~Dibuat berdasarkan cerpen horor "Anna Van de Groot by Nath_e~
Anastasia ditugaskan untuk mengevaluasi kinerja hotel di kota Yogyakarta. siapa sangka hotel baru yang rencana bakal soft launching tiga bulan lagi memiliki sejarah kelam di masa lalu. Anastasia yang memiliki indra keenam harus menghadapi teror demi teror yang merujuk ada hantu noni Belanda bernama Anna Van de Groot.
mampukah Anastasia mengatasi dendam Anna dan membuat hotel kembali nyaman?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nath_e, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam yang sial!
“Waar is hij ... Moordenaar!”
Anastasia tertegun sejenak saat mendapati sosok wanita dengan pakaian bergaya kolonial berdiri di hadapannya. Wajah pucat pasi, tak berjiwa, dengan tatapan kosong yang penuh amarah. Aura dingin menyelimuti udara disekitarnya, membuat napas Anastasia terasa berat.
Sosok itu membuka mulutnya, mengeluarkan suara nyaring yang terdengar seperti teriakan kesakitan. Tak ketinggalan hewan-hewan kecil berjatuhan dari rongga mulut hitamnya.
Anastasia merasakan bulu kuduknya meremang, tapi ia memutuskan untuk tetap tenang. Ia tahu, menunjukkan rasa takut hanya akan membuat keadaan semakin buruk. Jika ia bereaksi berlebihan, sosok itu bisa saja malah menempel dan enggan pergi darinya.
Anastasia melangkah pelan namun pasti. Ia berjalan melewati sosok itu, berusaha mengabaikan kehadirannya. Meski jantungnya berdegup kencang, ia tidak membiarkan ketakutannya mengambil alih.
Anastasia menguatkan diri, berbicara dalam hati sambil berusaha tetap tenang.
"Fokus, jangan lihat, stay cool, jangan lihat belakang.” Ia terus berkata demikian sambil berlalu, sedikit menghindar dengan cantik agar tubuh keduanya tidak bersinggungan.
“Waar is hij ... Moordenaar!”
Suara parau sosok itu kembali terdengar, nyaris melesakkan jantung Anastasia. Ia memejamkan mata sejenak sambil terus mempercepat langkah.
“Abaikan, Anastasia … abaikan,” Anastasia bergumam lembut, kembali berbicara pada dirinya sendiri. "Aku tidak ingin mencari masalah."
Sosok itu tetap berdiri disana, memutar tubuhnya dengan kaku sambil memperhatikan Anastasia dengan mata menakutkan.
"Semoga kedamaian menyertaimu ..,"
Anastasia terus berjalan tanpa menoleh ke belakang, memastikan pikirannya tetap tenang hingga aura hitam dari sosok itu tak lagi terasa.
Langkah Anastasia semakin cepat saat melewati lorong sempit itu. Pikirannya dipenuhi kegelisahan, sementara bayangan sosok wanita tadi masih membayang. Sungguh demi apapun juga, Anastasia tidak ingin berlama-lama di tempat ini.
Begitu sampai di ruangannya, Tanpa berpikir panjang, ia segera meraihnya. Dengan tangan gemetar, ia memastikan semua barang pribadinya sudah masuk di dalam tas. Pikirannya hanya satu–pulang secepat mungkin. Hal yang paling dibenci dari rasa sensitif nya adalah … ketakutan. Meski Anastasia acap kali bisa melihat dan merasakan makhluk dari dimensi lain tapi tetap saja, ada sisi dimana ia juga memiliki rasa takut yang amat sangat.
"Cepat, Anastasia. Ambil tasmu dan pergi. Jangan pikirkan apa yang tadi kau lihat.”
Ia meraih tasnya dan menatap pintu keluar. Sejenak ia ragu dan takut jika hantu tadi sudah menunggunya di luar.
"Tidak, itu tidak mungkin! Jika dia mau masuk pasti sudah masuk dari tadi kan? Aah, sudahlah! Cukup untuk hari ini. Aku kecapekan dan efeknya … bisa ditebak, mereka muncul tanpa sopan santun!”
Perlahan, setengah ragu, Anastasia berjalan mendekati pintu. Ia berbisik pelan pada dirinya sendiri.
"Jangan menoleh ke belakang. Jangan lihat ke sudut-sudut. Fokus ke depan."
