Andhira baru saja kehilangan suami dan harus melahirkan bayinya yang masih prematur akibat kecelakaan lalulintas. Dia diminta untuk menikah dengan Argani, kakak iparnya yang sudah lama menduda.
Penolakan Andhira tidak digubris oleh keluarganya, Wiratama. Dia harus tetap menjadi bagian dari keluarga Atmadja.
Akankah dia menemukan kebahagiaan dalam rumah tangganya kali ini, sementara Argani merupakan seorang laki-laki dingin yang impoten?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9. Bertemu Dengan Selena
Bab 9. Bertemu Dengan Selena
Andhira berjalan menuju ke ruangan Dimas sambil membawa setumpuk kertas. Dia merasa aneh dengan dosen ini, jika dosen yang lain mengirim tugas lewat email, dia malah suka cara yang sering disebut primitif oleh para mahasiswa lain. Sebenarnya mereka malas karena harus print tugas dan mengeluarkan biaya kertas.
Ketika hendak mengetuk pintu ruang Dimas, seseorang membuka pintu dari dalam. Andhika tersentak karena tidak menyangka akan bertemu dengan Selena. Dia tidak tahu ada urusan apa wanita itu di kampusnya ini.
"Kamu 'kan mantan istrinya Dhika?"
Andhira hanya diam menatap wanita yang berpenampilan seksii. Dulu, Selena mengaku sedang hamil anak Andhika. Sekarang perutnya sudah rata, kemungkinan sudah melahirkan sekitar dua atau tiga bulan yang lalu.
"Hei, apa kau tuli, hah!" Selena menunjuk muka Andhira.
Tiba-tiba Dimas muncul di belakang Selena. Pria itu membuka pintu lebar agar Andhira bisa masuk.
"Urusan kamu sudah selesai, Selena. Cepat pergi!"
Sejenak Selena melirik kepada Dimas dengan tatapan tajam. Lalu, dia berjalan dan sengaja menabrak bahu Andhira.
Seakan tidak terima dengan perbuatan Selena, Andhira menarik ujung baju wanita itu yang berbahan rajut, lalu dia kaitkan ke aksesoris tas miliknya. Dia pegang erat-erat tasnya agar tidak ikut ketarik, tetapi benang baju Selena yang terus terurai.
Dimas tidak melihat perbuatan Andhira, tetapi melihat benang yang terus memanjang. Dia pun berteriak kepada Selena.
"Selena, bajumu sobek!" ucap Dimas sambil memutus benangnya.
Mata Selena melotot ketika sadar benang bajunya terbentang sepanjang jalan. Dia meraba bajunya yang tersisa tinggal tiga perempatnya karena seperempat sudah terurai.
Beberapa mahasiswa melihat itu dan menertawakan dirinya. Tentu saja Selena malu setengah mati. Dia pun buru-buru pergi.
Andhira masuk ke dalam ruang kerja Dimas. Dia meletakkan hasil tugas kelasnya di atas meja.
"Andhira, kamu sudah makan siang?" tanya Dimas.
"Sayang makan di rumah, Pak," jawab Andhira karena dia harus cepat pulang untuk menyusui Arya.
"Bagaimana jika aku ajak kamu makan siang sekarang?"
"Terima kasih, Pak. Tapi, maaf, saya tidak bisa. Karena ada yang sedang menunggu aku di rumah."
Terlihat kekecewaan pada wajah sang dosen. Jarang-jarang dia mau makan bersama dengan orang lain.
Dalam perjalanan pulang Andhira kembali bertemu dengan Selena di lampu merah. Wanita itu menaiki mobil mewah. Setahu dia Selena bukan dari keluarga kaya, tetapi sekarang ini bisa mengendarai kendaraan yang biasa dimiliki oleh kalangan atas.
"Wah, kasihan sekali janda muda ini, hanya naik motor butut begitu!" ucap Selena tertawa merendahkan.
Andhira bukan tidak mau naik mobil, tetapi dengan naik motor, dia bisa bergerak cepat dan tidak terjebak macet. Mobil peninggalan Andhika saja semua tersimpan di garasi rumah.
Begitu lampu berubah hijau, Andhira langsung tancap gas meninggalkan mobil Selena jauh di belakang. Dia tidak perduli, yang penting dia bisa pergi pulang dengan cepat.
***
"Mama!" Arya berjalan ke arah Andhira. Walau usia Arya baru setahun, dia sudah bisa berjalan, tetapi di jalanan yang datar. Jika jalanan bebatuan anak itu akan sering jatuh.
