NovelToon NovelToon
HEROES RETURN

HEROES RETURN

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Fantasi
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Zen Vessalius

Zen Vessalius adalah nama yang pernah menggema di seluruh penjuru dunia, seorang pahlawan legendaris yang menyelamatkan umat manusia dari kehancuran total. Namun, waktu telah berubah. Era manusia telah berakhir, dan peradaban kini dikuasai oleh makhluk-makhluk artifisial yang tak mengenal masa lalu.

Zen, satu-satunya manusia yang tersisa, kini disebut sebagai NULL—istilah penghinaan untuk sesuatu yang dianggap tidak relevan. Dia hanyalah bayangan dari kejayaan yang telah hilang, berjalan di dunia yang melupakan pengorbanannya.

Namun, ketika ancaman baru muncul, jauh lebih besar dari apa yang pernah dia hadapi sebelumnya, Zen harus kembali bangkit. Dengan tubuh yang menua dan semangat yang rapuh, Zen mencari makna dalam keberadaannya. Mampukah ia mengingatkan dunia akan pentingnya kemanusiaan? Atau akankah ia terjatuh, menjadi simbol dari masa lalu yang tak lagi diinginkan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zen Vessalius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 17 PESAN PERDAMAIAN KE DUA

Menjelang hari yang diprediksi akan menjadi awal peperangan, suasana di kastil Lumoria semakin tegang. Zen, dengan Selvina di sisinya, memimpin diskusi bersama Panglima Eldan dari Ras High Druid di aula strategi. Peta besar dunia terbentang di meja, dikelilingi oleh tokoh-tokoh penting dari kedua pihak. Mereka merencanakan langkah terakhir untuk mencoba mencegah konflik yang menghancurkan.

"Kami memiliki waktu singkat sebelum mereka tiba di perbatasan," ujar Eldan, menunjuk area yang menjadi jalur utama pasukan Beast dan Firlinione. "Jika mereka sudah melewati titik ini, segalanya mungkin tidak bisa dihindari."

Zen menghela napas dalam. "Itulah mengapa kita harus mengambil risiko ini. Aku tidak ingin pertempuran terjadi jika masih ada secercah harapan untuk perdamaian."

Selvina, yang duduk di dekat Zen, memberikan gulungan surat yang telah ia siapkan. "Ini adalah pesan perdamaian kedua yang kami susun dengan hati-hati. Surat ini ditulis dengan nada yang lebih mendamaikan, mengingatkan mereka akan kehancuran yang akan dialami semua pihak jika perang benar-benar terjadi. Aku percaya, jika disampaikan pada saat yang tepat, mereka mungkin mau mendengarkan."

Eldan memandang Zen dan Selvina dengan serius. "Mereka adalah pihak yang keras kepala, terutama Rokan. Tapi pesan ini layak untuk dicoba. Jika kami ingin mencegah perang, kita harus bertindak sekarang."

Zen menatap surat itu dengan mantap. "Ajudan kita akan menjadi pembawa pesan ini. Tapi aku ingin mereka tidak pergi sendiri. Panglima Eldan, bisakah beberapa prajurit High Druid mendampingi mereka?"

Eldan mengangguk tanpa ragu. "Kami akan mengirim prajurit terbaik kami. Namun, kami juga tahu bahwa risiko tetap besar. Jika mereka menolak, situasi bisa menjadi lebih buruk."

Selvina berdiri, memegang tangan Zen dengan lembut. "Aku akan menemani mereka ke perbatasan. Ini adalah tugas yang harus kulakukan. Pesan ini tidak hanya membawa harapan untuk Lumoria, tetapi untuk semua yang ingin hidup dalam damai."

Zen tampak ragu sejenak, tetapi akhirnya mengangguk. "Kalau begitu, aku akan memimpin persiapan di sini. Jika mereka benar-benar menyerang, Lumoria akan siap. Tapi aku berharap kau membawa kabar baik, Selvina."

Di dalam kastil Lumoria, Zen memimpin pertemuan strategi bersama para penasihatnya dan para pemimpin militer. Aula besar itu dipenuhi oleh suasana tegang, tetapi semua yang hadir memiliki tekad yang kuat untuk melindungi tanah air mereka. Peta besar tergelar di meja utama, menunjukkan posisi Lumoria, perbatasan, dan pergerakan pasukan musuh yang diperkirakan.

