Karena tidak ingin menyakiti hati sang mama, Garren terpaksa menikahi gadis pilihan mamanya.
Namun baru 24 jam setelah menikah Garren mengajukan perceraian pada istrinya.
Tapi perceraian mereka ada sedikit kendala dan baru bisa diproses 30 hari kedepan.
Bagaimanakah kisahnya? Apakah mereka akan jadi bercerai atau malah sebaliknya?
Penasaran? Baca yuk! Mungkin bisa menghibur.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode delapan
Garren mendekati ranjang tempat Septy tidur. Garren menelan salivanya dengan susah payah saat melihat baju tidur milik Septy tersingkap.
Garren dengan tangan sedikit gemetar mengambil selimut dan menyelimuti tubuh Septy.
Septy menggeliat dan tanpa sadar menarik tangan Garren. Sehingga Garren hampir terjatuh menimpa Septy.
Beruntung tangan yang satunya berhasil menahan tubuhnya. Dada Garren bergemuruh karena jarak mereka hanya beberapa centimeter.
Septy kembali mendengkur halus, Garren pun segera bangkit lalu memegangi dadanya yang tiba-tiba berdegup kencang.
"Perasaan apa ini?" batinnya. Lalu segera keluar dari kamar Septy dan menutup pintu dengan perlahan.
Garren berbaring diatas tempat tidurnya, pikiran mulai kacau. Apalagi setelah melihat paha mulus Septy yang tidak sengaja dilihatnya.
Garren menggelengkan kepalanya dengan harapan bisa menyingkirkan pikiran kotor tersebut. Bahkan si joni pun terbangun.
Garren masuk kedalam kamar mandi dan berendam dengan air dingin agar si joni kembali tidur.
"Aku tidak pernah seperti ini. Seseksi apapun wanita itu, aku belum pernah berpikiran kotor seperti ini," batin Garren.
Merasa sudah cukup, Garren mengeringkan tubuhnya. Dan kembali tertidur dengan hanya menggunakan bathrobe saja.
Pagi menjelang, Garren sudah siap untuk pergi ke perusahaan. Saat di meja makan, Garren tidak berani menatap wajah Septy.
Septy merasa aneh, namun ia tidak peduli. Toh biasanya juga Garren seperti itu. Namun sepertinya sikap Garren pada Septy terlihat semakin dingin.
Hingga saat makan dan sampai selesai pun tidak ada percakapan diantara keduanya. Biasanya ada saja perintah Garren yang menyuruh Septy melakukan ini itu.
"Mas mau aku bawakan bekal?" tanya Septy memulai percakapan.
"Hmmm," jawab Garren lalu melenggang pergi begitu saja.
Septy mengerutkan keningnya, kemudian mengedikan bahunya. Septy tidak peduli, lalu mengambil bekal yang sudah ia persiapkan.
Ia tidak ingin seperti kemarin yang membuat dirinya terlambat karena ulah Garren.
"Mulai sekarang, sebaiknya aku bersiap agar kejadian kemarin tidak terulang," gumam Septy.
Septy pun segera pergi ke kantor, ia tidak ingin terlambat lagi. Saat tiba didepan rumah, mobil Garren sudah tidak ada lagi.
Septy pun masuk kedalam mobil dan segera pergi. Septy melajukan mobilnya dengan kecepatan maksimal.
Tiba di perusahaan, Septy memarkirkan mobilnya ditempat biasa, yaitu parkiran khusus karyawan.
Septy masuk ke perusahaan dan menyapa siapa saja yang ia temui. Namun mereka tidak ada yang ramah. Seperti meremehkan Septy.
"Nona, Anda diminta oleh tuan untuk menggunakan lift khusus," kata Tomi yang sengaja menghampiri Septy.
"Baik kak Tom," ujar Septy.
Para karyawan lain menatap sinis Septy dan menganggap Septy menggoda CEO. Tapi Septy tidak peduli dengan cibiran mereka.
"Kalian, jika masih ingin bekerja disini, jangan membuat cerita yang tidak-tidak tentang nona Septy," ucap Tomi.
Mendengar ancaman Tomi, mereka semua terdiam. Karena Tomi adalah asistennya CEO dan orang yang mereka hormati selain CEO.
Tomi juga punya wewenang untuk memecat karyawan jika karyawan tersebut melanggar aturan.
"Nona, mulai sekarang Anda tidak perlu mengantri di lift karyawan. Karena tuan sudah mengizinkan Anda untuk naik lift khusus," kata Tomi saat mereka sudah berada didalam lift.
"Jangan terlalu formal kak panggilan nya, rasanya geli aku mendengarnya."
