Raka adalah seorang pemuda biasa yang bermimpi menemukan arti hidup dan cinta sejati. Namun, perjalanan hidupnya berbelok saat ia bertemu dengan sebuah dunia tersembunyi di balik mitos dan legenda di Indonesia. Di sebuah perjalanan ke sebuah desa terpencil di lereng gunung, ia bertemu dengan Amara, perempuan misterius dengan mata yang seakan memiliki segudang rahasia.
Di balik keindahan alam yang memukau, Raka menyadari bahwa dirinya telah terperangkap dalam konflik antara dunia nyata dan kekuatan supranatural yang melingkupi legenda Indonesia—tentang kekuatan harta karun kuno, jimat, serta takhayul yang selama ini dianggap mitos.
Dalam perjalanan ini, Raka harus menghadapi berbagai rintangan, termasuk rasa cintanya yang tumbuh untuk Amara, sembari berjuang mengungkap kebenaran yang tersembunyi di balik cerita rakyat dan keajaiban yang mengikat mereka berdua. Akan tetapi, tidak semua yang bersembunyi bisa dipercaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ihsan Fadil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3: Malam yang Membingungkan
Raka, Amara, dan wanita misterius itu berdiri di tengah ruangan yang berisi altar kuno dan simbol-simbol yang bercahaya samar. Suasana di sekitar mereka dipenuhi dengan ketegangan yang sulit diungkapkan. Cahaya lilin bergoyang-goyang, menciptakan bayangan yang memantul di dinding.
Setiap langkah yang mereka ambil di ruangan ini terasa seperti mengganggu kedamaian yang tersisa dari masa lalu. Mereka bertiga saling berpandangan, tetapi tak ada yang berani mengucapkan kata-kata.
“Kalau kita terus maju seperti ini, kita akan menemukan lebih banyak misteri yang harus kita hadapi,” ujar Raka, berusaha memecahkan kebisuan yang menguasai mereka.
Wanita itu menatap kristal biru di atas altar dengan mata serius. “Kita harus memahami ini. Ini adalah awal dari perjalanan kita. Namun, kita harus melakukannya dengan hati-hati,” ujarnya sambil mengulurkan tangan ke arah altar.
“Jangan sentuh itu!” Amara berteriak dengan suara panik, menahannya sebelum wanita itu sempat menyentuh kristal tersebut. “Ada sesuatu yang tak beres di sini!”
Namun, wanita itu tetap tenang dan menarik tangannya kembali dengan gerakan yang sangat lambat.
“Tenanglah,” ujarnya sambil berbalik dan menatap mereka berdua. “Kita bisa membuka jalannya tanpa harus memaksanya.”
Raka memandang Amara dengan tatapan khawatir. Mereka tahu bahwa ketegangan ini tak bisa diabaikan.
“Bagaimana caranya?” tanya Raka dengan suara yang masih berusaha tetap tenang.
Wanita itu menarik napas panjang dan memejamkan mata sejenak sebelum berbicara. “Dengan memahami simbol-simbol ini dan rahasianya. Ini bukan hanya sebuah petunjuk—ini adalah jembatan yang mengarah ke tempat yang lebih dalam.”
Amara memijat dahi dengan frustrasi. “Kita sudah mengikuti petunjuk ini sejauh ini, tetapi kenapa setiap langkah terasa semakin berbahaya?”
Wanita itu menatap mereka dengan tatapan dalam yang sulit dimengerti. “Petunjuk ini bukan hanya petunjuk biasa. Ini adalah jejak yang akan membimbing kalian, tetapi juga akan menguji kejujuran dan keberanian kalian.”
---
Malam Mulai Datang
Mereka keluar dari ruang tersebut dan kembali ke lorong sempit tempat mereka memasuki kompleks ini. Suasana semakin mencekam dengan langit yang mulai gelap. Angin dingin berhembus dari lorong yang berisi keheningan aneh.
Di luar kompleks tersebut, bintang-bintang mulai memudar di balik kabut. Semakin jauh mereka berjalan, semakin mereka merasa ada yang mengawasi.