"Jika mereka menolak surat perdamaian kedua, kita tidak punya pilihan lain selain bertempur," kata Zen sambil menunjuk peta. "Kita harus mempersiapkan pasukan kita untuk segala kemungkinan."

Eryon, yang berdiri di dekat Zen, mengangguk setuju. "Pasukan gabungan Lumoria dan High Druid memberi kita keuntungan, tetapi jumlah musuh masih jauh lebih besar. Kita harus menggunakan siasat, bukan hanya kekuatan."

Zen berpaling ke salah satu panglima militer. "Bagaimana status pasukan kita?"

Panglima itu menjawab dengan nada serius. "Pasukan Lumoria telah siap siaga. Pelatihan intensif selama beberapa bulan terakhir telah membuat mereka lebih terampil, tetapi kami tidak memiliki pengalaman menghadapi kekuatan gabungan dari Beast dan Firlinione. Pasukan High Druid sangat membantu, terutama dengan sihir perlindungan mereka."

Sementara itu, Selvina sedang memimpin kelompok lain untuk menyusun struktur pasukan gabungan. "Prajurit Lumoria akan berada di garis depan," katanya kepada para pemimpin militer High Druid. "Sedangkan kalian, dengan keahlian sihir dan mobilitas tinggi, akan berada di posisi yang memungkinkan serangan jarak jauh dan dukungan langsung. Kita harus memastikan semua bergerak dalam harmoni."

Eldan, perwakilan High Druid, menanggapi dengan anggukan tegas. "Kami akan mengikuti strategi ini. Namun, jika pertempuran pecah, kami akan membutuhkan waktu untuk mengaktifkan pertahanan magis besar di sekitar kastil."

Selvina mengangguk. "Itu bisa menjadi perisai terakhir kita. Tapi kita harus memanfaatkan momen awal untuk memberikan tekanan pada musuh."

Di sela-sela diskusi, seorang utusan masuk ke aula membawa kabar. "Yang Mulia Zen, tim Selvina telah mencapai perbatasan dan saat ini sedang menunggu tanggapan dari pasukan musuh."

Zen menghela napas panjang. "Kita hanya bisa berharap mereka membawa kabar baik. Tapi jika tidak, kita harus siap."

Dia berbalik menghadap semua yang hadir di ruangan itu. "Kepada semua yang berada di sini, aku ingin kalian tahu bahwa apa pun hasilnya, kita akan berjuang untuk mempertahankan rumah kita. Lumoria tidak akan tunduk pada ancaman apa pun."

Sorakan setuju menggema di aula. Meskipun harapan mereka tergantung pada diplomasi Selvina, semangat mereka tetap teguh. Persiapan terus berlanjut, dan setiap orang bersiap menghadapi apa pun yang mungkin terjadi di hari-hari mendatang.

Di tenda komando, suasana tegang terasa di antara dua pemimpin besar itu. Rokan duduk di kursi besar, jari-jarinya mengetuk permukaan meja kayu dengan ritme cepat, tanda ketidaksabarannya. Tubuhnya yang besar tampak menegang, seperti seekor binatang buas yang siap menerkam mangsanya. Di sisi lain meja, Aelaris berdiri dengan tenang, menatap Rokan dengan tatapan tajam, matanya berkilau seperti sedang menganalisis sesuatu yang tak terlihat oleh orang lain.

"Apa gunanya membaca surat ini?" suara Rokan menggelegar, seperti petir yang membelah langit. "Kita tahu mereka hanya ingin menunda kehancuran mereka. Kita sudah di sini, dengan pasukan kita yang siap menghancurkan Lumoria. Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi."

Aelaris tetap diam sesaat, tangannya melipat di dada. Ia mengamati Rokan, mencoba memahami kegelisahan yang tampak tidak biasa darinya. "Rokan," katanya akhirnya, nadanya lebih tenang. "Kemarahanmu ini... tidak seperti dirimu. Biasanya kau lebih strategis, lebih sabar. Apa yang sebenarnya mengganggumu?"

Rokan menggeram rendah, seperti binatang yang tersinggung. "Tidak ada yang menggangguku! Hanya saja... manusia itu. Raja Lumoria yang baru ini. Aku tidak percaya pada mereka. Sejarah sudah membuktikan, manusia tidak pernah membawa kebaikan bagi dunia ini."