"Maaf Nona, Anda adalah istri CEO, secara tidak langsung Anda juga atasan saya yang harus saya hormati."
Septy tidak lagi berkomentar, ia langsung keluar saat pintu lift terbuka karena sudah tiba dilantai tujuan.
Septy keruangan Garren terlebih dahulu untuk memberikan bekal makan siangnya. Setelah mengetuk pintu, Septy pun masuk.
"Tuan, bekal Anda," ucap Septy meletakkan paper bag di meja kerja Garren.
Garren tidak menjawab, ia hanya melambaikan tangan sebagai kode agar Septy segera keluar. Septy pun mengerti dan segera keluar.
Setelah Septy keluar, Garren menyandarkan tubuhnya disandaran kursi. Ia menghela nafas.
Entah mengapa bayangan Septy semalam selalu mengganggu pikirannya. Kemudian ia teringat kata-kata sang kakak kemarin.
Flashback ...
Sepulang dari perusahaan, Garren melajukan mobilnya menuju tempat yang ia janjikan bersama sang kakak.
Jika ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, maka sang kakak lah tempatnya berkeluh kesah.
Karena Gavesha adalah saudara sekaligus teman bagi Garren. Saat kegalauan pun hanya Gavesha yang bisa memberikan solusi untuknya.
Garren tiba di sebuah cafe, kemudian masuk kedalam ternyata Gavesha sudah duduk menunggu dengan senyuman khasnya.
"Ada apa? Jangan bilang kamu bertengkar dengan Septy."
Garren menggeleng, kemudian ia duduk dan memesan minuman. Garren menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskan nya.
"Kak, menurutmu aku harus bagaimana?"
"Masalah Septy? Jika kamu tidak ingin maka lepaskanlah, tapi jika kamu merasa ada rasa sayang meskipun sedikit, maka pertahankan lah. Jangan sampai setelah dia bahagia dengan pria lain, kamu baru menyesalinya."
Garren terdiam, ia kembali mengingat klien nya yang bernama Ethan Kusuma yang sejak lama menyukai istrinya. Kemudian ia menggeleng pelan.
"Tapi kamu juga harus bertanya, apa alasannya dia menerima kamu? Walaupun didesak oleh mama, pasti dia punya alasan. Tapi menurut kakak sih ada tiga."
"Apa?" tanya Garren cepat.
"Pertama karena cinta, kedua karena materi, dan yang ketiga karena balas budi. Septy pasti memiliki salah satu alasan itu atau mungkin tiga-tiganya sekali."
Garren terdiam memikirkan kata-kata Gavesha dan Garren berpikir keras tentang tiga alasan tersebut. Masuk akal sih pikirnya.
Pelayan datang mengantar pesanan mereka, Garren segera menyeruput coffee latte miliknya.
"Jika materi kayanya enggak deh kak, tapi kalau cinta kemungkinan dan balas budi?" Garren menggeleng. "Apa yang membuat dia harus balas budi?" tanya Garren.
Gavesha menjelaskan, jika orang balas budi karena orang itu merasa ditolong. Sekecil apapun pertolongan yang kita berikan, akan menjadi besar bagi orang yang membutuhkan.
Garren manggut-manggut membenarkan ucapan sang kakak. Setiap yang dikatakan oleh Gavesha sangat masuk akal bagi Garren.
"Jadi aku harus bagaimana kak?"
"Perbaiki dirimu, dekati dia perlahan-lahan. Dan luluh kan hatinya."
"Aku gak bisa kak, aku tidak mencintainya."
"Dasar kulkas, ah sudahlah!" Gavesha pun pergi dari situ. Ia malas meladeni sang adik yang keras kepala.
Garren termangu ditempat, kemudian ia meninggalkan uang beberapa lembar dimeja dan ditindih dengan cangkir agar tidak terbang. Lalu ia juga pergi dari cafe tersebut.
Garren bukannya pulang ke rumah, melainkan ke sebuah danau buatan. Ia ingin merenung ditempat yang sepi.
Dan ponselnya pun ia off kan agar tidak ada satupun yang menggangu diri. Hingga malam hari barulah ia pulang.
Flashback end ...
Garren membuka ponselnya yang terhubung dengan cctv diruangan Septy. Ia dapat melihat jika Septy begitu tekun dalam mengerjakan sesuatu.
Tidak heran jika semua pekerjaan nya bisa selesai dengan cepat. Ketelatenan nya dalam bekerja patut diacungi jempol.
Garren tersenyum tipis, ia juga tidak tahu mengapa hari ini ia menghindar dari Septy. Dan malah semakin bersikap dingin.
Bikin kesal ya, sabar ya akan indah pada waktunya. Kita buat Garren cemburu dulu biar dia tau rasa. Hehehe.