Meski jantungnya masih berdebar kencang, Anastasia memantapkan langkah untuk meninggalkan tempat itu. Ia sungguh berharap suasana di luar hotel akan memberinya rasa tenang yang ia butuhkan.
Anastasia menarik nafas panjang sebelum melangkah menyusuri koridor. Saat tiba di depan lift, sebuah tepukan halus menyentuh pundak. Jantung Anastasia seperti berhenti berdetak. Kakinya terasa berat, seolah seluruh energinya lenyap begitu saja. Ketakutan kembali merayapi dirinya, bayangan sosok menyeramkan yang tadi ditemui memenuhi pikirannya.
"Sudah cukup ... kalau ini hantu lagi, aku benar-benar selesai." Anastasia berbisik dalam hati, pasrah dengan apapun yang akan terjadi.
Suara lembut seorang wanita tiba-tiba memecah ketegangan. "Maaf, mbak. Liftnya kan rusak, sedang ada perbaikan.”
Anastasia berbalik dengan perlahan, dan betapa leganya ia ketika mendapati seorang wanita tua berseragam cleaning service berdiri di belakangnya. Wajah wanita itu terlihat teduh dan penuh keramahan, kontras dengan kekhawatiran yang tadi menghantui Anastasia.
"Oh rusak? Sejak kapan?” Anastasia mengerutkan kening tapi saat melihat wanita tua itu tersenyum ia jadi tak enak hati sempat mengiranya sebagai hantu.
“Eh, maksud saya …,” Anastasia berhenti sejenak, menenangkan napasnya. "Nggak jadi deh. Apa boleh buat,” pikirannya langsung tertuju pada tangga darurat.
Sama seperti yang dipikiran wanita tua itu. Ia tersenyum lembut sambil menunjuk ke arah pintu lain.
"Kalau begitu, sebaiknya Anda lewat tangga, lift di sisi kiri sedang rusak. Jangan sampai terjebak di sana, ya."
Anastasia tersenyum kecil, meski masih berusaha menenangkan dirinya.
"Terima kasih sudah mengingatkan. Saya akan berhati-hati. Permisi,”
Saat wanita tua itu berlalu, Anastasia menghela nafas panjang. Meski ketegangan masih menyisakan jejak di dadanya, keberadaan wanita itu seperti memberinya sedikit rasa tenang. Ia segera meninggalkan ruangan, berharap tak ada lagi kejadian aneh yang menantinya.
Anastasia memandangi pintu tangga darurat dengan enggan. Ia baru saja berusaha menghindari tempat itu sebelumnya, tempat yang menjadi saksi pertemuannya dengan sosok menyeramkan. Tapi kini, ia tak punya pilihan lain. Lift yang rusak memaksanya menghadapi ketakutan yang baru saja ia abaikan.
Dengan langkah berat, Anastasia membuka pintu tangga darurat. Suara pintu berderit membuat bulu kuduknya kembali berdiri. Ia berdiri terdiam sejenak dibalik pintu darurat yang tertutup. Udara di dalam tangga terasa lembab dan pengap. Sambil menggenggam tasnya erat-erat, Anastasia mulai menuruni anak tangga, satu langkah demi satu langkah, sambil mengomel pada dirinya sendiri.
"Kenapa nggak ada yang bilang lift itu rusak? Apa kerjaan stafku itu cuma duduk-duduk saja tanpa memeriksa fasilitas?"
Langkahnya makin cepat, sembari ia terus menggerutu. Suara sol sepatu beradu dengan lantai keramik cukup sedikit menghiburnya.
"Coba kalau mereka cerita sejak awal. Aku nggak perlu kena kejadian aneh kayak gini kan. Dasar malas semua! Besok kalian harus ikut briefing pagi, dan liat sanksi apa yang bakal aku kasih!”
Anastasia berhenti sejenak di tengah tangga, merasa nafasnya mulai tak teratur.
"Astaga, kapan tangga ini selesai? Apa mereka sengaja memasang tangga sepanjang ini hanya untuk menyiksaku?"
Saat akhirnya tiba di lantai bawah, Anastasia melempar pandangan kesal ke arah pintu keluar tangga. Ia menghela napas panjang dan berbisik pada dirinya sendiri, seolah sedang memberi peringatan.