“Amara,” kata Raka sambil memeriksa peta mereka lagi, “kita harus mempelajari simbol ini lebih dalam. Ini semua pasti ada hubungannya.”
Amara memandangi ke arah bayangan di kejauhan. “Kita harus berpikir jernih. Semakin kita mendekati jawaban, semakin banyak hal yang mulai merasuk ke dalam benak kita. Aku merasa ada yang tak beres dengan ini.”
Wanita tersebut berdiri di belakang mereka, menatap ke arah kegelapan malam. “Kalian harus percaya bahwa jawaban ini tidak mudah. Akan ada ujian yang harus kalian hadapi. Bersiaplah.”
Mereka berdua memandang wanita itu dengan perasaan campuran antara ketakutan dan rasa ingin tahu. Tak ada yang tahu pasti apa yang akan terjadi selanjutnya.
---
Kembali ke Desa
Malam semakin larut ketika mereka memutuskan untuk kembali ke tempat mereka memulai perjalanan. Perjalanan ini tak hanya memakan waktu tetapi juga mempengaruhi psikologi mereka.
Kegelisahan semakin menyelimuti hati mereka. Setiap jalan yang mereka lewati seakan memiliki bayangan yang mengikuti. Ada bisikan-bisikan samar yang tak bisa mereka pahami—bisikan dari mana, mereka tak tahu.
Amara berhenti sejenak dan memandang ke arah langit yang mulai dipenuhi bintang.
“Kita harus tetap berjuang untuk mengungkap ini,” ujarnya sambil berbisik.
Raka memandang Amara dengan rasa khawatir. “Kau yakin kita siap menghadapi ini?”
“Siapa yang bisa yakin jika kita belum tahu apa yang harus dihadapi?” balas Amara dengan mata yang dipenuhi kecemasan.
Keduanya saling berpandangan untuk sesaat, tetapi kemudian mereka memutuskan untuk terus berjalan menuju tempat yang familiar. Jalanan di malam hari terasa jauh lebih panjang ketika diselimuti ketakutan yang tak mereka pahami.
Namun, satu hal yang mereka tahu: petualangan mereka baru saja dimulai.
Keduanya melanjutkan perjalanan menuju desa dengan langkah yang terasa lebih lambat dari biasanya. Angin malam berhembus dengan lembut, membawa aroma tanah dan pohon yang basah. Suasana terasa sunyi, hanya suara langkah mereka yang terdengar samar. Namun, perasaan cemas yang menggelayuti mereka tidak juga hilang.
“Raka,” suara Amara memutuskan keheningan malam. “Kau mendengar bisikan itu tadi, bukan?”
Raka memutar pandangannya ke kanan dan kiri, memastikan bahwa mereka tak sedang diikuti atau diawasi. “Ya,” jawabnya dengan suara pelan. “Aku mendengarnya. Tapi darimana asalnya?”
Amara menggigit bibirnya, tak yakin dengan apa yang baru saja mereka alami. “Aku rasa kita harus berhati-hati. Ini bukan perjalanan biasa. Sesuatu sedang mengintai kita.”
Raka menghela napas dan menoleh ke arah Amara. “Kita harus mencari tahu apa ini. Jika kita terus menghindar, kita tidak akan pernah menemukan jawaban.”
Amara mengangguk pelan, meskipun ketakutan masih menggigit di dalam hatinya. Mereka berdua tahu bahwa petunjuk ini semakin mengarah ke ketidakpastian, tetapi mereka tak bisa mundur.
---
Malam Berlanjut
Ketika mereka sampai kembali di tempat perkemahan mereka, suasana terasa lebih menekan dibanding sebelumnya. Lampu kecil yang mereka bawa hanya memberikan cahaya redup di tengah kegelapan. Raka membuka tenda sementara Amara menyalakan api kecil untuk menghangatkan diri mereka.
Raka mengambil peta yang mereka bawa dan mulai memeriksa simbol-simbol yang mereka temui tadi. Cahaya dari api memantul pada permukaan peta yang berdebu.
“Apa yang kita cari sebenarnya, Amara?” Raka bergumam sambil memeriksa setiap detail simbol pada peta.