"Sayang, mama pulang!" Andhira berjalan ke arah putranya. Dia memeluk sejenak, lalu menuntunnya masuk ke dalam rumah.
Sebelum bermain dengan Arya, Andhira akan membersihkan diri terlebih dahulu. Dia takut membawa banyak kuman dari luar.
"Arya sudah makan, Mbok?" tanya Andhira ketika ikut duduk bersama wanita paruh baya yang sedang bermain bersama putranya.
"Sudah, Nyonya. Tadi, kebetulan Tuan Gani pulang untuk bawa berkas, Den Arya ingin disuapi sama tuan," jawab Mbok Karti.
Argani memang terlihat cuek dan jarang bicara kepada Andhira, tetapi sangat perduli kepada Arya. Makanya hubungan mereka berdua sangat dekat. Terkadang Arya minta diajak jalan-jalan sama papa sambungnya.
"Mas Gani hari ini ada rencana lembur, nggak, ya?" ucap Andhira lirih.
Besok adalah hari ulang tahun Arya yang pertama, itu berarti sudah satu tahun kematian Andhika. Rencananya dia ingin mengajak keluarganya untuk berziarah ke makam Andhika, lalu pergi ke panti asuhan untuk bersedekah berbagi dengan anak-anak yatim piatu di sana. Hal ini sudah dibicarakan dengan keluarga Atmadja dan mereka semua setuju. Jadi, hari ini dia ingin pergi ke rumah mertuanya untuk memastikan jam berapa besok mereka akan pergi karena dia ada jadwal kuliah.
Ketika jam kerja, Andhira tidak berani menghubungkan Argani. Karena laki-laki itu tidak akan mengangkat panggilannya. Tetapi, dia akan balik menghubungi ketika waktu istirahat atau saat akan pulang.
"Kirim pesan saja," batin Andhira.
[Mas, hari ini kita jadi ke rumah mama?]
Mata Andhira terbelalak ketika melihat ada balasan dari Argani dalam hitungan detik. Dia sungguh tidak menyangka.
[Ya]
"Sayang, nanti kita akan pergi ke rumah Oma dan Opa," ucap Andhira.
"Oma ... Opa." Arya terlihat senang karena dia akan selalu diajak pergi bermain atau jalan-jalan jika bersama mereka.
"Mbok, masak buat kalian bertiga saja. Takutnya kita makan di rumah mama," ucap Andhira. Biasanya ibu mertua selalu meminta mereka untuk makan bersama.
"Baik, Nyonya."
***
Argani melirik ke arah Andhira yang duduk di sampingnya. Sementara Arya duduk di belakang menggunakan baby car seat. Bocah itu tidak berhenti bernyanyi dengan bahasa alien. Kedua orang tuanya tidak tahu lagu apa yang sedang dinyanyikan olehnya.
"Papa ... mau bayon meyah!" Arya menunjuk ke luar jendela.
Arga dan Andhira menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Arya. Ada beberapa anak membawa balon, salah satunya balon berwarna merah.
"Arya, mau?" tanya Argani.
"Mau!" jawab Arya dengan semangat.
Argani menepikan mobilnya. Lalu, dia turun untuk membeli balon berwarna merah sesuai dengan kesukaan Arya. Ketika dia sedang antri di antara ibu-ibu dan anaknya, dia melihat ada Selena di sebrang jalan sambil mendorong stroller, bayinya.
Selama ini Argani dan keluarganya tidak mau mengakui anak yang dikandung Selena sebagai anak Andhika. Tetapi, wanita itu masih saja suka berkoar-koar di media sosial kalau bayi itu adalah cucu seorang konglomerat.
"Sepertinya aku harus melakukan tes DNA untuk membuktikan apa dia bayi Dhika atau bukan," batin Argani.
Rupanya bukan Argani saja yang melihat Selena. Andhira juga melihat keberadaan wanita itu berjalan memasuki sebuah toko khusus perlengkapan bayi.
Berbeda dengan Argani dan keluarganya yang sering melihat postingan anak Selena, Andhira belum pernah melihatnya sama sekali. Karena wanita itu tidak memiliki akun media sosial, sehingga Selena tidak bisa men-tag nama Andhira ketika membuat postingan.
"Wajah anak Selena mirip siapa, ya? Apa mirip Mas Dhika atau tidak?" batin Andhira. Ada rasa sakit yang tersisa ketika membayangkan anak itu milik mendiang suaminya. Hatinya merasa tidak rela jika Arya memiliki saudara seayah beda ibu.
***
cepat² lah tobat pak Bagas, sama nenek peyot.🤭 gregetan bgt sumpah