Karena saya masih wanita yang beradab,
masih bisa mengganti kecewa dengan doa, sekalipun berbaur dengan luka sepertimu.
Bertahun tahun hidup dalam hubungan rumah tangga yang tidak sehat. Tiap saat harus berhadapan dengan orang orang yang memiliki jiwa tak waras, suami kejam, mertua munafik, kakak dan adik ipar yg semena mena. Bertahan belasan tahun bukan karena ingin terus hidup dalam tekanan tapi karena ada anak yang harus dipertimbangkan. Namun dititik tiga belas tahun usia pernikahan, aku menyerah. Memilih berhenti memperjuangkan manusia manusia tak berhati.
Jangan lupa kasih like, love dan komentarnya ya kak, karena itu sangat berarti buat kami Author ❤️
Salam sayang dari jauh, Author Za ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Yeni terkena imbas kepergian Halwa
"Hasna nanti pulangnya nunggu di jemput bunda yaa, kalau bunda belum menjemput Hasna tetap tunggu di dalam saja, karena hari ini kita akan mulai tinggal dirumah Tante bela."
Jujur aku sedikit hawatir kalau mas Yudha akan melakukan segala cara untuk membuat kami kembali lagi, bukan! bukan karena mas Yudha masih mencintaiku, tapi karena dia dan keluarganya masih membutuhkan tenagaku untuk menjadi babu gratisan mereka. Melayaninya bak raja dan ratu, aaah rasanya sangat sakit sekali, tiap kali mengingat semua perlakuan mereka padaku selama ini.
"Bund, bunda kok ngelamun. Hasna mau masuk dulu ya, bel masuk sudah bunyi tuh." Hasna menyalami tanganku takzim dan mengucap salam, kubalas dengan mengecup pucuk kepalanya dan membelainya lembut sambil melafazkan doa doa kebaikan untuknya dalam hati ini, karena aku percaya doa ibu yang tulus akan membawa jalan kemudahan untuknya, aku ingin anakku kelak menjadi wanita yang tangguh, baik dan tentunya shaleha.
Setelah Hasna menghilang dari pandangan, kembali kulajukan kendaraan roda duaku menuju kerumahnya Bela. Jarak tempuh ke rumah sahabat ku itu tidaklah terlalu jauh, dua puluh menitan dari sekolahnya Hasna.
Roda duaku meluncur dengan kecepatan sedang. Jujur hatiku saat ini diliputi rasa cemas, dan entahlah, ada banyak rasa yang aku sendiri tak mampu menerjemahkannya.
"Asalamualaikum." ku ketuk pintu yang setengah terbuka, aku yakin Bela pasti ada dirumah, buktinya pintu di biarkan saja tidak terkunci, kembali mengetuk dan mengucap salam untuk kedua kalinya.
"Waalaikumsallam, hai akhirnya kamu datang juga, ayoh masuk, kok pake berdiri disitu segala, harusnya kamu langsung masuk saja kedalam, kayak siapa saja." Bela langsung memberondong ku dengan ocehannya.
Capek tubuh juga pikiran. Langsung mendudukkan diri di sofa warna kuning diruang tamu Bela yang cukup luas, dengan tatanan rapi disetiap sudut ruangannya.
"Kamu sudah makan wa, kenapa lemes begitu?" Bela bertanya lagi setelah ocehannya tidak mendapat tanggapan dariku.
"Sudah. Tadi Hasna minta makan bubur ayam, aku lemas bukan karena lapar, tapi aku sedang hawatir saja."
"Hawatir?
Kekhawatiran yang seperti apa yang kamu rasakan wa?
Apa kamu belum yakin, dengan keputusan yang kamu ambil ini?
Hayolah, kamu jangan jadi orang bodoh terus, mau sampai kapan kamu begini?"
"Bukan itu yang aku hawatirkan, aku sudah yakin untuk meninggalkan mas Yudha, aku sudah lelah dan tak sanggup lagi bertahan dengan keluarga jahat itu."
"Lantas, apa yang membuat mu seperti ini?"
"Aku hanya menghawatirkan Hasna, kamu tau kan bagaimana liciknya mas Yudha dan keluarganya. Aku takut mereka akan menggunakan Hasna untuk menekanku."
"Hasna sudah dewasa, kamu tak perlu terlalu menghawatirkan itu, dan lagi pula Hasna selama ini tau bagaimana sikap Yudha dan keluarganya padamu, bahkan pada Hasna sendiri, jadi kamu tenang yaa."
