Ditengah keterpurukannya atas pengkhianatan calon suami dan sahabatnya sendiri, Arumi dipertemukan dengan Bara, seorang CEO muda yang tengah mencari calon istri yang sesuai dengan kriteria sang kakek.
Bara yang menawarkan misi untuk balas dendam membuat Arumi tergiur, hingga sebuah ikatan diatas kertas harus Arumi jalani demi bisa membalaskan dendam pada dua orang yang telah mengkhianatinya.
"Menjadi wanitaku selama enam bulan, maka aku akan membantumu untuk balas dendam."_ Bara Alvarendra.
Simak dan kepoin ceritanya disini yuk 👇👇👇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fajar Riyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 : Ikatan Diatas Kertas.
Bara membuka pintu kamar mandi dan melihat Arumi yang sedang duduk menangis di pinggiran ranjang, dia berjalan mendekat dan merebut ponsel Arumi, sontak saja Arumi langsung bangun sembari mengusap air matanya.
"Sudah kubilang jangan dilihat, kenapa malah ditangisi?" Bara mengembalikan ponsel itu ketangan Arumi setelah menghapus video yang sedang diputar oleh Arumi tadi. "Kalau kamu menangis disini, nanti dikira aku yang ngapa-ngapain kamu, paham?"
"Bagaimana kamu bisa mendapatkan video itu?" Bukannya menjawab Arumi malah bertanya.
"Tidak penting aku mendapatkannya dari mana, yang penting aku sudah membantumu bukan?" Jawab Bara, lalu dia melangkahkan kakinya ke arah lemari dan mengambil sebuah kaos lalu memakainya. "Sebaiknya kamu mandi dan segarkan dirimu, daripada memikirkan hal yang tidak penting. Satu jam lagi kita akan makan malam."
Arumi menganggukkan kepalanya dan mengambil sepasang pakaian dari dalam paperbag, lalu dia masuk ke dalam kamar mandi dan menutup pintunya dengan rapat. Setelah Arumi masuk, Bara membalikkan tubuhnya dan menghela nafas panjang. Sebenarnya dia merasa sedikit kasihan pada Arumi karena sudah dikhianati oleh calon suami dan sahabatnya sendiri. Pasti tidak mudah untuk Arumi menerima kenyataan pahit itu.
🎶La... La... La...🎶
Terdengar suara ponsel Bara berdering, Bara segera menghampiri sisi ranjang dan mengeluarkan ponselnya dari dalam saku jasnya, ada panggilan masuk dari Monica disana.
"Halo sayang," sapa Bara berbasa-basi, sebenarnya dia sudah bisa menebak kenapa Monica menelfonnya.
"Kamu masih bisa memanggilku sayang!! Apa-apaan ini Bar? Kenapa ada foto-foto pernikahan kamu dengan seorang wanita? Apa dia wanita yang dijodohkan oleh kakek kamu??" Suara Monica terdengar begitu menggebu-gebu, jelas saja dia sangat marah karena melihat foto-foto pernikahan kekasihnya sudah tersebar di media sosial.
"Aku akan menjelaskannya nanti, tapi tidak sekarang. Untuk sementara kamu jangan temui aku dulu ya? Saat ini kondisi kakek sedang tidak memungkinkan, jadi mau tidak mau aku harus menerima perjodohan itu biar kakek senang," jawab Bara dengan suara pelan, karena takut tiba-tiba ada yang masuk dan mendengar obrolannya dengan Monica.
"Bara! Kamu mikirin kakek kamu tapi kamu gak mikirin perasaan aku!! Apa aku udah gak penting lagi buat kamu, gitu???"
"Bukan begitu sayang, kamu sangat penting bagiku, tapi tolong mengertilah sekali ini saja, ini demi kesembuhan kakek. Selain Tante Sherly, aku hanya memiliki kakek, aku tidak mungkin membiarkan kakek sampai kenapa-kenapa,"
Monica menghela nafas panjang, "Ya sudah, tapi besok malam aku ingin kamu datang ke apartemenku. Tidak ada alasan untuk menolak, aku akan menunggu kamu!"
