NovelToon NovelToon
Alter Ego Si Lemah

Alter Ego Si Lemah

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Fantasi Wanita / Bullying dan Balas Dendam / Balas dendam pengganti
Popularitas:579
Nilai: 5
Nama Author: Musoka

Apakah benar jika seorang gadis yang sangat cantik akan terus mendapatkan pujian dan disukai, dikagumi, serta disegani oleh banyak orang?

walaupun itu benar, apakah mungkin dia tidak memiliki satu pun orang yang membencinya?

Dan jika dia memiliki satu orang yang tidak suka dengan dirinya, apakah yang akan terjadi di masa depan nanti? apakah dia masih dapat tersenyum atau justru tidak dapat melakukan itu sama sekali lagi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Banyak nyamuk

Happy reading guys :)

•••

Di depan ruang guru SMA Garuda Sakti, kini terlihat Vanessa dan Karina yang baru saja berjalan keluar meninggalkan ruangan. Kedua gadis itu terus mengukir senyuman manis, merasa sangat bahagia karena konsultasi yang mereka lakukan dengan guru biologi berjalan dengan sangat lancar.

Vanessa dan Karina melangkahkan kaki menuju kelas. Namun, saat melewati kolam ikan yang terletak di dekat ruangan guru, Vanessa berhenti berjalan, melihat seorang gadis yang sedang duduk dan memeluk erat kedua kaki di samping kolam.

“Kar, itu Angel bukan, sih?” tanya Vanessa, menunjuk ke arah gadis itu.

Mendengar pertanyaan dari Vanessa, membuat Karina ikut menghentikan langkah kaki, menoleh ke arah belakang, lalu mengikuti arah tunjuk sang sahabat.

Karina menyipitkan mata, melihat seorang gadis yang dimaksud oleh Vanessa. “Iya, Vee. Itu, Angel. Ngapain, ya, dia di sini?”

“Samperin, yuk, Kar,” ajak Vanessa, menepuk pundak Karina yang masih setia melihat ke arah Angelina.

Karina menoleh dan mengangguk. “Ayo, Vee.”

Vanessa dan Karina berbelok arah, berjalan menuju kolam ikan untuk menemui Angelina.

“Ngel, lu kenapa?” Karina menepuk pelan pundak Angelina saat dirinya dan Vanessa telah berada di belakang tubuh gadis itu.

Merasakan tepukan dan mendengar suara dari Karina, membuat tubuh Angelina sontak tersentak, lalu menoleh ke arah belakang.

“Kar, Van, kalian ngapain di sini?” tanya Angelina, menggosok-gosok matanya yang terasa sedikit perih.

Karina mendudukkan tubuh di samping kanan Angelina. “Yang harusnya nanya gitu itu gue sama Vanessa, lu ngapain di sini sendirian? Mana keliatan lagi kayak orang sedih gitu.”

“Bener kata Karina, Ngel. Kamu ngapain di sini sendirian? bukannya tadi, kamu bilang mau ke perpustakaan?” sambung Vanessa, mengikuti Karina, mendudukkan tubuh di samping kiri Angelina.

Angelina tersenyum simpul, mengambil beberapa butir pakan ikan yang sedang Karina pegang, dan menaburkannya ke dalam kolam.

“Tadi, gue udah ke perpus, tapi di sana gak asik, Van, Kar. Ada banyak nyamuk, pening gue lama-lama denger suaranya,” jawab Angelina, kembali memberi makan ikan yang berada di kolam.

Vanessa memeluk kedua kaki, melihat Angelina dan Karina yang sedang asyik memberikan makan ikan. “Sejak kapan, Ngel, perpustakaan jadi banyak nyamuk? Perasaan, aku kemarin ke sana gak ada nyamuk sama sekali.”

“Sejak istirahat tadi, Van. Nyamuknya banyak banget tau, gue yakin, lu juga pasti gak akan betah dengerin suaranya.” Angelina menoleh ke arah Vanessa, menjulurkan satu plastik berisikan pakan ikan ke sang sahabat. “Udah, gak usah dipikirin, Van. Mending, sekarang kita ngasih makan ikan-ikan di kolam ini aja.”

