalkan sesuatu, aku akan segera menyusul.”
menemui Nihwa yang sedang makan di pinggir jalan dengan gerobaka kaki lima.
"Ingat kamu belum memenuhi syarat yang kedua, jangan berpikir untuk lari. Temui aku di gerbang Angin Eden," kata Nihwa, mengingatkan pesan kepada Karie.