Tak perlu menjelaskan pada siapapun tentang dirimu. Karena yang menyukaimu tak butuh itu, dan yang membencimu tak akan mempercayainya.
Dalam hidup aku sudah merasakan begitu banyak kepedihan dan kecewa, namun berharap pada manusia adalah kekecewaan terbesar dan menyakitkan di hidup ini.
Persekongkolan antara mantan suami dan sahabatku, telah menghancurkan hidupku sehancur hancurnya. Batin dan mentalku terbunuh secara berlahan.
Tuhan... salahkah jika aku mendendam?
Yuk, ikuti kisah cerita seorang wanita terdzalimi dengan judul Dendam Terpendam Seorang Istri. Jangan lupa tinggalkan jejak untuk author ya, kasih like, love, vote dan komentarnya.
Semoga kita semua senantiasa diberikan kemudahan dalam setiap ujian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DTSI 27
Ningsih memang sedang mengadakan demo masak di salah satu balai desa di kampung bersemi, dan Alhamdulillah Ningsih bisa menjual sampai sebelas produk disana. Tak terkecuali Rahman yang ikut juga membeli panci serbaguna dan panggangan satenya. Padahal nominalnya cukup fantastis, dua barang harganya satu juta empat ratus. Bagi Rahman tak masalah, asal bisa mendapatkan nomor telepon Ningsih dan sedikit perhatian Ningsih. Karena Ningsih terlihat sangat sumringah saat dirinya membeli dua produk yang ditawarkan.
Saat Ningsih baru selesai mengadakan demo dan mulai berkemas untuk menunggu jemputan. Rahman mendekati Ningsih sambil membawa minuman dingin dan diserahkan kepada Ningsih dengan senyuman hangat.
"Apa tiap hari, kamu keliling begini, mbak?" Tanya Rahman ramah dan mulai mencari tau keseharian Ningsih. Perempuan yang masih terlihat muda di usia yang sudah menginjak kepala tiga itupun menanggapinya dengan sikap ramah.
"Iya, pak. Tiap hari keliling dan demo kayak gini, hari Minggu saja libur." Sahut Ningsih apa adanya.
"Dan tiap hari juga laku sebanyak ini ya?" Kembali Rahman mengajukan pertanyaan.
"Gak juga, kadang juga gak laku sama sekali, kadang seharian cuma laku satu. Pokoknya gak mesti, hari ini saja mungkin rejeki saya, bisa laku sebanyak ini, Alhamdulillah." Sahut Ningsih sambil menghirup udara sebanyak mungkin dan di hembuskan berlahan. Wajah manisnya semakin membuat Rahman jatuh hati pada perempuan di sampingnya.
"Owalah gitu, berarti gajinya gak pasti ya, mbk? Tapi masih ada suaminya, kan? Pasti dapat uang belanja juga." Pancing Rahman yang ingin memastikan status Ningsih. Karena sejak demo, kedua teman Ningsih selalu menyebutnya mbok Rondo.
"Saya hidup sendiri sama anak saya, pak. Suami sudah menikah lagi dan punya anak." Balas Ningsih jujur apa adanya. Membuat Rahman tersenyum lega.
"Oh, yang semangat ya, mbk. Insyaallah, rejeki pasti ada selagi kita masih mau berusaha. Mbak Ningsih kelihatannya juga pekerja keras, saya salut." Rahman masih dengan sikapnya yang hangat, berusaha menggali informasi wanita yang sudah membuat hatinya terpikat.
"Alhamdulillah, pak. Harus semangat, karena saya punya tanggung jawab pada anak dan ibu yang sedang sakit. Bismillah saja, semoga Alloh selalu memberikan kemudahan di setiap langkah saya." Ningsih tersenyum lalu meneguk minuman dingin yang tadi diberikan oleh Rahman.
"Saya juga sendiri, duda tanpa anak. Dan sedang cari pendamping." Celetuk Rahman yang membuat Ningsih langsung menoleh ke arah laki laki hitam manis yang tengah tersenyum menatap dirinya.
"Oh, hehe. Semoga segera ketemu jodohnya ya, pak." Sahut Ningsih santai.
"Sudah kok, ini disebelah saya." Sahut Rahman terkekeh menyembunyikan debaran jantungnya yang sedari tadi sudah tak karuan.
"Hehehe, bapak bisa saja. Saya cuma seles pak. Orang miskin yang tak punya apa apa, bukan level bapak yang berseragam gini." Sahut Ningsih merendah, sadar diri jika dirinya tak pantas bersanding dengan orang yang menurutnya berada.
"Siapa bilang? Jodoh itu Tuhan yang menentukan, dan kita juga harus berusaha untuk menjemputnya. Bagiku tak masalah soal pekerjaan dan juga harta. Yang penting itu, iman dan bisa setia." Balas Rahman serius, dan Ningsih hanya menanggapinya dengan senyuman. Tak berani banyak bicara, takut terbawa perasaan.
"Itu, jemputan saya sudah datang. Saya permisi dulu ya pak, sehat selalu. Dan terimakasih banyak sudah membeli produk yang saya tawarkan." Ningsih menatap ke arah pak Roni, sopir yang selalu setia mengantar jemput semua seles selesnya.
"Mbak Ningsih, boleh saya main kerumahnya, mbak?" Sambung Rahman yang membuat Ningsih menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah laki laki yang menatap dirinya lekat.
"Monggo, pak. Tapi ya itu, rumah saya jelek." Sahut Ningsih yang langsung membuat pak Roni bersiul untuk menggodanya.
