Kaiya Agata_ Sosok gadis pendiam dan misterius
Rahasia yang ia simpan dalam-dalam dan menghilangnya selama tiga tahun ini membuat persahabatannya renggang.
Belum lagi ia harus menghadapi Ginran, pria yang dulu mencintainya namun sekarang berubah dingin karena salah paham. Ginran selalu menuntut penjelasan yang tidak bisa dikatakan oleh Kaiya.
Apa sebenarnya alasan dibalik menghilangnya Kaiya selama tiga tahun ini dan akankah kesalapahaman di antara mereka berakhir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Sandra mencondongkan badannya dan mendekatkan wajah ke depan Ginran namun Naomi menepisnya. Sejak awal masuk kampus itu Naomi memang tidak begitu menyukai Sandra. Bukan membencinya, hanya tidak begitu suka saja.
Sandra selalu sok dekat dengan kelompok mereka, bahkan suka pamer ke orang-orang. Padahal kenyataannya mereka sama sekali tidak dekat.
"Masalah Ginran, kamu nggak usah ikut campur. Itu urusan pribadinya, kamu pasti ngerti kan maksud aku?" bisiknya pelan namun ada peringatan di sana. Sandra menatapnya sekilas lalu memaksakan seulas senyum dan memilih mundur, memberi ruang ke Naomi. Dia tidak tidak berani sama perempuan itu. Naomi dominan sekali orangnya.
"Jaga sikapmu." kali ini Naomi berbisik pelan ditelinga Ginran. Ia mengerti perasaan pria itu.
Dia dan Jiro sama terkejutnya melihat Kaiya yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Namun situasi saat ini tidak memungkinkan bagi mereka untuk bertindak berlebihan. Apalagi mereka termasuk senior yang selalu menjadi perhatian banyak orang.
Ginran menutup matanya dalam-dalam mencoba menenangkan diri. Sialan, Kaiya benar-benar membuatnya hilang fokus.
Di depan sana, Jiro yang berdiri tepat menghadap Kaiya kembali sibuk mengatur dan memerintah para mahasiswa baru. Ia jauh lebih pandai menyembunyikan perasaannya dibandingkan Ginran. Ya iyalah. Karena perasaan Ginran pada Kaiya jauh lebih besar dari sahabat-sahabatnya yang lain.
Perasaan Ginran berbeda karena rasa sayangnya bukan hanya sebatas sahabat saja. Buktinya, pria itu bisa berubah drastis menjadi lelaki seperti sekarang ini itu semua gara-gara Kaiya yang tiba-tiba menghilang tanpa penjelasan.
Jiro berusaha terlihat biasa saja meski dalam hati ia masih belum percaya melihat Kaiya yang muncul tiba-tiba didepan mereka. Kemana saja gadis itu tiga tahun ini? Ia bahkan menghilang tanpa menjelaskan apapun pada mereka, terutama Ginran.
"Lihat senior di depan kamu dan yang berdiri di depan sana? Dua-duanya sangat tampan, astaga!" bisik Lory girang. Matanya mencuri-curi pandang menatap Jiro dan Ginran.
Kaiya hanya tersenyum tipis yang agak dipaksa. Lory sama sekali tidak sadar kalau sekarang ini ia sedang berjuang mati-matian melawan rasa gugupnya yang makin menjadi-jadi.
\*\*\*
Hampir satu jam berlalu dan langit pun mulai gelap. Cuaca makin dingin tapi ceramah yang sejak tadi mereka dengar belum kelar-kelar juga.
Kaiya bergerak bosan. Ia ingin sekali pulang tapi tidak bisa. Mereka sudah mendapat peringatan kalau semuanya harus ikut penutupan orientasi setelah ini. Kaiya menoleh ke samping menatap aneh Lory yang bergerak-gerak seperti menahan sesuatu.
"Kamu kenapa?" tanyanya bingung.
"Gue pengen buang air, lo bisa temenin gue nggak?" ia melihat Lory menatapnya dengan raut wajah penuh harap. Mau tak mau Kaiya akhirnya mengangguk.
"Kak!"
Seorang senior perempuan yang berdiri dekat mereka melirik Lory yang mengangkat tangannya tinggi-tinggi.
"Kita mau ijin ke toilet." Lory meminta ijin.
Senior itu menatap kedua gadis itu bergantian.
"Ya sudah pergi sana, jangan lama-lama." ia mengijinkan sekaligus memberi peringatan tegas. Lory mengangguk lalu cepat-cepat menarik tangan Kaiya keluar lapangan.
Ginran ikut beranjak dari tempatnya. Ia terus mengamati Kaiya sejak tadi. Ada hal yang harus ia tanyakan secara langsung dan ia harus mendengarnya dari gadis itu hari ini juga. Sudah cukup ia menghabiskan waktu tiga tahun ini dengan batin tersiksa karena rasa ingin tahunya.
Jiro ingin melangkah mengikuti Ginran namun Naomi buru-buru menghentikannya. Ia memberi kode pada pria itu dengan matanya supaya lelaki itu tidak pergi karena tindakan mereka pasti akan mengundang perhatian yang lain.
Lagipula menurutnya Ginran dan Kaiya membutuhkan waktu berdua untuk masalah pribadi mereka. Masalah gadis itu yang tiba-tiba pindah sekolah tanpa alasan bisa di tanya nanti.
Kaiya sudah tercatat sebagai mahasiswi kampus ini jadi gadis itu tidak mungkin kabur lagi. Kecuali ia melakukan hal yang sama seperti dulu, menghilang tanpa kabar.
