Syena Almira, gadis yang tanpa sengaja dinikahkan dengan seorang pria bernama Fian Aznand yang tidak dia ketahui sama sekali. Berawal dari sebuah fitnah keji yang meruntuhkan harga dirinya dan berakhir dengan pernikahan tak terduga hingga dirinya resmi di talak oleh sang suami dengan usia pernikahan yang kurang dari 24 jam.
"Aku tak akan bertanya pada-Mu Ya Allah mengenai semua ini, karena aku yakin kalau takdir-Mu adalah yang terbaik. Demi Engkau tuhan yang Maha pemberi cinta, tolong berikanlah ketabahan serta keikhlasan dalam hatiku untuk menjalani semua takdir dari-Mu." _ Syena Almira.
"Kenapa harus seperti ini jalan cintaku tuhan? Aku harus menjalani kehidupan dimana dua wanita harus tersakiti dengan kehadiranku? Aku ingin meratukan istriku, tapi kenapa ketidakberdayaan ku malah membuat istriku menderita?" _ Fian Aznand.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perasaan Cemburu
Fian menemui Syena, dia ingin meminta penjelasan pada Syena, kenapa Azad kemarin memanggilnya uncle. Karena sekarang hari minggu, dia sekalian ingin mengajak Azad dan Syena bermain, karena kemarin dia sudah membawa Naima dan anak-anaknya bermain.
"Azad, ayo makan dulu nak, umma sudah lelah membuatkan makanan ini untukmu, kamu hanya memakannya sedikit." Syena terus mengejar Azad yang menolak untuk makan.
"Azad kenyang umma, Azad tidak mau makan lagi."
"Tidak boleh begitu Azad, kamu mau kalau makanan ini menangis karena tidak di makan?"
"Tidak mau umma, Azad sangat kenyang." Azad terus berlari hingga ke halaman rumah, yang mana saat ini mobil Fian baru saja memasuki pekarangan rumah Syena.
"Abiii." Azad berlari memeluk Fian, sedangkan Syena hanya menatap kedatangan Fian dengan senyum yang berat, dia tidak mengerti dengan perasaannya saat ini, tapi yang jelas, hatinya begitu pilu melihat kebersamaan Fian dengan Naima dan anak-anaknya kemarin malam.
Fian menggendong Azad dan mencium pipi Azad dengan gemas.
"Abi bawakan kamu mainan, apa kamu suka?" Azad menerima pemberian Fian dengan senang hati.
"Suka bi, tumben abi hari minggu datang ke sini."
"Iya soalnya sekarang abi sedang libur nak."
"Apa nanti malam abi akan membawa Rayyan bermain lagi? Azad juga ingin ditemani sama abi main seperti Rayyan."
"Azad, tidak boleh begitu, ayo turun, abi pasti lelah dan makanan kamu juga belum habis ini." Syena mengalihkan pembicaraan anaknya pada Fian, dia tidak ingin Azad meminta sesuatu yang sulit pada Fian.
"Tidak umma, Azad tidak mau makan lagi, Azad sudah kenyang." Syena menghela nafasnya.
"Kenapa tidak boleh anakku meminta hal itu?" Tanya Fian pada Syena, istrinya itu tidak menjawab, dia malah meminta Azad turun dari gendongan Fian dan meminta Azad untuk masuk ke dalam rumah.
"Ayo bi, kita main."
"Iya nak, kamu masuk dulu ya." Azad berlari memasuki rumah sambil membawa mainan yang Fian belikan tadi.
"Ada apa kamu ke sini hari ini?" Tanya Syena pada suaminya tanpa meminta suaminya untuk masuk terlebih dahulu.
"Ada apa? Ya jelas aku mau lihat kamu dan Azad, kenapa kamu bersikap dingin begini padaku?"
"Bukan begitu, lebih baik kamu pulang saja Fian, aku dan Azad ingin keluar hari ini."
"Syena, aku akan pulang kemana? Kamu juga tempat pulang ku, memangnya salah ya kalau aku ke sini?"
"Ya tidak salah, tapi lebih baik kamu ke rumah Naima saja, aku dan Azad akan keluar."
"Ya sudah, kita keluar bersama saja."
"Tidak Fian, aku hanya ingin keluar berdua dengan Azad."
"Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu."
"Apa?"
"Suruh aku masuk dulu Syena, apa aku tidak boleh memasuki rumah ini lagi?" Syena menunduk dan menghela nafasnya, netra nya memandang Fian dengan lekat.
"Masuklah." Mereka jalan beriringan. Syena membuatkan minum untuk Fian lalu mereka duduk di taman belakang sambil melihat Azad bermain.
...***...