Aelaris mengangguk perlahan, tetapi pikirannya bekerja lebih dalam. Ia memandang Rokan dengan perhatian yang lebih tajam. "Naluri Firlinione-ku mengatakan ada sesuatu yang berbeda di sini, Rokan. Aku tidak hanya berbicara tentang Zen. Aku berbicara tentangmu. Apa kau yakin tidak ada sesuatu... atau seseorang... yang memengaruhimu?"

Rokan berhenti mengetuk meja, matanya menyipit. "Apa maksudmu?"

Aelaris mendekat, menatap mata Rokan dengan intens. "Kemarahanmu, Rokan. Doronganmu untuk segera berperang, tanpa mempertimbangkan apa pun. Ini bukan seperti dirimu. Kau adalah pemimpin yang selalu memastikan setiap langkah strategis matang sebelum bertindak. Tapi sekarang... aku merasa seperti ada sesuatu yang mengaburkan pikiranmu."

Rokan berdiri dengan cepat, kursinya hampir terjatuh. "Kau meragukan keputusanku, Aelaris? Aku hanya ingin memastikan tidak ada lagi penghinaan yang datang dari Lumoria!"

Aelaris tidak mundur, meskipun aura Rokan terasa semakin menekan. "Aku tidak meragukanmu, Rokan. Tapi aku meragukan apa yang memengaruhimu. Jika ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar dendam atau sejarah, kita perlu mengetahuinya sebelum kita membuat keputusan yang bisa menghancurkan dunia ini."

surat perdamaian kedua bisa mengubah arah takdir yang terasa semakin mendekat pada kehancuran.

Rokan berdiri di atas panggung kecil yang dibangun untuk memimpin pasukan. Suaranya menggema ke seluruh medan, menyuarakan perintah untuk maju. "Cukup! Kita tidak akan lagi membuang waktu dengan negosiasi kosong ini. Serang Lumoria! Hancurkan mereka semua!"

Pasukan Ras Beast yang sudah dipenuhi semangat perang mulai bergerak maju, taring dan cakar mereka bersiap mencabik apa saja yang ada di hadapan mereka. Di belakang, barisan prajurit Firlinione yang lebih terorganisir dan dilengkapi senjata canggih mulai menyiapkan alat perang mereka. Ledakan pertama terdengar, tanda bahwa pertempuran telah dimulai.

Di sisi lain, Aelaris berdiri mematung, melihat Rokan dengan tatapan penuh keraguan. "Rokan, tunggu! Apa kau benar-benar yakin ini keputusan yang tepat? Sesuatu tidak beres denganmu!" Namun, kata-katanya hilang dalam kegaduhan medan perang yang mulai menggema.

Sementara itu, di dalam kastil Lumoria, Zen dan Eryon berjalan dengan langkah cepat menuju gerbang utama. Zen menoleh ke arah Selvina, yang berdiri di samping barisan prajurit Lumoria dan High Druid. "Selvina, kembali ke kastil. Atur pertahanan. Aku akan memimpin pasukan di depan."

Selvina menatap Zen dengan cemas, matanya penuh kekhawatiran. "Zen, kau tahu mereka memiliki keunggulan teknologi dan jumlah. Kau tidak boleh gegabah. Setidaknya biarkan aku tetap di sini untuk mendampingimu."

Zen menggeleng tegas, tetapi suaranya tetap lembut. "Aku butuh kau di kastil, Selvina. Kau lebih baik dalam strategi dan logistik. Jika ini berubah menjadi perang panjang, kita butuh rencana cadangan. Percayalah padaku, aku akan kembali."

Selvina akhirnya mengangguk dengan enggan. "Baiklah, tapi hati-hati. Jangan bertindak sendirian. Kita harus melewati ini bersama."

Zen tersenyum tipis sebelum berbalik menuju medan perang, diikuti Eryon yang sudah menggenggam stafnya dengan erat. "Ayo, Eryon. Ini waktunya kita menunjukkan apa yang bisa kita lakukan."

Zen berdiri di barisan depan, dikelilingi prajurit Lumoria yang bersiap dengan busur mereka. Tatapannya tajam, matanya menyapu medan perang yang kini dipenuhi pasukan Ras Beast dan Firlinione yang semakin mendekat.

Dalam hatinya, ia masih berharap bahwa konflik ini bisa diselesaikan tanpa pertumpahan darah. Namun, melihat gelombang musuh yang bergerak dengan niat

menghancurkan, ia menyadari bahwa pilihan telah hilang.