Monica mematikan sambungan telefonnya, bersamaan dengan itu Arumi membuka pintu kamar mandi dan berjalan mendekati Bara sambil mengeringkan rambutnya yang masih basah dengan handuk kecil.
"Siapa yang menelfon? Pacar kamu?" tanya Arumi.
Bara menganggukkan kepalanya, "Ya, dia sudah melihat foto-foto pernikahan kita di sosial media."
"Lalu kamu akan pergi menemuinya dan menceritakan tentang perjanjian kontrak kita?"
Bara menggelengkan kepalanya, meskipun Monica adalah kekasihnya, tapi dia tidak yakin jika Monica akan bisa menjaga rahasia jika dia tau tentang perjanjian kontrak itu. Lebih baik Bara merahasiakannya dari Monica.
"Kontrak ini hanya akan menjadi rahasia kita bertiga saja, semakin banyak yang tau maka akan semakin tidak aman untuk kita," jawab Bara. "Ayo kita keluar, yang lain sudah menunggu kita untuk makan malam."
Sebelum keluar kamar, Arumi mengeringkan rambutnya terlebih dahulu dengan hairdryer. Dimeja makan, kakek Abian, Tante Sherly dan Cia sudah menunggu. Tak berselang lama Bara datang dengan menggandeng tangan Arumi. Seperti kata asisten Roy, mereka harus selalu terlihat mesra untuk meyakinkan Tante dan kakeknya jika mereka saling mencintai.
"Kakak ini siapa?" tanya Cia, anak dari tante Sherly.
"Cia, dia ini istri kak Bara, namanya kak Arumi. Ayo beri salam dulu sama kak Arumi," perintah Sherly, Cia langsung bangun dari duduknya dan berjalan mendekati Bara dan Arumi yang baru datang, Cia meraih tangan Arumi dan menyalaminya takzim.
Meskipun berasal dari keluarga kaya dan terpandang, Sherly dan Tuan Abian selalu mengajarkan Cia untuk bersikap sopan dan rendah hati pada semua orang.
Arumi tersenyum dan membungkukkan sedikit badannya, "Adik cantik namanya siapa?"
"Namaku Cia kak," jawab Cia. "Kok kakak mau sih nikah sama kak Bara?"
Arumi mendongak ke arah Bara yang berdiri di sampingnya. Bara yang mendengar pertanyaan Cia langsung berdehem, selain Tante Sherly, Cia juga merupakan salah satu musuh bebuyutannya di rumah itu, karena Cia adalah orang yang sudah melaporkannya pada kakeknya saat dia dan Monica sedang berduaan didalam kamar.
"Memangnya kenapa kalau kakak nikah sama kak Bara? Kak Bara baik kok orangnya," tanya Arumi.
"Baik sih, tapi tangannya suka nakal," ucap Cia setengah berbisik, namun masih bisa terdengar oleh Bara dan yang lainnya.
"Hei anak kecil, jangan bicara yang tidak-tidak," ujar Bara sambil meraih tangan Arumi dan menggenggamnya kembali, gadis itupun kembali berdiri dengan tegak. Kemudian Bara menarikkan kursi untuk Arumi duduk disampingnya. Cia pun kembali duduk di kursinya kembali.
"Arumi, makanlah yang banyak, jika ada yang tidak kamu suka kamu tinggal bilang, biar besok kakek suruh para pelayan untuk memasakkan makanan kesukaan kamu," ujar Tuan Abian.
Arumi menggelengkan kepalanya sembari tersenyum, "Terimakasih kek, makanan ini enak-enak kok. Kebetulan Rumi juga bukan tipe orang yang suka pilih-pilih makanan, jadi Rumi pasti menyukai makan-makanan ini,"
Kakek Abian nampak manggut-manggut mendengar jawaban dari cucu menantunya, sekarang dia merasa keluarganya sudah lengkap dengan kehadiran Arumi dirumahnya. Tapi, ada satu hal yang masih mengganjal di hati kakek Abian, yaitu putri bungsunya, Sherly. Sama seperti Bara, kakek Abian pun berharap Sherly bisa membuka hatinya kembali untuk seseorang dan memberikan sosok seorang ayah untuk Cia.
