Denis Agata Mahendra, seorang bocah laki-laki yang harus rela meninggalkan kediamannya yang mewah. Pergi mengasingkan diri, untuk menghindari orang-orang yang ingin mencelakainya.
Oleh karena sebuah kecelakaan yang menyebabkan kematian sang ayah, ia tinggal bersama asisten ayahnya dan bersembunyi hingga dewasa. Menjadi orang biasa untuk menyelidiki tragedi yang menimpanya saat kecil dulu.
Tanpa terduga dia bertemu takdir aneh, seorang gadis cantik memintanya untuk menikah hari itu juga. Menggantikan calon suaminya yang menghamili wanita lain. Takdir lainnya adalah, laki-laki itu sepupu Denis sendiri.
Bagaimana kisah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Radit
Di dalam kamar apartemen yang sederhana, Larisa tengah menyiapkan makan malam untuk mereka berdua. Tidak, dia berencana mengundang Haris untuk ikut makan bersama. Berbagai aneka menu masakan terhidang di atas meja.
"Tinggal menunggu hidangan penutup ini matang, maka selesai sudah menu makan malam hari ini," gumam Larisa seraya memeriksa oven yang di dalamnya sedang memanggang kue.
Ia membuat minuman segar, jus jeruk yang ia peras sendiri. Menyajikannya dengan bongkahan kecil batu es dan menempatkannya pada sebuah wadah besar. Tak lupa air putih pun ia sajikan.
"Tinggal menunggu Denis datang, aku akan bersiap dulu," ucap Larisa seraya melepas apron dan membersihkan tangannya.
Ia berjalan ke kamar, berganti pakaian malam yang sederhana. Merias wajah sedikit, menyisir rambut dan menggulungnya menjadi satu di tengah.
Larisa mengambil ponsel, mengetik pesan kepada Denis.
Apa kau masih lama?
Ia menunggu beberapa saat, berjalan keluar dan duduk di ruang tengah. Menatap pintu berharap Denis secepatnya datang. Ponsel di tangan ia pandangi, menanti balasan.
Tunggu, aku di perjalanan.
Larisa tersenyum, tak lagi membalas pesan Denis. Sekali lagi memeriksa penampilan, memastikan semuanya aman dipakai.
Tok-tok-tok!
Ketukan pada pintu membuatnya berjingkrak riang. Ia melompat dari sofa, berdiri menstabilkan perasaannya. Entah mengapa, Larisa merasa berbunga-bunga tidak seperti biasanya.
"Ekhem!" Ia berdehem menormalkan suara agar tidak bergetar karena gugup. Apa yang menyebabkannya gugup?
"Ya, sebentar!" serunya seraya berjalan mendekati pintu utama.
Dengan tangan bergetar, Larisa memegang handel pintu dan menariknya hingga terbuka sedikit. Beruntung, Larisa segera mendongak menatap sosok yang datang.
"Kau!" Mata indah itu berubah tajam, menyalang pada sosok yang menahan pintu hendak ditutup Larisa.
Sosok di depan pintu menyeringai licik, menatap liar pada istri Denis yang berada di baliknya.
"Apa kau merindukan aku, sayang?" ucapnya sembari mendorong pintu agar terbuka.
"Pergi aku sialan! Untuk apa kau datang ke sini?" Larisa mendorong pintu dari dalam dengan sekuat tenaga. Mengarahkan seluruh energi dalam tubuh untuk menahannya agar tidak terbuka.
"Buka pintunya, Larisa! Biarkan aku masuk," ucap laki-laki itu lagi terus mendorong daun pintu dari luar.
Ah, sial!
Larisa mengumpat ketika melihat ponsel yang tertinggal di sofa. Ia terlalu senang saat mendengar ketukan pintu, mengira yang datang adalah Denis.
"Larisa!" Radit berteriak geram, sekuat tenaga mendorong pintu itu.
"Buka! Jika kau tak ingin aku merusak pintu ini," ujar Radit mengancam Larisa.
"Tidak! Aku tak sudi membuka pintu untukmu! Pergi aku brengsek!" balas Larisa ikut berteriak.
Sebelah tangannya berusaha menggapai ponsel, tapi tak sampai. Hampir pintu itu terbuka, tapi dengan cepat Larisa mendorongnya dengan kedua tangan. Ia tak ingin Radit masuk ke dalam dan mengganggu keadaan rumahnya.
"Larisa, buka!" Radit menjulurkan tangan hendak menggapai Larisa, tapi gadis itu menjauh dari celah sambil menahan pintu.
Brak!
"Argh!"
****
Di rumah tuan Jaya, Haris memeriksa keadaan. Berkomunikasi dengan orang-orang suruhan Denis yang menjaga sang kakek. Menerima informasi banyak dari mereka, kemudian ia kembali ke sisi tuan Jaya yang tengah berbincang dengan keluarganya yang lain.
Matanya melilau menatap setiap kepala, memastikan tak ada yang berkurang. Namun, ia tak dapat menemukan satu orang di antara mereka.