Kaiya dan Lory berhenti di toilet yang berada di area belakang kampus, lokasinya sepi sekali. Tak ada orang lain, hanya mereka. Lory berhenti sebentar menatap Kaiya.
"Lo mau masuk juga nggak?" tanyanya.
Kaiya menggeleng.
"Aku tunggu di luar aja." katanya. Lory mengangguk mengerti.
"Baiklah. Gue nggak bakal lama." balasnya lalu buru-buru masuk ke dalam.
Kaiya lalu membalikkan badannya ingin bersandar ke dinding namun kemudian ia merasakan tangannya tiba-tiba di tarik kasar oleh seseorang. Gadis itu kaget bukan main. Ia berusaha keras ingin melepaskan diri tapi tangan kekar seseorang yang mencengkeramnya itu terlalu kuat. Astaga, siapa sih yang berani menarik-nariknya seenaknya begitu.
"Kamu siapa? Lepasin aku!" tukas Kaiya mulai meronta-ronta berusaha melepaskan diri tapi orang itu terus menariknya kasar, entah mau membawanya kemana. Wajahnya tidak kelihatan karena gelap.
Ketakutan Kaiya bangkit begitu menyadari dirinya dibawah ke sebuah ruangan kosong. Ya Tuhan, apa yang akan terjadi padanya? Siapa orang itu dan kenapa ia di bawah ke ruangan gelap begini.
Gadis itu merasakan tangannya dilepas perlahan. Ruangan kosong yang tadinya gelap itu kini berubah terang.
Kaiya mengangkat wajahnya ingin melihat sosok orang yang menariknya dengan paksa dan membawanya entah kemana ini. Matanya membelalak lebar. Ia tidak bisa menutupi raut wajah kagetnya saat menyadari sosok yang sangat ia kenal kini sedang berdiri dihadapannya dan terus menatapnya lekat. Jarak mereka sangat dekat hingga ia bisa merasakan hembusan nafas pria itu diwajahnya.
Kaiya merasa tidak sanggup ditatap begitu. Apalagi lelaki itu sekarang makin tampan dan lebih dewasa dibandingkan dulu. Auranya makin kelihatan. Kaiya yakin banyak sekali wanita yang akan iri padanya kalau melihat mereka berdiri sedekat ini.
Eh?
Kaiya menyadarkan diri. Ia berbalik cepat mencoba untuk kabur namun tangan Ginran jauh lebih cepat meraihnya untuk menghentikan aksi kaburnya.
Ginran mendorong Kaiya ke tembok, mengukungnya dengan meletakkan kedua tangannya di samping tubuh gadis itu, dan mengunci Kaiya dalam tubuhnya yang jangkung.
Kaiya makin gugup. Jantungnya berdebar keras. Wajah Ginran begitu dekat dan menatapnya lekat-lekat. Ia yakin kalau pria itu bergerak kedepan sedikit saja bibir mereka akan menyatu. Gadis itu cepat-cepat menghindar dan membuang wajah kesamping. Ia terlalu malu menatap Ginran. Pria itu tersenyum sinis.
"Mau kabur lagi? Huh! Jangan harap." cibir Ginran.
Pria itu menatap tajam Kaiya. Suara rendahnya terdengar menusuk di telinga Kaiya. Gadis itu terdiam sebentar, mencoba mengatur nafasnya yang tak beraturan dan menatap pria itu lagi.
Ginran bisa mencium aroma gadis itu dan merasakan hembusan nafasnya.
Wanginya masih sama. Wangi yang selalu membuatnya merasa nyaman berada di dekat gadis itu dulu, waktu mereka SMA. Ia tidak mengelak kalau sampai sekarang dirinya masih menyukai wangi ini. Wangi dari perempuan yang selalu dia rindukan.
Menurutnya aroma tubuh Kaiya sangat khas. Hanya wanita ini yang punya aroma unik seperti itu baginya secara pribadi. Tanpa sadar Ginran menurunkan wajahnya ke leher Kaiya, mengendus leher jenjang itu dan menikmati aroma tubuhnya.
"A ... Aku harus balik sekarang." gumam Kaiya pelan. Ia merasa canggung. Belum pernah ada pria yang berdiri sedekat ini dengannya. Entah kenapa ia tidak bisa menghadapi seorang Ginran yang sekarang. Tentu karena pria itu jauh lebih meresahkan dibanding dulu.
Dulu pria itu tidak pernah seberani ini mendekatinya. Ginran yang dulu selalu bersikap sopan dan tidak kasar, juga selalu tersenyum lembut padanya. Hari ini ia melihat seorang Ginran yang sangat amat berbeda. Pria itu berubah.
Apa karena dirinya? Tidak, tidak. Kaiya langsung menepis pikirannya. Ia terlalu percaya diri. Ginran mengangkat wajah yang sejak tadi menempel di leher Kaiya dan menatap gadis itu lurus-lurus.
"Kau pikir aku akan membiarkanmu pergi lagi, hm?" gumam Ginran dengan suara rendah, dingin dan begitu mengintimidasi. Suasana berubah hening dan terasa sangat mencekam.
Kaiya terdiam, ia masih tidak terbiasa dengan perubahan pria itu. Sudah lebih dari tiga tahun ini mereka tidak bertemu dan Ginran telah berubah menjadi sosok yang sangat dingin di matanya.
kl kyk ginran naomi apalagi jiro, mereka kyk bukan teman, tp org lain yg hanya melihat "luar"nya saja
2. teman d LN