Naima pergi membawa Rayyan dan Sofi jalan-jalan keluar, dia merasa suntuk di rumah, Naima membawa Rayyan dan Sofi ke mall untuk bermain.
"Ummi, kenapa papa tidak ikut dengan kita?"
"Rayyan sayang, tadi kan papa sudah bilang kalau dia mau ke restoran kita, sudah lama papa tidak melihat restoran itu, makanya sekarang papa pergi ke sana."
"Kalau begitu kita ke sana juga yuk ummi, aku ingin pergi main dengan papa juga." Naima mengangguk, dia berniat untuk menemui Fian di restoran, sekalian untuk mengajak suaminya itu keluar bersama anak-anaknya.
Naima melajukan mobil menuju restoran mereka, dia mencari Fian namun pria itu tidak ada ke sana, Naima kembali memasuki mobil dan menghubungi Fian, setelah menjawab salam dari suaminya itu, Naima menanyakan keberadaan Fian saat ini.
"Aku sedang ada di rumah teman sayang." Jawab Fian.
"Oh dimana? Apa masih lama kamu di sana? Aku ingin mengajakmu keluar dengan anak-anak, Rayyan ingin pergi denganmu."
"Maafkan aku, mungkin aku akan sedikit telat pulang hari ini, kamu pergi dengan anak-anak saja ya."
"Ya sudah, jangan terlalu malam nanti pulang ya, aku merindukanmu."
"Iya sayang."
Naima membujuk Rayyan untuk bermain tanpa Fian, anak itu akhirnya mau dan menikmati harinya bersama Sofi dan Naima.
Sedangkan Fian menatap lembut wajah istri yang saat ini sedang melakukan hubungan halal dengannya, kegiatan panas mereka harus terhenti ketika panggilan masuk dari Naima tadi.
"Apa Naima memintamu untuk pulang?"
"Rayyan ingin keluar denganku, semalam aku sudah menghabiskan waktu bersama mereka, sekarang aku ingin bersama denganmu." Fian kembali mencumbu istrinya itu dan melanjutkan kegiatan mereka yang sempat terjeda tadi.
Di mall, Naima dan Rayyan selesai bermain, mereka makan di sebuah cafe bertiga, Naima membawa cemilan sendiri dari rumah untuk Sofi, Rayyan begitu lahap makan begitu juga dengan Sofi.
"Naima Aghnia." Sapa seorang pria pada Naima, wanita itu melirik orang yang menyapanya.
"Ayyas, masyaAllah, duduklah." Pria yang bernama Ayyas itu duduk di samping Rayyan, tepatnya di depan Naima.
"Apa kabar Naima? Anak-anakmu sudah besar ternyata."
"Alhamdulillah aku baik, iya, mereka sudah besar, kamu sendiri apa kabar?"
"Aku baik alhamdulillah, tidak menyangka ya kalau kita bertemu di sini."
"Iya, bukannya kamu bekerja di Las Vegas?"
"Yah tapi sudah seminggu ini aku bekerja di Szent Ferenc Hospital, aku baru saja dipindah tugaskan ke sini."
"Dokter hebat seperti dirimu memang begitu berguna di rumah sakit manapun Ayyas."
"Jangan terlalu memuji aku seperti itu Naima, kamu sendiri bekerja di mana."
"Aku hanya menjadi ibu rumah tangga saja, hanya suamiku saja yang bekerja."
"Beruntung sekali suami kamu ya."
"Kamu sendiri bagaimana? Apa sudah menikah?"
"Belum Naima, aku masih belum bisa melupakan dirimu." Senyum di wajah Naima seketika memudar.
"Jangan seperti itu, tidak baik."
"Aku memang bicara fakta, aku belum menikah karena aku belum bisa melupakanmu."
"Ayyas, tolong jangan bahas masa lalu kita, semua sudah berlalu."
"Iya Naima aku tau, andai saja waktu itu aku menentang kedua orang tuaku, mungkin sekarang kita sudah bersatu dan bahagia."
"Sudahlah Ayyas, jangan dibahas lagi, kita sudah memiliki kehidupan masing-masing, aku juga sangat mencintai suamiku dan lihatlah, aku sudah memiliki dua orang anak darinya."
"Iya Naima, maafkan aku." Naima kembali menyuapi Sofi.
"Hai boy, siapa nama kamu?" Tanya Ayyas pada Rayyan.
"Rayyan uncle."
"Waw, siapa yang memberi nama untukmu?"
"Papa."
"Apa papa mu pria yang tampan?"
"Iya, papaku adalah pria yang sangat tampan di dunia ini."
"Tampan dia atau uncle?"
