SUN MATEK AJIKU SI JARAN GOYANG, TAK GOYANG ING TENGAH LATAR. UPET-UPETKU LAWE BENANG, PET SABETAKE GUNUNG GUGUR, PET SABETAKE LEMAH BANGKA, PET SABETAKE OMBAK GEDE SIREP, PET SABETAKE ATINE SI Wati BIN Sarno.... terdengar suara mantra dengan sangat sayup didalam sebuah rumah gubuk dikeheningan sebuah malam.
Adjie, seorang pemuda berusia 37 tahun yang terus melajang karena tidak menemukan satu wanita pun yang mau ia ajak menikah karena kemiskinannya merasa paling sial hidup di muka bumi.
Bahkan kerap kali ia mendapat bullyan dari teman sebaya bahkan para paruh baya karena ke jombloannya.
Dibalik itu semua, dalam diam ia menyimpan dendam pada setiap orang yang sudah merendahkannya dan akan membalaskannya pada suatu saat nanti.
Hingga suatu saat nasibnya berubah karena bertemu dengan seseorang yang memurunkan ajian Jaran Goyang dan membuat wanita mana saja yang ia kehendaki bertekuk lutut dan mengejarnya.
Bagaimana kelanjutan kisah Adjie yang berpetualang dengan banyak wanita...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kegilaan
"Adjie.... Adjie..., dimana kamu?" gumam Darmi dengan rasa gelisah yang terua saja mengusik hatinya.
Fikiran-fikiran buruk datang memenuhi imajinasinya yang kotor. Ia berharap jika saja Toni segera mati dan ia dapat bebas untuk mencari kemana Adjie.
Kekosongan hatinya saat ini membuat sesuatu yang berada diluar nalar.
Sementara itu, pria yang dambakan tidak sedikitpun mengharapkan cintanya. Ia hanyalah korban dari bapas dendam yang sangat liar.
Ditempat lain, Adjie terlihat senyum-senyum sendiri. Bahkan ia tak mengingat jika dirinya sudah menggunakan mantra ajian jaran goyang pada seorang wanita didesa yang saat ini hampir gila karena tidak dapat bertemu dengannya.
"Dik, Dik Wati," panggil Adjie pada sang istri yang saat ini berada didalam kamar kontrakan mereka.
"Iya, Kang?" jawabnya lirih. Hari ini Wati sangat lelah, ia ikut membantu bekerja dengan menjadi buruh cuci disebuah laundry untuk membantu perekonomian mereka, apalagi pernikahan mereka yang baru seumur jagung harus terus terjaga agar tidak kekuarangan uang yang menyebabkan pertengkaran.
"Akang mau keluar sebentar. Mau cari alat bangunan pesanan dari pemilik bangunan rumah yang tadi pagi akang kerjain,"
"Iya. Hati-hati ya kang," pesan Wati. Lalu menarik selimutnya untuk pergi tidur. Ia sangat lelah, sebab bekerja saat siang, dan baru saja dikerjain Adjie. Sepertinya pria itu sangat bergairah untuk hal ranjang. Mungkin kemaruk.
Adjie pergi menggunakan motor Wati yang dibawa dari kampung saat pelarian mereka. Ia berdandan rapih dan senyum sumringah yang terus diulasnya sepanjang perjalanan.
Ia membayangkan Rina yang aduhai. Otaknya tak dapat dikontrol lagi karena wanita itu sungguh menarik baginya.
Semakin banyak ia menikmati tubuh wanita, maka ia semakin tahu perbedaan satu sama lainnya.
Baginya Rina sungguh berbeda, tetapi sayangnya wanita itu bersuami.
"Yang bersuami lebih menantang. Ada rasa horornya. Ntar kalau suaminya sudah mau pulang, aku titip bemih pada Rina. Jika ia hamil, maka suaminya pasti akan kegirangan dan mengira itu anaknya," gumam Adjie dalam hatinya.
Tak berselang lama. Adjie tiba didepan rumah mewah yang sebagiannya masih mangkrak.
Karena sudah berjanji terlebih dahulu, maka ia dengan mudah masuk kedalam rumah tersebut.
Perkotaan adalah hal yang tidak terlalu kepo dengan urusan orang lain. Sehingga membuat Adjie leluasa untuk masuk ke rumah tersebut.
Rina sudah menunggu sang pujaan hatinya dengan pakaian yang sangat minim dan tentunya menggugah selera.
"Lama sekali, Kang," rengek wanita itu manja dan menarik pergelangan tangan pria tersebut untuk mengikutinya ke dalam ruang tamu.
"Tunggu pintunya dikunci dulu," Adjie mengingatkan. Kemudian ia melepaskan cengkraman tangan sang wanita, lalu menutup pintu dengan rapat, dan tak lupa gorden yang juga ia tutup seluruhnya.
Setelahnya, ia menghampiri wanita yang sudah membuatnya ketagihan akan perzinahan tersebut.
Ia menggendong tubuh mungil sang wanita dan itu sangat mudah baginya karena ia memiliki tubuh yang kekar dan berotot.
"Kenapa lama sekali, Kang," Rina mengulangi pertanyaannya.
"Akang harus cari alasan pada istri agar tidak curiga," jawab Adjie jujur.
