Cantik dan kaya, dua hal yang tidak dimiliki oleh Anjani. Hal ini membuatnya diperlakukan secara tidak adil oleh suami dan keluarganya. Dihina, diselingkuhi dan diperlakukan dengan kasar, membuat Anjani akhirnya menyerah.
Keputusan bercerai pun di ambil. Sayangnya, sesuatu hal buruk terjadi pada wanita itu dan membawanya bertemu dengan seorang Kelvin Stewart yang merubah hidupnya.
Keinginannya saat ini hanya satu, yaitu membalaskan dendamnya pada Andrew Johanson Sanjaya, mantan suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naya_handa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tantangan
Tiba di kediaman Kelvin, Anjani meminjam ponsel salah seorang pelayan untuk berselancar di dunia maya. Ia mencari tahu tentang seorang Kelvin Stewart dan pekerjaannya di masa lalu. Tidak banyak informasi yang tersedia tentang pria ini. Bauru satu artikel yang ditemukan dan berisi tentang kesuksesan pria tersebut dalam melakukan operasi plastik pada pasiennya.
Anjani membuka artikel tersebut, membaca dengan saksama artikel yang dimuat sekitar dua tahun lalu. Dari artikel itu di ketahui kalau ternyata Kelvin sudah melakukan operasi plastik pada sekitar 824 pasien. Hasilnya memuasakan. Foto-foto wanita cantik terpampang di sana. Anjani hendak menyimpan berita itu, tetapi saat ia mengklik tombol simpan artikel, tiba-tiba saja artikel itu menghilang.
“Hah, perasaan tadi aku pilihnya simpan deh, bukan delete. Lagian mana bisa aku ngehapus artikel orang?” Anjani bingung sendiri. Ia merefresh ulang laman itu, tetapi hasilnya halaman itu malah tidak ditemukan.
Anjani mencoba melakukan kembali pencarian dan sekarang judul artikel itu sudah tidak ada. Beberapa artikel terkait juga sudah menghilang. Anjani terdiam beberapa saat mencoba memikirkan mengapa artikel itu tiba-tiba menghilang. Ia browsing alasan artikel terhapus dan alasan paling masuk akal adalah, admin menghapusnya.
Ya, sudah pasti. Tetapi untuk alasan apa?
Menyelidiki lebih lanjut, Anjani mencari akun media sosial Kelvin. Ternyata pria itu juga tidak ada memiliki akun media sosial. Hanya ada Kelvin Stewart lain dan itupun tidak banyak. Anjani semakin penasaran pada sosok Kelvin yang ia kenal.
Dengan sabar, Anjani membuka satu per satu Artikel yang mengandung nama Kelvin. Setelah halaman ke empat, barulah Anjani menemukan salah satu akun medsos yang menyebut nama Kelvin sebagai dokter bedahnya. Nama Kelvin terdapat pada salah satu caption di fotonya itupun disamarkan.
“Thanks a lot dr K^LV^N S, udah bikin mukaku cantik dan cerah seperti mentari pagi.” Begitu isi caption yang dibuat oleh pemilik aku tersebut. Anjani semakin penasaran dengan sosok cantik yang ada di akun media sosial itu. Ia menggalinya lebih jauh dan ternyata ia adalah seorang model yang baru menginjakkan kakinya di dunia hiburan sekitar satu tahun lalu.
“Seru?”
“Astaga!”
Anjani terhenyak saat ternyata pria yang ia cari artikelnya di dunia maya, sedang berdiri di belakangnya. Kepalanya persis di samping kepala Anjani dan melihat apa yang Anjani cari di ponsel pelayannya. Entah sejak kapan laki-laki itu melihat apa yang Anjani lakukan. Malu rasanya ketahuan stalking oleh orangnya langsung.
“Vin,” Anjani segera mematikan layar ponselnya dan menoleh sedikit pada Kelvin dengan perasaan malu dan bersalah. “Maaf, tadi aku, penasaran.” Anjani mengecilkan suara di ujung kalimatnya.
Pria itu hanya tersenyum lantas berjalan memutar dan duduk di samping Anjani. “Emang artikelnya masih ada?” Kelvin malah bertanya.