"Ke mana dia?" tanyanya berbisik kepada salah satu pengawal tuan Jaya.
"Siapa, Tuan?" Ia balik bertanya tak mengerti.
"Raditya," jawab Haris dengan mata mengarah ke segala arah.
Pengawal tersebut ikut memeriksa sekitar, mencari keberadaan Raditya. Berselang, seseorang berlari mendekati Haris. Berbisik kepadanya.
"Tuan, Raditya meninggalkan pesta. Dia pergi terburu-buru," lapornya membuat tubuh Haris menegang.
Dengan langkah lebar, asisten Denis itu keluar untuk memastikan. Menatap kepergian sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi.
"Periksa keadaan sekitar, aku akan menghubungi tuan," ucap Haris waspada.
Mereka menyebar, memeriksa sekitar rumah tuan Jaya. Tak hanya di dalam, tapi di luar rumah pun tak luput dari pemeriksaan mereka.
Haris menghubungi Denis, satu kali, dua kali tak diangkat laki-laki itu. Ia memberanikan diri menghubunginya untuk yang ketiga kali.
****
Sementara di luar di waktu yang bersamaan, kedua sudut bibir Denis terangkat setelah membalas pesan dari sang istri. Ia menatap sekeliling, berharap ada sesuatu yang menarik hati untuk ia berikan kepada Larisa nanti.
Tak sengaja matanya menatap sebuah toko bunga yang masih menyala.
"Pak, berhenti di sana!" titahnya menunjuk toko bunga tersebut.
Mobil berbelok dan berhenti di depan toko.
"Biar saya yang membelinya, Tuan," ucap supir tersebut.
Denis mengangkat tangan, menolaknya.
"Saya saja, Bapak tunggu di mobil saja," ucapnya seraya keluar dari mobil memasuki toko tersebut.
Memilah dan memilih bunga apa saja yang akan dirangkainya menjadi sebuah buket indah untuk hadiah sang istri. Ia mengambil satu per satu bunga-bunga itu, dan memberikannya kepada pelayan toko. Menunggu untuk dirangkai sambil memeriksa ponsel.
Ia mengernyit, melihat nomor yang menelepon. Denis tak acuh, memasukan kembali benda pipih tersebut ke dalam saku. Berselang, gawainya kembali bergetar. Menyulut emosi di dalam hati.
"Kurang ajar! Bukankah dia tahu aku tak suka jika terus-menerus menelpon," geram Denis sambil mengeluarkan kembali benda pipih itu.
Ia menggeser tombol hijau mengangkat panggilan. Menempelkannya ke telinga agar dapat didengar.
"Bukankah kau tahu aku tak suka diganggu!" ucap Denis dengan suara yang menggeram.
Haris di seberang sana terdengar panik, napasnya yang sedikit memburu dapat didengar Denis.
"Ah, Tuan? Syukurlah Anda baik-baik saja. Saya khawatir terjadi sesuatu dengan Anda," ucap Haris sambil menghela napas lega mendengar suara Denis yang baik-baik saja.
Denis berdecak, mematikan sambungan telepon yang menurutnya tak penting. Namun, selang beberapa saat, Haris kembali menghubungi. Kali ini, Denis benar-benar mengabaikan panggilannya.
Ia mematikan telepon Haris, dan hendak memasukkan benda itu ke dalam saku. Akan tetapi, getar ponsel membuatnya penasaran ingin membaca.
"Tuan, sudah selesai," ucap si Pelayan sembari menyerahkan buket bunga kepada Denis.
Ia yang hendak melihat pesan Haris urung dan mengambil uang dari dalam dompetnya. Membayar, untuk kemudian pergi keluar. Denis masuk ke dalam mobil, menyimpan buket bunga di sisinya. Ia hampir lupa dengan pesan yang akan dibacanya jika saja benda itu tidak bergetar lagi.
Maaf, Tuan, tapi ini genting sekali. Radit tidak ada di rumah tuan Jaya. Jika Anda baik-baik saja, saya khawatir dengan keadaan nona.
Degh!
Jantung Denis berdetak keras seusai membaca pesan pertama dari Haris itu. Terburu-buru tangannya menekan pesan kedua, berpacu dengan waktu.
Tuan, menurut laporan orang yang mengikutinya, dia menuju kediaman nona. Saya sedang di perjalanan ke sana.
"Sial! Cepatlah, jangan sampai terlambat!" titah Denis dengan suara yang menggeram.
"Ada apa, Tuan?" tanya sang supir sembari menambah kecepatan.
"Tak usah banyak tanya. Tambah kecepatannya!" geram Denis kalut.
"Baik, Tuan!"
Mobil melaju di bawah normal, dia tak ingin terlambat datang ke rumah.
"Apa yang diinginkan bajingan itu!" Denis menggeram sambil mengepalkan tangan kuat-kuat.
"Cepat!"
gk mau Kalah Sam Denis ya....
Yg habis belah durian......