"Ya jelas tampan papaku." Ayyas tertawa ringan, dia mencoba untuk mendekatkan diri pada Rayyan, ternyata begitu mudah bagi Ayyas dekat dengan putra sulung Fian itu.
Jalan-jalan kali ini, Naima ditemani oleh Ayyas atas permintaan dari Rayyan, mereka bagai sebuah keluarga bahagia, Naima juga sangat bahagia melihat Rayyan dan Sofi begitu santai bermain dengan Ayyas.
Tak terasa sekarang sudah pukul 5 sore, Naima pamit untuk pulang karena takut jika nanti Fian sudah pulang ke rumah.
"Terima kasih untuk waktumu Ayyas, aku pulang dulu."
"Iya Naima, sama-sama."
"Terima kasih uncle, aku senang bisa kenal dengan uncle."
"Sama-sama boy, lain kali jangan sungkan untuk bermain denganku, dan jangan lupa untuk sering menemui uncle di rumah sakit ya." Rayyan mengangkat tangannya dan melakukan tos dengan Ayyas.
Ayyas menatap mobil Naima yang sudah menjauh dari pandangannya, kebahagiaan hari ini begitu membekas di hati Ayyas, bagaimana tidak? Naima merupakan cinta pertamanya, dulu dia dan Naima sudah menjalin hubungan semenjak Naima kuliah hingga Naima lulus, ketika itu Ayyas akan melamar Naima namun kedua orang tua Ayyas menentang hubungannya dengan Naima, dikarenakan Naima bukanlah berasal dari keluarga kaya.
Ayyas sangat patuh dan taat pada kedua orang tuanya, terutama pada ibunya, dia memilih untuk meninggalkan Naima dan pindah ke Las Vegas. Sudah sekian lama, dia masih tidak bisa melupakan Naima hingga dia memutuskan untuk tidak menikah dengan gadis manapun dari pilihan orang tuanya.
"Cintaku masih sama seperti dulu padamu Naima, maafkan aku, karena terlalu bodoh untuk meninggalkan kamu dulu." Ayyas sangat menyesal dengan keputusannya.
...***...
"Aku pulang dulu ya, jaga diri baik-baik, jika ada apa-apa segera hubungi aku."
"Iya, kamu juga ya."
"Abi pergi dulu ya nak." Azad mengangguk, dia serasa berat untuk membiarkan Fian pergi.
"Kenapa abi tidak menjadi milikku sepenuhnya? Aku juga ingin seperti Rayyan, yang selalu bisa bersama abi lebih lama dan selalu bisa memanggil abi di luaran sana tanpa mengubah panggilannya." Syena langsung merangkul Azad, dia menutup mulut Azad dengan tangannya.
"Kamu tidak boleh bicara seperti itu nak." Ujar Syena.
"Maafkan abi ya, abi akan pikirkan cara agar semua ini selesai nak, abi pasti akan membawa kamu dan mengenalkan kamu sebagai anak abi pada dunia, abi janji." Syena menatap Fian yang saat ini tengah memeluk Azad.
"Jangan berjanji seperti itu Fian." Fian berdiri dan memeluk Syena.
"Aku tidak mungkin akan membiarkan kamu dan Azad seperti ini terus Syena, kamu itu istriku, bukan simpananku, jadi kamu dan Azad berhak atas diriku sepenuhnya juga, jadi tolong, jangan suruh Azad lagi memanggilku uncle diluaran sana, aku ini ayahnya." Tekan Fian pada Syena.
"Aku hanya menjaga rumah tanggamu Fian, aku tidak mau rumah tanggamu hancur karena hal ini."
"Lambat laun semua ini pasti akan terbongkar Syena, aku akan memikirkan cara agar bisa memberitahu Naima."
"Jangan Fian, kamu sudah berjanji padaku."
"Aku sudah siap dengan segala konsukuensinya Syena, aku ini suamimu, jadi dengarkan apa yang aku katakan."
"Tidak untuk sekarang, aku mohon."
"Iya, aku tidak akan memberitahu Naima sekarang, kalau begitu aku pergi dulu." Fian mencium kening istrinya lalu mencium perut buncit Syena, dia sebenarnya sangat berat untuk meninggalkan Syena dan Azad tapi mau bagaimana lagi? Dia sudah berjanji pada Naima untuk tidak akan pernah meninggalkan rumah lagi.
Tidak bisa Syena pungkiri kalau di hatinya masih terdapat rasa cemburu pada Naima, dia sebenarnya juga ingin menjalani rumah tangga seperti orang lain.
"Aku tidak boleh cemburu seperti ini, aku harus tau diri." Gumam Syena lalu membawa Azad masuk.
...***...