Vanessa tersenyum manis, melepaskan pelukan dari kedua kakinya, mengambil pakan ikan dari dalam plastik, lalu menaburkannya ke dalam kolam.

Ketiga gadis itu mengobrol ringan seraya terus-menerus memberikan makan ikan di kolam, sesekali mereka tertawa saat membicarakan sesuatu hal yang sangat lucu.

•••

Koridor SMA Garuda Sakti perlahan-lahan mulai terlihat sepi, para siswa-siswi mulai memasuki kelas masing-masing saat mendengar bel pertanda istirahat telah selesai berbunyi. Namun, berbeda dengan Chelsea, Cindy, dan Nadine. Mereka bertiga masih berkeliaran santai di koridor, menyapa beberapa orang guru yang berpapasan dengan mereka.

“Din, rencana lu berikutnya gimana?” tanya Chelsea, membuat balon dari permen karet yang sedang dirinya kunyah.

Nadine menggelengkan kepala seraya melipat kedua tangan di dada. “Gue belum tau, Chel. Tapi, yang pasti bentar lagi Angel bakal gabung sama kita.”

Cindy melihat beberapa ruangan kelas yang sedang dirinya lewati. “Kita bakal minta pendapat lagi sama kakak lu, Din?”

Nadine mengangkat kedua bahu, tersenyum manis, lalu berlari meninggalkan Chelsea dan Cindy saat melihat seorang cowok yang baru saja keluar dari ruangan OSIS.

“Din, lu mau ke mana?” teriak Cindy, kedua matanya melebar, melihat sang sahabat tiba-tiba saja berlari meninggalkannya.

“Gak usah teriak-teriak, Cin. Itu, lu gak liat, si Nadine mau nyamperin kak Fajar,” ujar Chelsea, menunjuk ke arah Nadine yang telah mengobrol dengan fajar menggunakan dagunya.

Cindy berdecih, melipat kedua tangan di dada seraya memanyunkan bibir. “Terus, kita sekarang mau ke mana? Gak mungkin, kan, kita nyamperin mereka berdua.”

Chelsea memegang dagu seraya masih terus mengunyah permen karet. Ia melihat sekeliling, menjentikkan jari, menggenggam lengan Cindy, lalu berlari menuju ke arah salah satu kantin sekolah.

Sesampainya di dalam kantin, Cindy melepas paksa genggaman tangan Chelsea, membungkuk, berusaha menormalkan detak jantung seraya menghirup udara segar sebanyak yang dirinya bisa.

“Sialan lu, Chel. Hampir aja gue mati gara-gara gak bisa napas,” umpat Cindy, mengangkat kepala, melihat Chelsea yang sedang membeli beberapa macam jajanan.

Chelsea mengambil uang dari dalam saku baju, membayar semua jajanan yang dirinya beli. Ia menoleh ke arah Cindy, tersenyum tanpa dosa saat melihat wajah kesal milik sang sahabat.

“Enak bener lu senyum-senyum, gue hampir mati.” Cindy berjalan menuju kulkas, mengambil botol air mineral dingin, membuka, dan meminumnya.

“Maaf, Cin,” pinta Chelsea, membuka satu bungkus snack yang telah dirinya beli, “Lagian, lu tadi malah nanya kita mau ke mana, ya, udah, gue ajak aja ke sini.”

Cindy menutup botol, memberikan tatapan tajam ke arah Chelsea. “Tadi, lu itu bukan ngajak, tapi narik dan maksa.”

Chelsea mengabaikan perkataan Cindy. Ia mulai memakan snack miliknya, lalu menggeleng-gelengkan kepala saat merasakan rasa manis dari snack itu.

Melihat Chelsea mengabaikan dirinya, membuat Cindy memanyunkan bibir, berjalan menuju ibu kantin, membayar air mineral yang telah dirinya minum, lalu pergi meninggalkan ruangan kantin.

“Cin, lu mau ke mana?” tanya Chelsea, melihat Cindy telah keluar dari pintu kantin.

“Bukan urusan lu,” jawab Cindy ketus.

“Lah, beneran ngambek itu anak,” gumam Chelsea, membuang bungkus snack yang telah kosong ke tong sampah, lalu berlari mengejar Cindy, “Cindy! Tungguin gue!”

