Jejak Tanpa Nama mengisahkan perjalanan Arga, seorang detektif muda yang berpengalaman dalam menyelesaikan berbagai kasus kriminal, namun selalu merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya. Suatu malam, ia dipanggil untuk menyelidiki sebuah pembunuhan misterius di sebuah apartemen terpencil. Korban tidak memiliki identitas, dan satu-satunya petunjuk yang ditemukan adalah sebuah catatan yang berbunyi, "Jika kamu ingin tahu siapa yang membunuhku, ikuti jejak tanpa nama."
Petunjuk pertama ini membawa Arga pada serangkaian kejadian yang semakin aneh dan membingungkan. Saat ia menggali lebih dalam, ia menemukan sebuah foto yang tampaknya biasa, namun menyembunyikan banyak rahasia. Foto itu menunjukkan sebuah keluarga dengan salah satu wajah yang sengaja dihapus. Semakin Arga menyelidiki, semakin ia merasa bahwa kasus ini lebih dari sekadar pembunuhan biasa. Ada kekuatan besar yang bekerja di balik layar, menghalangi setiap langkahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dyy93, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jejak yang Tersisa
Cahaya matahari menyinari langit, menyapu sisa-sisa asap dari reruntuhan markas utama Helios. Tim Arga berdiri di tepi sebuah bukit, menyaksikan kehancuran besar yang mereka tinggalkan di belakang. Nathan Helios, kini diborgol dengan pengaman khusus, duduk di bawah pengawasan ketat pasukan sekutu yang baru tiba.
Arga mendekati Alya, Damar, dan Lina, yang sedang beristirahat di dekat pesawat mereka. Wajah mereka lelah, tubuh mereka penuh luka, tapi ada kebanggaan yang samar di mata masing-masing.
“Kita berhasil menghentikan Nathan,” kata Alya, memecah keheningan. “Tapi kenapa rasanya ini belum selesai?”
Arga mengangguk. “Karena memang belum. Nathan mungkin tertangkap, tapi apa yang dia bangun masih ada di luar sana. Kita hanya menghancurkan sebagian kecil dari seluruh jaringannya.”
Lina menatap perangkatnya, mengamati data yang berhasil dia unduh dari sistem markas sebelum hancur. “Aku menemukan sesuatu di sini. Data ini menunjukkan lokasi-lokasi yang dia gunakan sebagai pusat operasinya. Markas ini hanyalah satu dari banyak tempat.”
“Berapa banyak?” tanya Damar, suaranya penuh kekhawatiran.
“Setidaknya ada lima belas lokasi lain yang tersebar di seluruh dunia,” jawab Lina. “Dan yang lebih buruk, setiap lokasi tampaknya memiliki proyek rahasia masing-masing.”
Arga menghela napas panjang, merasa bahwa perjalanan mereka masih jauh dari kata selesai.
---
Di sisi lain bukit, Nathan duduk dengan tenang, meskipun tangan dan kakinya terikat. Matanya terus memperhatikan tim Arga dari kejauhan. Tidak ada tanda-tanda penyesalan di wajahnya, hanya ketenangan dingin yang membuat para pengawal merasa waspada.
Seorang komandan pasukan sekutu, Letnan Kolonel Rendra, mendekati Arga. “Nathan akan dipindahkan ke fasilitas keamanan maksimum di luar negeri. Tapi kami butuh bantuan kalian untuk memahami apa yang dia lakukan di sini.”
“Kami punya data dari sistemnya,” jawab Arga. “Tapi itu hanya awal. Nathan menyembunyikan terlalu banyak hal.”
“Dan dia bukan tipe orang yang akan diam saja di penjara,” tambah Alya, menatap tajam ke arah Nathan.
Rendra mengangguk setuju. “Kami akan memastikan dia dijaga ketat. Tapi, seperti yang kalian katakan, ancaman ini belum selesai.”
---
Sementara itu, Lina terus mempelajari data di perangkatnya. Tiba-tiba, dia terdiam, wajahnya berubah serius. “Aku menemukan sesuatu yang aneh.”
“Apa itu?” tanya Arga sambil mendekatinya.
“Di salah satu lokasi yang terdaftar, ada sesuatu yang disebut Proyek Genesis. Tapi tidak ada detail tentang apa itu. Hanya ada koordinat dan perintah bahwa proyek itu adalah prioritas utama.”
Damar, yang sedang memperbaiki senjatanya, menoleh. “Itu pasti sesuatu yang besar, kalau sampai dianggap prioritas utama.”
“Aku tidak suka ini,” kata Alya. “Nathan jelas merencanakan sesuatu yang lebih besar dari yang kita kira.”
Arga memandangi data itu dengan mata yang tajam. “Kita tidak punya pilihan. Kita harus pergi ke sana dan menghentikan apa pun itu sebelum terlambat.”
---
Malam tiba, dan tim Arga memutuskan untuk beristirahat sebelum memulai misi berikutnya. Namun, suasana tetap tegang. Mereka semua tahu bahwa apa yang mereka hadapi hanya akan semakin berat.
Di tengah malam, Arga duduk sendirian di luar kamp, menatap langit berbintang. Alya mendekatinya, membawa dua cangkir kopi panas.
“Kau baik-baik saja?” tanya Alya sambil duduk di sampingnya.
“Sejujurnya, tidak,” jawab Arga sambil mengambil cangkir itu. “Aku merasa seperti kita selalu selangkah di belakang. Dan setiap kali kita menang, Nathan atau organisasinya selalu punya rencana cadangan.”
Alya mengangguk pelan. “Tapi kita masih di sini, Arga. Dan selama kita tetap berjuang, mereka tidak akan menang.”
Arga tersenyum tipis. “Kau benar. Kita harus tetap berjuang, apa pun yang terjadi.”
---
Pagi harinya, tim bersiap untuk keberangkatan mereka. Lina berhasil memecahkan koordinat Proyek Genesis, yang membawa mereka ke sebuah lokasi terpencil di tengah gurun luas.
Namun, sebelum mereka pergi, Letnan Kolonel Rendra mendekati mereka dengan ekspresi serius. “Ada kabar buruk. Konvoi yang membawa Nathan ke fasilitas keamanan maksimum diserang.”
Mata Arga melebar. “Apa? Bagaimana itu bisa terjadi?”
“Kami belum tahu detailnya,” jawab Rendra. “Tapi kami kehilangan kontak dengan tim pengawalan. Ada kemungkinan Nathan berhasil melarikan diri.”
“Ini tidak mungkin kebetulan,” kata Alya. “Dia pasti sudah merencanakan ini sejak awal.”
“Kalau begitu, kita harus lebih cepat,” kata Arga dengan suara tegas. “Nathan akan mencoba kembali ke jaringannya. Dan jika Proyek Genesis adalah prioritas utama, dia mungkin menuju ke sana juga.”
---
Pesawat mereka lepas landas, meninggalkan reruntuhan markas Helios di belakang. Namun, perjalanan mereka menuju gurun membawa ketegangan baru. Apa pun yang menanti mereka di sana, Arga tahu bahwa itu adalah ujian terberat yang pernah mereka hadapi.
Nathan mungkin telah melarikan diri, tapi tim ini tidak akan menyerah. Perjalanan untuk menghancurkan organisasi Helios masih panjang, dan Proyek Genesis mungkin menjadi kunci untuk mengakhiri segalanya.
---