Istri mana yang tidak bahagia bila suaminya naik jabatan. Yang semula hidup pas-pasan, tiba-tiba memiliki segalanya. Namun, itu semua tidak berarti bagi Jihan. Kerja keras Fahmi, yang akhirnya mengangkat derajat keluarga nyatanya justru melenyapkan kebahagiaan Jihan.
Suami yang setia akhirnya mendua, ibu mertua yang penyayang pun berubah kasar dan selalu mencacinya. Lelah dengan keadaan yang tiada henti menusuk hatinya dari berbagai arah, Jihan akhirnya memilih mundur dari pernikahan yang telah ia bangun selama lebih 6 tahun bersama Fahmi.
Menjadi janda beranak satu tak menyurutkan semangat Jihan menjalani hidup, apapun dia lakukan demi membahagiakan putra semata wayangnya.
Kehadiran Aidan, seorang dokter anak, kembali menyinari ruang di hati Jihan yang telah lama redup. Namun, saat itu pula Fahmi hadir kembali bersamaan dengan wanita masa lalu Aidan.
Lantas, apakah tujuan Fahmi hadir kembali dalam kehidupan Jihan? Dan siapakah wanita masa lalu Aidan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21~ INGIN MEMILIKI
"Pak Fahmi, semua kue nya sudah kami bawa ke kantin." Lapor salah satu karyawan yang ditugaskan untuk mengambil kue di toko Nayra. "Dan yang ini untuk Pak Fahmi dan Pak Vano." Ujarnya seraya memberikan dua box yang disediakan khusus untuk manager kantor dan direktur utama.
"Baik, sebentar lagi waktunya makan siang. Tolong beritahukan pada yang lainnya untuk mengambil jatah masing-masing di kantin." Ucap Fahmi lalu segera menuju ruangan sang direktur utama.
Beberapa kali mengetuk, terdengar sahutan dari dalam yang mempersilahkannya masuk.
"Silahkan duduk,"
Fahmi mengangguk hormat seraya meletakkan dua box kue itu di atas meja, ia menarik kursi lalu duduk. "Semua kuenya sudah ada di kantin, Pak. Saat jam makan siang nanti para karyawan akan mengambil jatahnya masing-masing." Lapornya.
"Bagus, oh ya, kue yang dikirim ke kantor hari ini adalah menu baru di toko kakak saya dan menjadi menu favorit selama dua Minggu ini." Ucap Vano.
"Wah, rasanya pasti sangat enak ya, Pak." Ujar Fahmi.
"Iya, dan katanya yang membuat kue itu adalah pegawai barunya."
"Luar biasa, Pak. Siapapun dia, saya yakin orangnya pasti sangat berkompeten dan layak diberikan apresiasi."
"Kamu benar sekali. Oh ya, silahkan di coba," Vano membuka kotak kue miliknya. Pun demikian dengan Fahmi.
Raut wajah Fahmi seketika berubah begitu melihat kue tersebut, warna dan bentuknya mengingatnya pada kue yang dibuat Jihan hanya sebulan sekali setiap kali ia gajian kala itu.
"Kenapa cuma dilihat? Ayo dicoba, ini beneran enak loh," ucap Vano yang sudah lebih dulu mencicip kue itu.
Fahmi terhenyak, "Iya, Pak." Ia pun mengambil sepotong kue dan mencobanya. Dan lagi, ia tertegun, bahkan rasa kue itupun sama persis dengan buatan Jihan.
'Ah, apa yang aku pikirkan? Gak mungkin kue ini buatan Jihan. Lagipula, gak mungkin dia bisa bekerja di toko kue Pak Rian. Baik Pak Rian maupun istrinya gak akan mau mempekerjakan sembarang orang, apalagi perempuan seperti Jihan yang kemampuannya hanya setara pelayan dan asisten rumah tangga. Dan aku yakin setelah dia dipecat dari restoran, sekarang paling dia hanya jadi pembantu atau mungkin hanya jadi tukang cuci gosok,' gumamnya dalam hati. Sudut bibirnya tertarik.
.
.
.
"Kamu semakin akrab saja dengan Dafa, dan semakin hari kalian berdua itu terlihat seperti anak dan Ayah. Itu kemajuan yang sangat bagus, ambil hati anaknya dulu baru ibunya. Kalau anaknya sudah lengket sama kamu, ada kemungkinan gak sulit untuk mendapatkan ibunya juga."