"Jadi akang sudah punya istri?" Rina merasa cemburu.
"Iya, Sayang. Tapi percayalah. Cinta akang hanya untuk dik Rina seorang. Dan soal rasa, kamu emang juara. Ibarat nasi, kamu yang pulen, sedangkan istri nasi yang mawur, alias tidak enak," jawab adjie yang mencoba merendahkan istrinya demi mendapatkan simpati wanita dihadapannya.
"Hah, masa sih, Kang? Jadi akang ketagihan dong," Rina tersipu malu sekaligus merasa berada diawang dengan pujian dari pria tersebut.
"Bemeran, Sayang. Udahan ngobrolnya ya." Adjie membungkam mulut wanita itu dengan bibirnya dan memulai pemanasan.
Sementara itu, Darmi berlari ditengah guyuran hujan yang semakin deras. Kepergiannya tidak disadari oleh Toni.
Kakinya yang berlari tanpa alas, membuat ia harus menahan sakit saat tergores batu jalanan, namun ia tak perduli akan hal itu.
"Adjie, Adjie, aku kangen kamu Adjie. Datanglah, Sayang. Bawa aku bersamamu," rintihnya dengan sangat pilu. Sungguh hatinya sangat nelangsa saat kerinduannya yang tidak berbalas.
Ia terus berlari dan tidak memperdulikan suara gemuruh yang datang, bahkan halilintar yang berkilat membelah kegelapan malam seolah ingin menelannya.
Tangisannya yang tersedu dengan pundaknya terguncang, menggambarkan betapa pilunya hatinya saat ini.
Ia terus berlari dan langkahnya membawa ke reruntuhan rumah Adjie yang tinggal puing-puingnya.
Wanita malang itu berdiri mematung menatap reruntuhan tersebut, bahakan sebagian telah menjadi abu.
"Adjie, datanglah. Aku mohon. Aku merindukanmu," tatapannya begitu nanar, dan ia berjalan menghampiri puing bangunan yang menghitam menjadi arang.
Ia menyentuh arang dari tiang penyanggah rumah yang terbakar dengan begitu kehampaan. Ia membayangkan jika saja Adjie masih berada ditempat ini, maka ia akan menyerahkan hidupnya pada pria itu seutuhnya.
Ia rela kehilangan Toni dan buah hatinya, asalkan dapat hidup bersama dengan pria tersebut.
Ia mendekap kayu arang itu dengan penuh kerinduan. Membayangkan jika itu adalah Adjie yang disangat ia tunggu kehadirannya saat ini.
Tubuhnya yang basah kuyup terguyur hujan tak lagi ia perdulikan. Sungguh saat ini ia hanya inginkan Adjie sebagai pengobat rindunya.
Ratapan kerinduan terus ia ucapkan berulang kali, bagaikan sebuah nyanyian pilu yang menyayat hati.
Tubuhnya yang menggigil kedinginan serta bercampur lelah, akhirnya membuat ia mengantuk dan tertidur dengan lelap.
Sementara itu Adjie baru saja memadu kasih dengan wanita yang begitu menarik perhatiannya. Baginya Rina sangat sempurna. Tubuhnya mungil dengan tinggi 156 cm. Pinggangnya ramping dengan bokong yang menonjol dan buah melon yang sekal, serta kulitnya yang bersih dan juga kenyal.
Waktu menunjukkan pukul 12 malam. Adjie menyudahi percintaannya. Ia membenahi pakaiannya dan sepertinya ia sedang bermimpi saat mendapatkan Rina.
Baginya ajian yang didapatkannya dari Muji sangatlah begitu berguna. Ia dapat berpetualang dengan banyak wanita yang inginkan.
"Sayang, Akang pulang ya. Nanti istri akang curiga," ucap Adjie sembari membelai rambut Rina dengan begitu lembutnya.
"Menginap sajalah, Kang" rengek wanita tersebut dengan sangat manjanya.
"Tidak bisa, Sayang. Besok kita kan ketemu lagi," jawab Adjie dengan janji manisnya.
Akhirnya Rina melepaskan pria itu, meskipun hatinya sangat berat.
"Sayang, Akang butuh duit, boleh minta, gak?" tanyanya dengan kembali membacakan mantra ajian jaran goyang pada wanita itu.
Dalam hitungan detik, Rina menganggukkan kepalanya. " Mau berapa, Kang?" tanyanya. Lalu turun dari sofa menuju kamarnya.
"Kalau tiga juta boleh, gak?" tanya Adjie.
"Boleh. Kalau hanya segitu mah gampang, Kang," wanita itu masuk kedalam kamar dan mengambil sejumlah uang untuk diberikan kepada Adjie.
tak berselang lama, wanita yang sudah hilang akal kewarasannya itu datang membawa sejumlah uang dengan raut wajah tanpa masalah.
"Ini, Kang. Pakailah uangnya," ucapnya Rina.
"Beneran nih? Nanti kamu gak ada pegangan," Adjie berpura-pura peduli.
"Tenang saja, Kang. Besok juga udah dikirim dengan suamiku," wanita meyakinkan pria selingkuhannya.
pindah judul nya dg bab cerita yg nanggung dan gantung