Amara mendekati Raka dan memandangi simbol yang sama. “Aku belum yakin. Tapi simbol-simbol ini jelas memiliki hubungan dengan peta yang kita temukan sebelumnya. Jika kita bisa mempelajarinya lebih dalam, mungkin kita bisa mengerti apa maksudnya.”
Tiba-tiba, mereka mendengar suara dari kejauhan.
Keduanya saling berpandangan, terkejut.
“Suara apa itu?” tanya Raka dengan berbisik.
Mereka berdua berdiri, memusatkan perhatian pada keheningan malam. Suara itu terdengar samar, tetapi jelas: langkah kaki yang berderak dan bisikan rendah. Amara merasakan hatinya berdebar dengan cepat.
“Raka… ini bukan suara angin,” bisiknya dengan gugup.
Raka merasakan hal yang sama. “Kita harus tetap tenang dan siap jika ada sesuatu.”
Mereka berdua mempersiapkan senjata seadanya dan berdiri di depan tenda, siap menghadapi apapun yang datang.
---
Kemunculan yang Tak Terduga
Tak lama kemudian, bayangan muncul dari balik pohon-pohon di kejauhan. Langkah kaki semakin mendekat. Mereka bisa melihat sosok itu semakin jelas dengan cahaya dari api yang mereka buat. Sosok itu berjalan pelan, berpakaian sederhana namun dengan gerakan yang sangat lihai.
Raka dan Amara saling berpandangan.
“Ada seseorang mendekat,” kata Raka dengan suara yang berisi kewaspadaan.
“Apakah kita harus menyerang atau menunggu?” Amara bertanya dengan napas yang terasa berat.
Sosok itu semakin mendekat hingga akhirnya mereka dapat melihat wajahnya. Sosok itu adalah seorang pria yang berwajah serius dengan mata yang tajam menyoroti mereka. Tubuhnya ramping, dengan gerakan yang penuh ketenangan.
“Kalian tidak perlu khawatir,” ujar pria itu sambil menghentikan langkahnya tepat beberapa meter dari mereka. Suaranya tenang, tetapi mengandung nuansa yang membuat keduanya tetap waspada. “Aku bukan musuh.”
Raka memegang senjatanya dengan lebih erat, tetapi ia tetap mencoba untuk mendengarkan. “Siapa kau? Mengapa kau datang kemari di malam seperti ini?”
Pria itu menghela napas, menatap ke arah mereka dengan penuh perhatian. “Nama saya Arjuna. Aku memiliki informasi yang mungkin akan membantu kalian memahami apa yang kalian hadapi.”
Amara dan Raka saling berpandangan. Informasi adalah hal yang mereka butuhkan sekarang. Namun, ketidakpercayaan masih menggigit hati mereka.
“Informasi apa yang kau miliki?” tanya Raka dengan suara yang terdengar hati-hati.
Arjuna mengangkat tangannya pelan-pelan, menandakan ia tidak memiliki niat jahat. “Kita harus bicara di tempat yang lebih aman. Tempat ini terlalu terbuka untuk membicarakan hal ini.”
Raka menatapnya dengan penuh curiga. “Kau pikir kami bisa percaya kepadamu hanya berdasarkan satu pertemuan ini?”
Arjuna tersenyum samar. “Kalian bisa memilih untuk percaya atau tidak. Tapi jika kalian mendengarku, mungkin kita bisa mengungkap rahasia ini bersama-sama.”
Keduanya menimbang-nimbang ucapan Arjuna. Ada ketakutan, keraguan, tetapi juga rasa penasaran yang mendorong mereka untuk mendengarkan.
“Baiklah,” kata Raka akhirnya. “Kita dengarkan apa yang ingin kau katakan.”
Arjuna mendekati mereka sambil tetap memegang tatapannya yang serius. “Kalian sedang berada di jalur yang sangat berbahaya. Ini bukan hanya tentang petunjuk dan simbol, tetapi ini juga tentang warisan yang telah lama terlupakan dan ancaman yang sedang membayangi kita semua.”
Suasana di sekitar mereka semakin mencekam. Raka dan Amara tahu bahwa mereka berada di tengah konflik yang lebih besar dari yang mereka bayangkan.