"Ternyata memang harus diselesaikan dengan peperangan," gumam Zen dengan nada berat, lebih kepada dirinya sendiri

daripada orang lain.

Di sampingnya, Eryon menyiapkan stafnya, mantra sudah mengalir di ujung jemarinya. "Zen, kita siap mengikuti perintahmu. Tapi ingat, ini bukan hanya tentang menang. Kita harus melindungi sebanyak mungkin orang."

Zen mengangguk, suaranya terdengar tegas saat ia memberi perintah. "Pemanah, siapkan busur kalian! Tunggu sampai mereka berada dalam jarak yang tepat. Jangan biarkan satu pun serangan sia-sia."

Barisan pemanah Lumoria menaikkan busur mereka serempak, anak panah dengan ujung sihir bercahaya ditarik ke belakang. Di barisan belakang, prajurit High Druid mempersiapkan mantra mereka, siap melepaskan serangan jika diperintahkan. Selvina, yang memantau dari kastil, merasakan dadanya berdegup kencang, berharap keputusan Zen adalah yang terbaik.

Di medan musuh, Rokan memimpin pasukan Beast dengan sorakan penuh semangat, wajahnya dipenuhi kemarahan yang tak terkendali. "Hancurkan mereka! Jangan beri mereka waktu untuk bertahan!" Sementara itu, Aelaris, pemimpin Firlinione, memimpin dengan lebih tenang. Namun, pikirannya terganggu oleh keraguan. "Kenapa Zen tidak menyerang lebih dulu? Apakah dia menunggu sesuatu?"

Zen mengangkat tangannya tinggi-tinggi, memberi isyarat kepada pasukan Lumoria. Saat pasukan musuh masuk ke dalam jarak yang telah ditentukan, ia berteriak dengan lantang. "Lepaskan!"

Gelombang pertama panah sihir meluncur ke udara, menciptakan cahaya berwarna-warni di langit sebelum menghujani pasukan Beast dan Firlinione. Jeritan terdengar, tetapi pasukan musuh terus maju, tak tergoyahkan oleh serangan awal.

Eryon berdiri di samping Zen, mempersiapkan mantra besar. "Kita perlu memperlambat mereka! Aku akan menciptakan penghalang!" Dengan stafnya, Eryon menghantam tanah, dan akar-akar besar muncul dari bumi, menghalangi jalan pasukan musuh dan memperlambat pergerakan mereka.

Namun, Rokan dengan marah menghancurkan penghalang itu dengan cakar raksasanya. "Kalian tidak bisa menghentikan kami dengan trik kecil seperti itu!" raungnya, memimpin serangan yang semakin sengit.

Zen berbalik ke arah pasukannya. "Siapkan barisan kedua! Jangan mundur! Kita tidak boleh kalah!" la mengangkat pedangnya, yang kini berkilauan dengan energi kuno, dan maju ke medan perang. Para prajurit Lumoria dan High Druid mengikutinya dengan semangat membara.

Di tengah medan perang, Zen menghadapi Rokan untuk pertama kalinya. Aura keduanya bertabrakan, menciptakan gelombang energi yang memaksa semua orang di sekitar mereka mundur. Rokan menyeringai penuh amarah. "Jadi, kau manusia yang disebut-sebut sebagai penyelamat dunia ini? Aku tidak melihat apa pun yang istimewa darimu."

Zen menatap Rokan dengan tenang, menggenggam pedangnya erat. "Aku mungkin tidak istimewa, tapi aku tidak akan membiarkan kehancuran menimpa dunia ini. Jika kau ingin perang, maka aku akan memberimu perlawanan."

Yang memaksa semua orang di sekitar mereka mundur. Rokan menyeringai penuh amarah. "Jadi, kau manusia yang disebut-sebut sebagai penyelamat dunia ini? Aku tidak melihat apa pun yang istimewa darimu."

Zen menatap Rokan dengan tenang, menggenggam pedangnya erat. "Aku mungkin tidak istimewa, tapi aku tidak akan membiarkan kehancuran menimpa dunia ini. Jika kau ingin perang, maka aku akan memberimu perlawanan."

Dengan seruan perang yang menggema, Zen dan Rokan saling menyerang, benturan mereka memulai babak baru dalam perang

yang akan menentukan nasib dunia.

Bersambung!

1
Anonymous
Bagus!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!