Cindy mengabaikan teriakan Chelsea. Ia menambah kecepatan kaki, menyusuri koridor untuk sampai ke kelas. Namun, saat Cindy baru saja ingin memasuki kelas. Ia dibuat menoleh ke arah kanan, mendengar suara Vanessa memanggil namanya.

“Cindy, kamu dari mana?” tanya Vanessa, melihat raut wajah kesal Cindy.

“Eh, Vanessa. Ini, gue tadi baru aja selesai dari kantin, lu sendiri habis dari mana?” jawab dan tanya balik Cindy, tersenyum simpul ke arah Vanessa.

“Aku habis dari toilet, Cin. Ya, udah, yuk, masuk, sebentar lagi Bu Kiki mau dateng,” ajak Vanessa, membalas senyuman simpul yang diberikan Cindy.

Cindy mengangguk, masuk ke dalam kelas bersama dengan Vanessa.

“Eh, Cin, Nadine sama Chelsea ke mana? Kok, mereka gak bareng sama kamu?” Vanessa melihat meja Chelsea dan Nadine yang kosong.

Cindy mengangkat kedua bahu, melipat kedua tangan di dada. “Gue gak tau, Van. Tadi, gue sama mereka pisah waktu mau ke kantin. Mungkin, sekarang mereka lagi di ruang OSIS.”

“Hmm … gitu. Ya, udah, Cin, aku ke tempat dudukku dulu, ya,” pamit Vanessa, menepuk pelan pundak Cindy seraya tersenyum manis sebelum pergi ke tempat duduknya.

Cindy mengangguk, membalas senyuman Vanessa. “Iya, Van. Silahkan.”

Setelah kepergian Vanessa, Cindy juga memutuskan untuk kembali ke tempat duduknya. Namun, ia mengurungkan niat saat Chelsea dan Nadine tiba-tiba saja datang, lalu merangkul pundaknya.

“Habis ngobrolin apaan lu sama Vanessa?” tanya Chelsea, mencubit pipi Cindy yang telah menggembung.

“Kepo.” Cindy melepas paksa rangkulan Chelsea dan Nadine, berjalan menuju tempat duduk, meninggalkan kedua sahabatnya yang masih diam di tempat.

Nadine menganga keheranan saat melihat Cindy yang tiba-tiba berubah menjadi sangat judes. “Cindy kenapa, Chel?”

“Masih ngambek kayaknya dia sama gue,” jawab Chelsea, mengambil permen dari dalam saku baju, lalu memakannya.

Nadine mengerutkan kening bingung, menoleh, memberikan tatapan menyelidik ke arah Chelsea. “Ngambek sama lu? Emang Cindy habis lu apain?”

“Tadi, waktu lu lagi ngobrol sama kak Fajar, dia gue tarik ke kantin, terus dia marah, deh, sama gue,” jelas Chelsea, kedua matanya memperhatikan Cindy yang telah duduk dan merebahkan kepala di meja.

“Lu udah minta maaf ke dia?”

Chelsea mengembuskan napas, mengalihkan pandangan ke arah Nadine. “Udah, Din. Tapi, dia kayaknya masih marah, deh.”

Nadine memegangi dagu, melirik sekilas Cindy yang sedang mengobrol dengan salah satu teman kelasnya. “Lu gak serius kali waktu minta maaf, makanya dia masih marah.”

Chelsea mengangkat kedua bahu. “Gue gak tau, Din. Tapi, kayaknya gue udah serius, deh, tadi waktu minta maaf ke dia.”

Nadine menepuk pelan pundak Chelsea, lalu merangkulnya. “Mungkin menurut lu udah serius, tapi bagi dia belum, coba, deh, nanti lu minta maaf lagi.”

“Gitu, ya, Din?”

“Iy—”

“Selamat siang anak-anak,” potong seorang guru perempuan, memasuki ruangan kelas seraya tersenyum dengan sangat manis.

Mendengar suara dari guru itu, membuat Chelsea dan Nadine sontak berlari menuju tempat duduk mereka, lalu membalas sapaannya.

To be continued :)

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!