Tidak pernah Jingga bayangkan bahwa masa mudanya akan berakhir dengan sebuah perjodohan yang di atur keluarganya. Perjodohan karena sebuah hutang, entah hutang Budi atau hutang materi, Jingga sendiri tak mengerti.
Jingga harus menggantikan sang kakak dalam perjodohan ini. Kakaknya menolak di jodohkan dengan alasan ingin mengejar karier dan cita-citanya sebagai pengusaha.
Sialnya lagi, yang menjadi calon suaminya adalah pria tua berjenggot tebal. Bahkan sebagian rambutnya sudah tampak memutih.
Jingga yang tak ingin melihat sang ayah terkena serangan jantung karena gagalnya pernikahan itu, terpaksa harus menerimanya.
Bagaimana kehidupan Jingga selanjutnya? Mengurus suami tua yang pantas menjadi kakeknya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Savana Alifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MUNGKIN RINDU
Jingga duduk kikuk di dekat Langit, pagi ini seperti biasa mereka sarapan bersama. Setelah kejadian semalam, mereka tampak malu-malu.
Bayangkan saja bagaimana lucunya wajah Langit. Pria tua berjenggot putih itu bertingkah seperti anak remaja yang baru merasakan jatuh cinta. Jika tak tertutup bulu-bulu yang menguasai sebagian pipinya, mungkin rona merah di pipinya akan terlihat. Langit harus berterima kasih pada bulu-bulu yang tumbuh di sekitar pipinya, karena ia dapat menyembunyikan raut wajahnya.
Tak jauh berbeda dengan Langit, Jingga pun tampak malu-malu. untuk pertama kalinya bibirnya bersentuhan dengan bibir seorang pria, bahkan ia masih merasakan bibir pria itu menempel dengan kaku di bibirnya.
Mereka terus menunduk, berusaha menghabiskan makanan mereka dengan cepat. membuat Alex, pak Lim dan Rika mengira bahwa mereka tengah bertengkar.
Tadi malam, mereka bahkan tak dapat tidur dengan nyenyak. Langit sangat ingin lebih dekat lagi dengan Jingga, tapi ia bingung untuk memulai dan melakukan apa. Sepertinya ia harus mencari tahu dari internet bagaimana cara memulai hubungan seperti itu.
"Mas, mau nambah?" tanya Jingga. Ia melihat piring Langit sudah kosong.
Terkejut mendengar suara Jingga, Langit sontak mengangguk, padahal ia sudah kenyang dan sudah berusaha menghabiskan makanannya dengan cepat. Tapi anggukannya justru membuat Jingga menambah makanan ke atas piringnya.
"Jingga, aku kenyang.." cicitnya.
"Eh? Bukannya tadi mas mengangguk?" Tanya Jingga, apakah matanya yang sudah siwer, karena terlalu memikirkan kejadian semalam ia jadi tak fokus. Langit yang menggeleng justru tampak seperti mengangguk, begitu pikirnya.
"Itu, aku salah. Harusnya aku menggeleng," ucapnya.
"Yaah, makanannya mubadzir dong mas? Aku juga sudah kenyang, gak mungkin bisa menghabiskan makanan kamu." Jingga tampak menyesal, ia tak suka membuang-buang makanan.
Langit menggaruk kepalanya yang tak gatal, ia bingung harus berbuat apa. Perutnya memang sudah kenyang, selain itu ia juga ingin buru-buru pergi untuk menghindari istrinya. "Maafkan aku.."
"Tak apa, aku akan menghabiskannya," ucap Jingga. Tangannya terulur untuk mengambil alih piring di hadapan Langit, tapi pria itu menahannya.
"Jangan, ini bekas aku Jingga!"
"Memangnya kenapa? Kamu suamiku, tidak masalah bukan?"
"Tapi.."
Jingga hendak kembali mengambil piring di hadapan Langit, tapi pria itu lagi-lagi menahannya.
"Kita habiskan makanan ini bersama-sama. Aku akan membantumu menghabiskannya," ucap Langit.
Membuat Jingga tersenyum lalu mengangguk. akhirnya mereka makan satu piring berdua, mematahkan praduga Alex, pak Lim dan Rika yang mengira hubungan mereka tengah tak baik.
***
"Tuan, apa tidak sebaiknya anda mengatakan yang sebenarnya pada, Nyonya?" usul Alex. Ia menatap sang tuan yang tengah duduk menengadah di kursi kebesarannya.
Jemari pria tua itu saling bertaut, keningnya berkerut dengan mata terpejam. Tampak sekali Langit tengah berpikir keras, "Belum saatnya dia tahu," ucapnya masih dengan posisi yang sama.
"Maaf tuan, saya hanya khawatir Nyonya akan kecewa jika suatu saat nanti beliau tahu yang sebenarnya tentang anda dari orang lain." Alex kembali mengutarakan pendapatnya. Jujur, pria itu memang mencemaskan pernikahan tuannya. Benih-benih cinta sudah mulai terlihat, Alex tak mau hubungan Langit dan Jingga memburuk.
"Itu tugas kamu, Alex. Pastikan semuanya aman dan terkendali. Jangan biarkan siapapun mendekati istriku, termasuk keluarganya." Tegas Langit, itu lah salah satu alasan yang membuat Langit tak pernah mengizinkan Jingga pergi mengunjungi keluarganya. Banyak hal yang harus ia lindungi, banyak hal juga yang masih harus ia tutup rapat-rapat.
Alex mengangguk, "Baik Tuan."
Jika boleh jujur, Langit pun mencemaskan hal yang sama. Tapi belum saatnya Jingga tahu, masih ada yang harus ia selidiki dari masa lalunya. Ia berjanji, setelah semuanya selesai, ia akan menceritakan semuanya pada Jingga.
"Maaf, Jingga. Belum saatnya kamu tahu, aku juga harus melindungimu." Batinnya, memikirkan Jingga, entah mengapa tiba-tiba ia ingin mendengar suara gadis itu. Mungkinkah ini rindu?
Aah, Langit jadi ingin segera pulang. Melihat Jingga menyambut kedatangannya dengan senyuman, dan kembali bercerita sebelum mereka tidur.
Ngomong-ngomong soal tidur, ia kembali teringat kejadian beradu bibir sebelum mereka terlelap malam tadi. Ia pun mengambil ponselnya, ingin mencari tahu sebanyak-banyaknya tentang urusan ranjang. Bahkan detail kecil pun ia harus mengetahuinya! Ya, harus!