"Cie, mbok Rondo ada yang mau apelin, suit suit." Celetuk pak Roni sambil tertawa. Membuat Ningsih salah tingkah dan langsung masuk kedalam mobil. Sedangkan Rahman terlihat lega karena mendapatkan ijin untuk bertamu kerumah perempuan yang di sukai.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
Waktu terus berlalu, Rahman dan Ningsih semakin dekat. Mereka selalu berkomunikasi lewat ponsel setiap hari. Bahkan Rahman sudah dua kali bertamu kerumah Ningsih dan membawa banyak oleh oleh. Rahman juga sudah mulai akrab dengan Salwa dan Bu Yati. Rahman bahkan menawarkan bantuan pada Ningsih untuk membantu membelikan kebutuhan dapur dan keperluan ibunya. Rahman benar benar menyukai Ningsih dan menerima apa adanya keadaan Ningsih.
"Mbak, kenapa perutku sakit sekali ya, dan kepalaku juga rasanya muter gini, pusing banget." Keluh Rina yang sudah terlihat pucat. Hari Minggu biasanya Rina tidak datang kerumah ibunya, tapi hari ini dia minta diantar suaminya kerumah ibunya saja, karena Supri ada lemburan menggarap gorong gorong.
"Rin, kamu pucat banget. Ya Alloh, gimana ini? Kamu rebahan dulu, mbak panggil pak Sugeng dulu, biar mbak antar kamu periksa ke klinik depan sana. Tunggu sebentar ya." Ningsih panik, dan segera berlari keluar rumah menuju rumah tetangganya yang tukang becak.
"Ma, mbak Rina kenapa?" Tanya Salwa polos dan juga terlihat cemas saat melihat Rina kesakitan.
"Mbak Rina sakit, nak. Salwa dirumah temani nenek ya? Mama mau antar mbak Rina ke klinik buat di periksa." Sahut Ningsih memberi pengertian pada gadis kecilnya yang langsung patuh.
"Ya Alloh, nduk. Kenapa sama Rina?" Bu Yati tertatih mendekati putrinya setelah mendengar keributan dari kamarnya tadi.
"Gak tau, buk. Ini mau aku bawa ke klinik. Semoga gak terjadi apa apa. Ibu dirumah sama Salwa ya, doain Rina semoga baik baik saja." Ningsih panik dan tubuhnya sudah gemetar melihat Rina yang sudah meringis kesakitan. Dengan dibantu pak Sugeng, Rina di papah menaiki becak motor milik tetangganya itu. Hanya butuh sepuluh menit, becak yang membawa Rina dan Ningsih sudah sampai di parkiran klinik. Dengan sigap, pak Sugeng membantu memapah Rina untuk masuk ke dalam klinik yang tak begitu ramai.
"Gimana keadaan adik saya, dok?" Tanya Ningsih cemas, setelah dokter memeriksa keadaan Rina.
"Saya akan berikan surat rujukan kerumah sakit ya, Bu. Pasien sepertinya sudah sangat kesakitan dan darahnya tinggi. Sepertinya harus ada tindak operasi untuk menyelamatkan ibu dan bayinya. Di sini peralatan tidak memadai dan saya tidak berani mengambil tindakan. Takut terjadi apa apa dengan pasien." Sahut dokter panjang lebar, dan semakin membuat Ningsih lemas juga cemas.
"Lakukan yang terbaik saja, dok. Kalau bisa rujuk di rumah sakit terdekat saja." Balas Ningsih dengan suara bergetar.
"Iya, Bu. Saya akan rujuk di rumah sakit Muhammadiyah yang dekat dari sini, hanya sepuluh menit." Balas dokter ramah dan langsung membuatkan surat rujukan. Dan Ningsih minta ambulance untuk mengantarkan mereka kerumah sakit, agar lebih cepat dan Rina juga bisa sedikit nyaman.
Setelah sampai dirumah sakit, Rina langsung di bawa ke IGD, Ningsih diminta untuk mengurus administrasinya. Tak lupa, Ningsih juga menghubungi Supri untuk memberitahu keadaan istrinya. Mendengar kabar istrinya, Supri langsung ijin pulang dan bergegas menyusul kerumah sakit. Cemas dan khawatir membuat Supri tidak fokus selama dalam perjalanan.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
jangan lupa mampir juga di karya aku yang lain.
Novel baru :
#Hati Yang Kau Sakiti
#Dendam terpendam seorang istri
Novel Tamat
#Anak yang tak dianggap
#Tentang luka istri kedua
#Tekanan Dari Mantan Suami (Tamat)
#Cinta dalam ikatan Takdir (Tamat)
#Coretan pena Hawa (Tamat)
#Cinta suamiku untuk wanita lain (Tamat)
#Sekar Arumi (Tamat)
#Wanita kedua (Tamat)
#Kasih sayang yang salah (Tamat)
#Cinta berbalut Nafsu ( Tamat )
#Karena warisan Anakku mati di tanganku (Tamat)
#Ayahku lebih memilih wanita Lain (Tamat)
#Saat Cinta Harus Memilih ( Tamat)
#Menjadi Gundik Suami Sendiri [ tamat ]
#Bidadari Salju [ tamat ]
#Ganti istri [Tamat]
#Wanita sebatang kara [Tamat]
#Ternyata aku yang kedua [Tamat]
Peluk sayang dari jauh, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah yang kita jalani.
Haturnuhun sudah baca karya karya Hawa dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komentar dan love nya ya say ❤️
sekedar saran utk karya2 selanjutnya, kurangi typo, dan di setiap ahir bab jgn terlalu banyak yg terkesan menggantung.
semoga smakin banyak penggemar karyamu dan sukses. terus semangat.. 💪😊🙏
mksh ka/Kiss/sumpah ceritanya bagus buat candu
entah apa hukumnya wandi mentalak irma tanpa saksi juga ..syahkan cerainya. ktnya hrs dpn saksi jatuhin talak