Aluna, seorang penulis sukses, baru saja merampungkan novel historis berjudul "Rahasia Sang Selir", kisah penuh cinta dan intrik di istana kerajaan Korea. Namun, di tengah perjalanannya ke acara temu penggemar, ia mengalami kecelakaan misterius dan mendapati dirinya terbangun di dalam tubuh salah satu karakter yang ia tulis sendiri: Seo-Rin, seorang wanita antagonis yang ditakdirkan membawa konflik.
Dalam kebingungannya, Aluna harus menjalani hidup sebagai Seo-Rin, mengikuti alur cerita yang ia ciptakan. Hari pertama sebagai Seo-Rin dimulai dengan undangan ke istana untuk mengikuti pemilihan permaisuri. Meski ia berusaha menghindari pangeran dan bertindak sesuai perannya, takdir seolah bermain dengan cara tak terduga. Pangeran Ji-Woon, yang terkenal dingin dan penuh ambisi, justru tertarik pada sikap "antagonis" Seo-Rin dan mengangkatnya sebagai selirnya—suatu kejadian yang tidak pernah ada dalam cerita yang ia tulis!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Lestary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7: Pertemuan yang Tak Terduga
Istana dipenuhi sorak-sorai para tamu dan pejabat dari seluruh penjuru kerajaan, berkumpul dalam balutan kemegahan yang luar biasa. Tirai-tirai sutra menjuntai di aula istana, sementara lentera-lentera berwarna merah dan emas menerangi setiap sudut, memberikan kesan hangat namun megah. Para tamu, dengan pakaian terbaik mereka, berbincang dengan penuh hormat, menunggu kesempatan untuk bertemu dengan keluarga kerajaan.
Namun, di tengah semua gemerlap itu, ada satu pemandangan yang mengundang tatapan penuh tanya dari para tamu dan pejabat. Di sisi Pangeran Ji-Woon berdiri Seo-Rin, yang dikenalkan sebagai selirnya, mendampingi sang Pangeran dengan anggun. Posisi ini biasanya hanya diperuntukkan bagi Permaisuri Kang-Ji, dan keputusan Pangeran Ji-Woon untuk membawa Seo-Rin mendampinginya menjadi pembicaraan di antara para tamu.
Seo-Rin berdiri dengan sikap tenang, sorot matanya tajam namun penuh pesona. Dalam hatinya, Aluna merasa sedikit gugup, namun ia berusaha tetap tenang.
Pangeran Ji-Woon menatap Seo-Rin dengan senyum tipis sebelum berbisik padanya, “Seo-Rin, aku ingin kau memperhatikannya dengan cermat. Katakan padaku siapa di antara mereka yang menurutmu layak dipercaya dan bisa kuandalkan dalam kabinetku.”
Aluna terkejut sesaat, namun segera memahami maksud di balik keputusan Ji-Woon. Dengan mengetahui siapa yang mendampinginya, Pangeran Ji-Woon ingin menguji kesetiaan mereka sekaligus menggali informasi langsung dari Seo-Rin—seorang yang kini ia percayai untuk menilai karakter orang-orang di sekitarnya.
Mengenali setiap tamu yang datang, ia merasakan keunggulan tersendiri. Bagaimanapun, ia mengenali mereka semua—karena karakter-karakter itu adalah ciptaannya. Ia tahu kelemahan, kekuatan, bahkan niat tersembunyi dari setiap wajah yang hadir di depannya.
“Baik, Yang Mulia. Saya akan melakukan yang terbaik,” jawabnya lembut, menyembunyikan rasa percaya dirinya yang mendadak muncul. Ini adalah kesempatan langka, dan Aluna menyadari bahwa ia bisa menggunakan pengetahuannya sebagai penulis untuk menilai setiap orang yang hadir di sana.
Beberapa pejabat mulai mendekat dan memberi hormat. Aluna memperhatikan dengan cermat. Di depannya berdiri Menteri Jung, seorang pria paruh baya dengan postur tegap dan senyum ramah. Namun Aluna tahu, di dalam novelnya, Jung adalah sosok yang cenderung mendua, ambisius dan mudah terbujuk kekuasaan.
“Yang Mulia, Menteri Jung adalah seorang yang cerdik, namun … ia akan loyal hanya selama ia mendapatkan keuntungan dari posisinya,” Aluna berbisik lembut pada Ji-Woon, membuat sang Pangeran mengangguk paham.
Berikutnya adalah Jenderal Han, sosok yang tampak tegas dan berbadan kekar, dengan sorot mata tajam. Aluna tersenyum tipis, karena tahu bahwa Han adalah sosok yang sangat setia pada kerajaan dan memiliki hati yang tulus.
“Yang Mulia, Jenderal Han adalah sosok yang setia dan tidak akan goyah meski dihadapkan pada situasi sulit,” ucap Aluna penuh keyakinan.
Pangeran Ji-Woon kembali mengangguk, menyimak setiap pendapat yang diberikan Seo-Rin. Senyum samar di wajahnya menunjukkan kepuasan yang sulit disembunyikan. Bagi Pangeran, Seo-Rin tidak hanya sekadar selir—ia adalah sekutu yang cerdas, seseorang yang mampu membaca karakter orang dengan akurat.
Sementara itu, para tamu dan pejabat lainnya terus mendekat, beberapa di antaranya menatap Seo-Rin dengan tatapan penuh tanda tanya dan rasa iri. Sebagian dari mereka terkejut dan kecewa karena Permaisuri Kang-Ji tidak hadir di sisi Pangeran. Bagi mereka, kehadiran Seo-Rin sebagai pendamping Pangeran adalah isyarat kekuatan baru yang memegang pengaruh besar dalam istana.