“Hah?” Anjani bingung sendiri.
“Harusnya udah gak ada artikel apa pun tentang aku. Rumah sakit tempat aku bekerja sudah menghapus semua artikel baik berita positif apalagi berita negatif tentang aku.” Kelvin menjawab dengan santai.
“Kenapa?” Memang lebih enak rasa penasaran itu disampaikan langsung pada orangnya.
“Emmm,” Kelvin tampak bingung memulai ceritanya. Ia mengambil satu bantal sofa lalu memainkannya sementara pandangannya tertuju ke luar jendela, melihat keasrian taman belakang rumahnya.
“Aku melakukan tindakan yang merugikan pihak rumah sakit. Karena itu demi menjaga nama baik pihak rumah sakit, semua artikel tentang Kelvin Stewart sudah hilang dari dunia maya.” Kelvin akhirnya menjawab, terlihat dengan berat hati walau ia tetap berusaha tersenyum dan menunjukkan lesung pipi di pipi kanannya.
“Tapi tadi aku nemu satu artikel tentang kamu, sekitar satu tahun lalu. Katanya kamu berhasil mengoperasi sekitar 824 pasien. Aku mau coba save link nya, tapi tau-tau hilang.” Anjani berbicara sambil mentautkan alisnya yang tebal.
“Ya, karena artikel tentang aku memang diatur seperti itu. Mungkin IT mereka ingin memastikan tidak ada lagi artikel yang di baca oleh netizen manapun.”
“Tapi di artikel itu kamu berhasil operasi banyak pasien. Bahkan ada satu orang yang bikin postingan dengan nama kamu yang disamarkan, eh maksudnya di sensor. Udah kayak nyebut nama pemain blue film aja,” gerutu Anjani sambil membuka halaman terakhir yang ia lihat dan menunjukkannya pada Kelvin.
“Ya, itu salah satu paseinku. Dia pasien terakhir sebelum aku melakukan kegagalan,” tegas Kelvin. Ia mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan beberapa foto pada Anjani. Foto artikel yang berhasil ia simpan. “Bacalah,” imbuhnya.
Dengan senang hati Anjani segera mengambil alih ponsel Kelvin lalu membaca artikel yang telah di capture itu. Pada artikel tersebut di katakan bahwa Kelvin telah melakukan tindakan malapraktik pada seorang pasien yang menyebabkan hidung pasien tersebut membusuk dan harus melakukan rekontruksi hidung dengan biaya mahal. Atas kasus itu Kelvin di tuntut denda yang cukup besar dan diminta mencabut surat izin prakteknya.
“Pasien menderita alergi salah satu zat yang ia konsumsi sesaat setelah melakukan operasi. Karena itu zat tersebut berreaksi pada hasil operasi pasien dan menyebabkan luka operasinya membusuk.” Itu sebaris kalimat konfirmasi yang Kelvin sampaikan. Tetapi di tulisan selanjutnya, penjelasan Kelvin hanya dianggap sebuah pembelaan yang tidak masuk akal.
“Jadi zat apa yang dia pakai?” Anjani tampak penasaran.
“Stroberi. Wanita itu alergi strawberry dan mengkonsumsinya sesaat setelah melakukan operasi. Tapi dia gak mau ngaku. Dia bilang kalau rasa sakit dan gatal di bekas operasinya sudah terasa sejak dia sadar, bukan setelah ia makan siang,” ujar Kelvin dengan wajah yang terlihat kecewa.
“Apa tidak diselidiki lebih lanjut?” Anjani semakin penasaran.
Kelvin menggeleng. “Tidak ada orang yang mau bersaksi, sekalipun pelayan café tempat wanita ini memesan makanan dan minuman.”
“Apa dia sengaja?” Pertanyaan Anjani semakin mengerucut.
“Entahlah, yang jelas aku sudah berhenti dan sekarang tidak punya lisensi apa pun untuk pekerjaan tersebut,” tegas Kelvin seraya mengepal-ngepalkan tangannya.
Anjani tidak bisa berkata-kata. Ia memandangi Kelvin beberapa saat dengan penuh rasa iba. “Tidak perlu mengasihaniku. Aku sudah berada di tahap menerima semuanya.” Laki-laki itu berujar dengan santai dan mengambil alih ponselnya dari tangan Anjani. Waktu satu tahun sudah cukup untuknya menerima kenyataan.