Aidan tersenyum mendengar ucapan Rian, setelah mengantar Jihan dan Dafa pulang ke kontrakan waktu itu, keesokan harinya ia menceritakan tentang perasaannya pada kakak sepupunya itu.
Yang mulanya hanya sebatas kasihan, lama-lama menjadi sebuah rasa ingin memiliki. Terlebih setelah melihat sendiri bagaimana kondisi tempat tinggal Jihan dan Dafa, ingin rasanya ia merangkul keduanya dan membawanya tinggal bersamanya.
"Dafa pernah cerita kalau dia ingin sekali pergi ke taman bermain tapi Ayahnya tidak pernah sempat membawanya. Bahkan dia juga belum pernah merasakan bagaimana rasanya menaiki mobil Ayahnya sendiri. Ya Allah, aku tak bisa membayangkan bagaimana sedihnya dia saat itu." Aidan mengusap wajah, helaan nafasnya terdengar berat.
Ia kembali menatap Dafa yang sejak tadi mengajari Adiva bermain balok susun. Melihat senyum anak lelaki itu saja membuat hatinya terasa menghangat, ingin rasanya ia mendengar Dafa memanggilnya dengan sebutan ayah. Akan ia penuhi semua keinginannya yang tidak pernah didapatkannya dari ayahnya kandungnya sendiri.
"Sebenarnya yang kamu taksir itu ibunya atau anaknya sih?" Gurain Rian.
Aidan terkekeh, "Seperti yang Mas Rian katakan tadi, ambil hati anaknya dulu baru Ibunya." Ia terdiam sejenak, kini tatapannya berubah fokus. "Jujur, aku bingung bagaimana harus menggambarkan perasaanku yang sebenarnya. Tapi satu hal yang pasti, aku benar-benar serius, Mas. Bukan hanya sekedar rasa kasihan, tapi tulus ingin memilikinya."
"Alhamdulillah kalau kamu benar-benar memiliki niatan yang serius, Mas senang mendengarnya. Sekarang kamu masih harus bersabar menunggu jalannya terbuka. Jihan itu belum lama bercerai dari suaminya, dan mungkin saja perceraiannya itu meninggalkan rasa trauma untuk membina rumah tangga kembali. Yang harus kamu lakukan sekarang adalah membangun komunikasi yang baik dengannya, Mas lihat Jihan masih terlalu canggung padamu." Ujar Rian.
"Iya, Mas, bahkan dia itu seperti enggan menatapku." Aidan terkekeh.
"Dekati perlahan saja, kalau ada kesempatan ajak dia bicara. Mungkin dengan seringnya kalian mengobrol akan menghilangkan kecanggungan nya." Ujar Rian.
"Kalau begitu, aku mau ke toko saja bantu-bantu. Sebentar lagi tutup, sekarang dia pasti sedang beres-beres." Aidan beranjak dari tempat duduknya, dan langsung menuju toko.
Namun, ia tak mendapati keberadaan Jihan disana, melainkan hanya ada Nayra yang membantu pegawainya.
"Bundanya Dafa lagi keluar buang sampah di depan," ujar Nayra begitu melihat kedatangan Aidan.
Aidan tersenyum, rupanya Rian juga sudah menceritakan pada istrinya. Dan sepertinya ia akan menjadi bahan olokan sepasang suami-istri itu bila setiap kali ia datang ke toko.
"Nah, itu orangnya." Tunjuk Nayra pada Jihan yang baru saja masuk.
Aidan seketika salah tingkah, sedang Jihan terlihat bingung. Ia langsung menghampiri Nayra, "Kenapa, Mbak?" Tanyanya.
"Nih, si Om Dokter nyariin kamu." Kata Nayra, kemudian pergi sambil menahan senyum.
'Ya ampun, Mbak Nay!' Aidan bergumam kesal dalam hati.
hadech mama Kiara jangan galak2 dong bisa jantungan itu si Jihan papa Denis berasa Dejavu g tu anaknya mau mepet janda 🤭🤭🤭
ayo om dokter Pepet terus jangan kasih kendor dah pasti dibantuin nyomblangin kok ama bang Rian n Nayra 🤭🤭🤭