"Fix besok aku pastikan semua staf bakal kena evaluasi. Kalau ada yang berani lalai lagi, mereka boleh coba tangga ini sendiri setiap hari."
Meski masih kesal, rasa lega menyelimuti dirinya. Ia akhirnya berhasil keluar dari tempat itu tanpa insiden lain, siap meninggalkan pengalaman buruk ini di belakangnya.
Langkah Anastasia terhenti di lobi. Untuk sejenak merapikan kekacauan rambut dan mengambil nafas panjang. Raut wajahnya masih menunjukkan kejengkelan yang tak tertahankan. Tanpa memperhatikan sekitar, ia terus berceloteh sendiri, mengomel tentang tangga darurat dan stafnya yang menurutnya kurang kompeten.
Di bagian resepsionis, Nuri dan Asep saling pandang dengan bingung. Mereka baru saja melambaikan tangan, menyapa Anastasia seperti biasa, tetapi tidak mendapat respons apa pun selain omelan yang tak jelas.
Nuri berbisik kepada Asep. "Eh, kenapa Bu Ana, keluar dari tangga darurat? Bukannya biasanya dia pakai lift?"
Asep mengangkat bahu. "Nggak tahu, Nur. Tapi lihat deh, dia kelihatan marah banget. Jangan-jangan ada masalah serius? Atau mau olahraga malam kali.”
Anastasia melewati meja resepsionis tanpa berhenti, masih bersungut-sungut.
Anastasia menggerutu sendiri. "Benar-benar nggak masuk akal. Lift rusak, nggak ada yang bilang. Harus lewat tangga pula. Apa mereka pikir aku atlet atau apa?"
Nuri mencoba memberanikan diri bertanya. "Bu Ana … maaf, lift mana yang rusak?”
Anastasia hanya menjawab sambil lalu. "Lain kali pastikan semuanya dicek! Jangan sampai lift rusak tanpa ada pemberitahuan! Besok pagi kita briefing!”
Nuri dan Asep saling pandang lagi, makin bingung. Asep berbisik pelan kepada Nuri. "Kapan rusaknya? Padahal aku baru ngecek lift pagi tadi, masih baik-baik aja, kok."
"Iya, apalagi dia keluar dari tangga darurat. Kayaknya ada yang aneh deh."
Sementara itu, Anastasia terus melangkah keluar gedung, tak lagi memedulikan apa pun. Pikirannya hanya ingin segera sampai di rumah dan melupakan semua hal yang terjadi hari ini.
Anastasia membanting tubuhnya ke kursi pengemudi dengan kesal. Dengan asal-asalan, ia melepas sepatu haknya dan melemparkannya ke kabin belakang. Anastasia ingin segera pergi dari tempat itu, melupakan semua kejadian aneh dan hari buruknya.
Sialnya, saat ia memutar kunci kontak, mesin mobil hanya mengeluarkan suara serak sebelum mati. Anastasia mencoba lagi, dan lagi, tetapi hasilnya sama.
"Ya Tuhan, serius? Setelah tangga darurat, sekarang mobil juga rusak? Apa lagi abis ini?!”
Anastasia mengumpat pelan, menekan kepalanya ke kemudi sambil mendesah panjang. Ia merasa benar-benar sial hari ini.
Di lantai atas gedung, di balik jendela salah satu kamar yang gelap, sesosok wanita berpakaian ala era Victoria berdiri mematung. Wajah dingin tanpa ekspresi, matanya lurus menatap ke arah Anastasia yang berada di dalam mobil. Rambut pirangnya tergerai rapi, kontras dengan suasana suram kamar itu.
Dengan lembut, wanita itu mulai bersenandung, suaranya lirih namun nyaring menusuk telinga, menyanyikan lagu lama yang terdengar seperti pengantar tidur. Suaranya semakin jelas di tengah keheningan malam.
Slaap, kindje, slaap,
Daar buiten loopt een schaap,
Een schaap met witte voetjes,
Dat drinkt zijn melk zo zoetjes
Seketika, lampu di kamar itu mulai berkedip-kedip, menciptakan bayangan yang membuat sosok wanita itu terlihat semakin menyeramkan. Dalam hitungan detik, lampu padam total, meninggalkan kamar tersebut dalam gelap gulita.
Bersambung ..,