“Kalau udah menerima semuanya, kenapa kamu masih bersembunyi di kota ini? Kenapa tidak kembali ke negara asalmu?” Pertanyaan Anjani yang membuat Kelvin tercenung lalu tersenyum. Ia tidak menjawab, hanya mengalihkan pandangannya lalu mengusap wajahnya dengan kasar.
“Istirahatlah, sebentar lagi kita makan malam.” Hanya kalimat itu yang dikatakan Kelvin pada Anjani. Ia beranjak pergi meninggalkan Anjani yang masih mematung penasaran.
“Lakukan operasi itu padaku.” Tiba-tiba saja Anjani meminta hal itu.
Langkah Kelvin pun terhenti, tetapi laki-laki itu tidak berbalik. “Mintalah hal lain, aku tidak bisa melakukan tindakan apa pun lagi.” Laki-laki itu menolaknya dengan tegas.
“Kenapa? Kamu takut?” tantang Anjani.
Terlihat bahu Kelvin yang turun, bersamaan dengan hembusan napasnya yang kasar.
“Wajahku sudah sangat rusak Vin. Aku bahkan tidak bisa mengenali wajahku sendiri. Luka-luka ini begitu mengerikan. Jadi, lakukan saja operasi itu padaku, aku tidak takut wajahku lebih mengerikan dari ini. Selain itu, aku percaya kalau tanganmu bisa menolongku, seperti saat menarikku dari jurang kematian,” ucap Anjani dengan tegas. Ia menatap sejenak wajahnya dari pantulan kaca. Wajahnya memang sangat rusak dengan banyak bekas luka kehitaman. Luka robekan di mana-mana, kalau ia muncul dimalam hari dalam kondisi gelap, mungkin orang-orang akan berlarian ketakutan.
“Jangan mempertaruhkan masa depanmu hanya sekadar untuk membantuku. Aku tidak memerlukan bantuan.” Kelvin paham benar, hal itu dilakukan Anjani agar rasa percaya diri Kelvin kembali muncul.
“Masa depan seperti apa yang aku pertaruhkan? Aku bahkan tidak yakin kalau aku masih punya masa depan. Aku hanya punya masa sekarang dan masa lalu yang mengerikan. Tapi, apa salahnya kalau kita mulai melakukan sesuatu untuk hari esok. Tanpa harapan, tanpa ekspektasi apa pun. Kita jalani saja hari-hari esok tanpa harapan apapun. Angap saja, kita lagi membuat percobaan untuk hidup kita. Entah berhasil atau tidak, kita tetap tidak akan menyerah. Tidak ada orang yang harus kita puaskan dengan pencapaian kita.”
Kalimat Anjani terdengar cukup panjang dan begitu mudah di mengerti oleh Kelvin. Laki-laki itu pun menoleh dan menatap Anjani dengan lekat. “Kita gak pernah tau hasilnya kalau kita gak pernah mulai, Vin,” tegas Anjani pada laki-laki itu.
Kelvin terlihat menghembuskan napasnya dengan kasar. “Beristirahatlah, setelah makan malam, baru kita bahas lagi,” ucap pria itu.
“Benarkah?” Mata Anjani langsung membulat.
“Hem, siapkan mentalmu kalau-kalau aku melakukan kesalahan.” Laki-laki itu tersenyum di ujung kalimatnya.
“Ya, aku udah siap banget. Sampai ketemu saat makan malam Vin.”
“Hem,” sahut pria itu seraya berlalu pergi menuju kamarnya. Seorang Anjani benar-benar gila, tidak masuk akal dan tidak punya rasa takut. Tetapi hal itu yang membuat sesuatu dalam diri Kelvin terasa seperti di bangkitkan.
“Jangan bergemuruh sekarang, kita belum memulai apa pun,” ucap Kelvin pada jantungnya yang berdebar kencang. Seorang Anjani telah membuat perasaan seperti ini kembali muncul.
“Perasaan apa Vin?
****
ingat di ujung cambuk kehidupan ada emas berlian intan menanti mu✌️