"Iya Bel, aku akan berusaha untuk tenang. Trimakasih yaa, kamu selalu ada untuk membantuku."
"Aku ini temanmu, jadi wajar aku membantumu. Lebay banget jadi orang.
Sudah jangan lagi berdebat dengan yang nggak penting, kamu jadi kapan ke pengadilan?"
"Hari ini. Tapi nunggu dulu telepon dari Aziz, pengacaraku."
"Oke, kalau begitu kamu siap siap dulu gih, masak mau pake daster kayak gitu, nda lucu tau."
"Owh iyaa, aku sampai nda sadar, kalau masih berdaster begini." hahahaa kami pun terbahak bersama. "yasudah aku ganti baju dulu ya."
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
"Yudha, apa kamu mau diam saja dengan sikap kurang ajar istrimu itu, dia sudah kelewatan, sudah berani mempermalukan kita di depan para warga." suara cempreng ibu terasa nyaring ditelinga ini, belum juga aku bangun dari keterkejutan ku dari sikap beraninya istriku. Kini ditambah dengan ibu yang marah marah, bikin makin pusing saja. Belum lagi perut ini sudah mulai terasa perih minta diisi, aaah sial kenapa pagi pagi begini sudah ada keributan dirumah ini.
"Sudah lah Bu, nanti Halwa biar aku urus, aku akan memberinya pelajaran karena sudah berani kurang ajar dengan kita, sekarang aku lapar, tolong ibu siapkan sarapan untukku, aku juga sebentar lagi mau berangkat ke kantor."
"Enak saja kamu perintah ibu untuk melayani mu, harusnya istrimu itu yang menyiapkan sarapan dirumah ini, melayani kamu dan semua yang ada dalam rumah ini, bukan malah bikin huru hara pagi pagi." Sungut Bu Imah kesal.
"Sekarang kan Halwa sudah pergi Bu, kalau bukan ibu siapa lagi yang akan bikinin aku sarapan?"
"Beli saja diwarung, bereskan tinggal makan kenapa harus repot repot capek di dapur."
"Kalau begitu ibu belikan untukku, nasi uduk depan gang yaa Bu, ikan daging sama telor ceplok."
"Mana uangnya, sekalian buat kakak juga adikmu.'
"Uang?
Uangku Bu? bukankah ibu dapat uang dari Halwa dan uang jatah belanja Halwa dariku juga ibu yang pegang. Ibu pakek uang itu saja, karena aku sudah tidak punya uang lagi, gajianku masih seminggu lagi."
"Kalau begitu sama, ibu juga sudah tidak ada pegangan lagi."
"Trus hari ini kita akan kelaparan dong Bu." sambar Mbak Yeni dengan ekspresi sedihnya, aah kakakku yang satu itu, selalu tak pernah mau keluar uang, meskipun uangnya banyak, dia selalu saja mengandalkan ku dan ibu untuk urusan perutnya, jadi sekali kali biar hari ini dia mengeluarkan uangnya untuk kami.
"Aku dan ibu sedang tidak pegang uang, bukakankah selama ini mbak nggak pernah keluar uang untuk urusan rumah ini, jadi apa salahnya hari ini, kita makan dengan uangnya mbak, sekali kali lah mbak. Kami juga ingin merasakan uang mbak, gimana Bu, bukankah begitu?"
Kulihat ibu langsung tersenyum dan menatap Mbak Yeni tajam, dan nampak wajah mbak Yeni langsung pucat, tapi aku tau kalau Mbak Yeni tidak akan mungkin bisa menghindar dari ibu, biar saja sekali kali kakakkku itu harus dikasih pelajaran, biar pelitnya berkurang.
"Yeni, sekarang belikan ibu dan yudha sarapan, ibu nggak mau tau, sekarang juga kamu harus membeli makanan untuk kami."
"Taaap taapii Bu." ibu langsung melotot dan berkacak pinggang yang membuat Mbak Yeni ciut dan segera berlalu untuk mengerjakan apa yang diperintahkan oleh ibu.
Akhirnya hari ini lagi lagi aku tidak perlu mengambil uang yang sudah aku tabung untuk nanti bersenang senang dengan kekasihku.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
Jangan lupa tinggalkan like juga komentar nya ya say, karena itu sangat membantu semangat author untuk berkarya. Semoga cerita Hawa bisa jadi inspirasi buat seluruh wanita di dunia ini untuk bisa menghadapi hidup dalam kehidupan dengan tangguh dan kuat, kuat hati, kuat fisik, kuat mental dan kuat imannya.
Salam sayang dan peluk sayang dari Author Za ❤️