Di akhir pertemuan, Pangeran Ji-Woon menoleh ke arah Seo-Rin, senyumnya penuh arti. “Kau telah membantuku lebih dari yang bisa kukira. Penilaianmu tepat dan jujur. Ini adalah awal dari kerja sama kita.”
Aluna hanya mengangguk pelan, merasakan berat dari tanggung jawab yang ia ambil. Namun, dalam hati, ia mulai merasa bahwa peran ini membawa perubahan tak terduga—tidak hanya untuk Pangeran, tetapi juga untuk dirinya sendiri. Sesuatu yang tidak pernah ia rencanakan kini telah menjadi kenyataan, dan ia tahu bahwa di balik penilaian yang ia berikan hari ini, ada peran besar yang harus ia mainkan di hari-hari mendatang.
Malam semakin larut, namun pesta belum sepenuhnya berakhir. Aula istana masih dipenuhi suara gelas beradu dan tawa yang saling bersahutan. Lentera-lentera emas menggantung rendah, memancarkan sinar hangat yang menerangi sudut-sudut ruangan dengan megah. Di tengah keramaian itu, tatapan Aluna tiba-tiba terhenti pada sosok seorang gadis muda yang berdiri di dekat pilar, tersenyum lembut saat melirik ke arah sekelompok tamu yang berbincang.
Aluna merasa seolah jantungnya berhenti berdetak. Gadis itu memiliki wajah yang nyaris identik dengan Mira, sahabat terbaiknya dari dunia nyata. Rambut hitam yang sama terurai di punggung, sorot mata yang memancarkan ketenangan namun penuh rasa ingin tahu, bahkan senyuman lembut yang selalu menenangkan—semuanya mengingatkan Aluna pada Mira. Tanpa bisa menahan perasaan terkejut, Aluna melangkah mendekati gadis itu, matanya tak lepas menatap wajahnya.
Dari kejauhan, Pangeran Ji-Woon mengamati Seo-Rin dengan dahi berkerut. Selirnya itu biasanya anggun dan penuh kendali, namun kali ini, ia berjalan cepat dengan ekspresi kaget dan gelisah yang tak biasa. Pangeran memiringkan kepala, tertarik untuk mengamati lebih jauh, lalu memutuskan mengikuti langkah Seo-Rin tanpa suara.
Sementara itu, Aluna semakin dekat dengan gadis yang kini berdiri bingung, seakan merasa aneh melihat Seo-Rin mendekatinya dengan begitu intens. Gadis itu mengenakan gaun merah muda lembut, berhiaskan sulaman bunga halus yang membingkai pinggangnya, menciptakan kesan anggun dan manis.
“Mira … apa itu kau? Kaukah ini?” Aluna bertanya, suaranya bergetar, nyaris berbisik namun penuh harapan. Tatapannya melembut, dipenuhi kekhawatiran sekaligus kegembiraan yang meluap.
Gadis itu tampak kebingungan sejenak, sebelum tersenyum sopan, “Maaf, Yang Mulia … saya tidak mengerti dengan maksud pertanyaan Anda. Nama saya Hae-Ri, putri dari Menteri Park,” ucapnya dengan suara lembut, membungkukkan tubuhnya sedikit sebagai penghormatan.
Darah Aluna berdesir. Tentu saja ini bukan Mira. Ini Hae-Ri, karakter yang diciptakannya dalam novel—anak perempuan Menteri Park, gadis pendiam yang berhati lembut. Namun, kemiripan fisik mereka begitu mencengangkan, membuat Aluna merasakan emosi yang bercampur aduk. Ia memaksakan senyum tipis, mencoba mengendalikan dirinya.
“Seo-Rin, apa yang sedang kau lakukan?” tanya Pangeran Ji-Woon, suaranya membuat Aluna sedikit terlonjak.
“Oh, Yang Mulia,” Aluna membungkuk hormat, berusaha menenangkan debaran jantungnya. Ia lalu tersenyum kecil, mencoba mencari alasan. “Maaf, Yang Mulia … Saya hanya … sedikit pusing. Mungkin saya sebaiknya kembali ke paviliun untuk beristirahat.”
Pangeran Ji-Woon menatapnya dengan tatapan menyelidik, lalu mengangguk pelan. “Baiklah, Seo-Rin. Kau boleh kembali ke paviliun. Istirahatlah.”
Aluna membungkukkan tubuhnya sekali lagi, berterima kasih dengan nada lembut sebelum melangkah pergi meninggalkan aula, mencoba mengendalikan rasa terkejut yang masih memenuhi hatinya.
Setelah Seo-Rin pergi, Pangeran Ji-Woon memandang ke arah pintu tempat ia menghilang. Keanehan yang ia rasakan pada Seo-Rin tadi membangkitkan rasa khawatir yang tak biasa. Dengan cepat, ia memanggil salah seorang pelayannya. “Panggil tabib istana. Pastikan Seo-Rin diperiksa. Aku ingin tahu kondisi kesehatannya dengan pasti.”
Pelayan itu mengangguk hormat dan segera bergegas pergi untuk memenuhi perintah sang pangeran.
Pangeran Ji-Woon berdiri di tengah aula, pandangannya tetap terarah pada pintu yang baru saja dilewati Seo-Rin. Ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya malam ini, dan dia bertekad untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Bersambung >>>
𝐤𝐚𝐝𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐥𝐮𝐧𝐚 𝐤𝐝𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐞𝐨 𝐫𝐢𝐧, 𝐣𝐝𝐢 𝐤𝐮𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐞𝐧𝐚𝐤 𝐝𝐢 𝐛𝐚𝐜𝐚
𝐜𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐛𝐚𝐠𝐮𝐬 , 𝐭𝐭𝐞𝐩 𝐬𝐞𝐦𝐚𝐧𝐠𝐚𝐭