_
_
_
Selesai makan malam, Arumi lebih dulu mengantarkan kakek Abian masuk ke dalam kamar dan mengobrol dulu dengan kakek Abian, sementara Bara sudah kembali ke kamarnya.
"Sekali lagi kakek ingin bertanya padamu, kamu menikah dengan Bara bukan karena terpaksa kan?" tanya kakek Abian dengan wajah serius.
Arumi nampak gelagapan, namun dia mencoba untuk tetap bersikap tenang.
"Tidak kek, Rumi mencintai mas Bara, itulah alasan Rumi mau menikah dengannya," jawab Arumi.
"Jika Bara yang mengatakannya, mungkin kakek tidak akan sepenuhnya percaya," ucap kakek Abian. "Sekarang kamu istirahatlah, suami kamu pasti sudah menunggu kamu dikamar,"
"Baiklah kek, kalau begitu Rumi permisi dulu, selamat malam dan selamat beristirahat kek,"
Arumi membantu memakaikan selimut untuk kakek Abian, kemudian dia meninggalkan kamar kakek Abian dan kembali ke kamar Bara. Terlihat Bara sedang duduk di atas ranjang dengan menyenderkan tubuhnya pada headboard.
Arumi hanya berdiri mematung di sisi ranjang tanpa berniat untuk naik ke atas ranjang. Bara yang sedang sejak tadi asyik dengan ponselnya akhirnya mengalihkan pandangannya ke arah Arumi.
"Kenapa? Kenapa kamu diam saja disitu?" tanya Bara. "Tenang saja, aku tidak akan memakan kamu,"
"Siapa yang bisa menjamin kalau kamu tidak akan macam-macam, bisa saja kalau aku sudah tidur kamu..."
Bara segera memotong ucapan Arumi, "Hei Nona, sudah aku bilang kalau aku punya pacar dan aku tidak tertarik padamu. Cepat naik dan tidurlah!"
Bara meletakkan dua bantal guling ditengah-tengah sebagai pemisah. Dengan ragu-ragu Arumi pun naik ke atas ranjang dan membaringkan tubuhnya di samping Bara.
"Jangan lupa poin nomor dua," ujar Arumi mengingatkan.
"Iya aku ingat!" jawab Bara kesal, kemudian dia memiringkan tubuhnya dan memunggungi Arumi.
Arumi menghela nafas panjang sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, kemudian dia menutup kedua matanya rapat-rapat. Hari ini benar-benar hari yang sangat melelahkan baginya. Sementara Bara masih belum bisa menutup matanya, jujur saja ini adalah pertama kalinya dia berada satu ranjang dengan seorang wanita, jantungnya terus berdebar-debar sejak tadi, hanya saja dia berusaha bersikap biasa saja dihadapan Arumi.
Bara membalikkan kembali tubuhnya dan melihat Arumi yang sudah tertidur pulas.
"Hei, apa kamu sudah tidur?" tanya Bara sambil mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Arumi, namun tidak ada jawaban dari gadis itu, hanya hembusan nafas berat yang terdengar, menandakan jika gadis itu sudah benar-benar tidur.
"Bisa-bisanya dia langsung tertidur seperti ini," gumam Bara.
Bara memperhatikan wajah Arumi yang sedang tertidur pulas itu, kemudian dia mengulas senyum diwajahnya, "Kalau dilihat-lihat dia cantik juga,"
Namun Bara segera menghalau pikiran-pikiran itu dari kepalanya, "Ya Tuhan, sepertinya aku tidak akan bisa tidur malam ini."
Karena matanya tidak merasa ngantuk sama sekali, akhirnya Bara memilih bangun dan duduk di atas sofa. Bara membuka laptopnya dan mulai menyelesaikan beberapa pekerjaan yang memang sempat tertunda karena hari ini dia sibuk mengurusi banyak hal. Sesekali Bara menoleh ke arah Arumi yang sedang asyik mengarungi mimpi-mimpi indahnya.
...💖💖💖...
di tunggu lho kiss nyaa... ehhh
🤭
balas semua sakit hati mu Rum...
air mata mu terlalu berharga untuk menangisi laki laki penghianat seperti Randy...