"3 tahun! Aku janji 3 tahun! Aku balik lagi ke sini! Kamu mau kan nunggu aku?" Dia yang pergi di semester pertama SMP.
***
Hari ini adalah tahun ke 3 yang Dani janjikan. Bodohnya aku, malah masih tetap menunggu.
"Dani sekolah di SMK UNIVERSAL."
3 tahun yang Dani janjikan, tidak ditepatinya. Dia memintaku untuk menunggu lagi hingga 8 tahun lamanya. Namun, saat pertemuan itu terjadi.
"Geheugenopname."
"Bahasa apa? Aku ga ngerti," tanyaku.
"Bahasa Belanda." Dia pergi setelah mengucapkan dua kata tersebut.
"Artinya apa?!" tanyaku lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BellaBiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19
"Kayaknya mereka ga bakalan maafin kamu gitu aja. Kalo Arlita mau ke rumah nenek, bareng sama Jio aja ya?" ucap Mama Arzio.
Aku mengangguk mendengarnya.
***
Tak terasa rupanya sebentar lagi ulangan semester.
"Lo digebukin siapa, Zio?!" pekik Rina yang baru datang.
Arzio tidak memberi jawaban.
"Arzio kenapa, Ta?" tanyanya padaku.
"Kita jadi jengukin Xia ga? Ntar pas balik sekolah. Katanya dia makin parah. Gue juga ga ngerti masa cuma gegara digigit nyamuk, langsung tepar. Padahal kan kita juga digigitin nyamuk pas kemah," ucapku mengalihkan pembicaraan.
"Demam berdarah itu virus yang ditularin dari nyamuk lewat darah. Meskipun semua orang digigit dari nyamuk itu, belum tentu semuanya kena demam berdarah, karena menyesuaikan sistem imun masing-masing," jelas Arzio.
"Ya udah, gue juga udah kepikiran buat bawain dia sesuatu. Semalem gue chat, katanya dia ga nafsu makan. Demamnya juga udah turun, tapi trombositnya juga turun, sisa 500. Gue juga ga ngerti apaan lagi trombosit," omelku.
"Trombosit itu sel yang fungsinya untuk bekuin darah. Misal nih, kalo lo kena pisau, kan berdarah, nah ntar lama-lama darahnya ga keluar lagi, nah itu karena trombosit bikin darahnya jadi beku. Jumlah minimal sel trombosit di usia kita sekarang kayaknya 200.000-an. Kalo sisa 500, kemungkinan Xia bakalan pendarahan, keluar darah dari hidung, telinga, mulut, gusi dan lain-lain," jelas Arzio lagi.
"Gue heran deh, kok lo bisa tau banget soal-soal kesehatan?" tanyaku.
"Nyokap gue dokter," jawabnya membuat aku dan Rina terdiam dan saling menoleh.
"Tapi gue ga pernah ngeliat nyokap lo pake pakaian dokter!" bantahku.
"Dokter di Belanda. Di sini mah emak-emak biasa," jawabnya lagi.
Kami sampai tak bisa berkata-kata dengan penjelasannya tersebut.
"Ta—tapi waktu itu nyokap lo bilang ke ibu gue, nyokap lo sama suaminya TKI juga!" bantahku terus menerus.
"Ya emang. Mereka masih warga negara Indonesia. Cuma kerja aja di sana, soalnya gajinya lebih gede dari pada kerja di sini."
Amazing. Itu yang cocok untuk diberikan pada mereka.
***
Sepulang sekolah, kami mengunjungi Liu Xian Zhing di rumah sakit. Aku sudah membawa satu bungkus makanan untuknya agar bisa nafsu makan lagi.
"Kalian boleh jagain Xia dulu? Tante mau ngambil barang di rumah," ucap mama Xia. Kami menyetujuinya. Lagi pula sekarang masih jam besuk.
"Ini. Kata nyokap gue, lo harus makan ini biar trombositnya nambah," ucap Arzio menaruh satu kotak kurma di hadapan Xia.
Xia langsung memakannya sebanyak 6 buah. "Apapun bakal gue makan! Demi sembuh! Gue ga tahan sakit!" ucapnya.
"Ya udah, makan lagi, kalo mau sembuh," ucap Arzio.
"Udah ah. Ga nafsu gue," balas Xia. "Lo bawa apa, Rin?" tanyanya.
"Gue bawain air mineral 6 liter. Gue baca di Google, katanya penderita DBD harus banyak-banyak minum," jawab Rina menaruh 3 botol air mineral kemasan 2 liter.
Xia nampak sedih dan aku langsung menaruh makanan favoritnya di depan gadis itu.
"Lo bawa apa, Ta?" tanya Rina.
"Seblak," jawabku.
"Ga boleh! Xia kan ada maag! Pedes banget baunya!" omel Arzio.
"Tapi dia kan suka. Daripada dia ga makan sama sekali!" bantahku.
Xia membuka bungkus tersebut dan mengambil sendok di dalam laci. Aromanyaaaaa .... Smriwing.
Aku sampai ngiler melihat Xia makan dengan lahap.
"Lo mau, Ta?" tanya Xia.
"Ah, Ga. Gue bisa beli ntar pas balik," jawabku.
Xia mulai kepedasan dan Rina memberikan air mineral yang ia bawa. Dalam sekejap, botol air tersebut menjadi kosong setengah.
"Pedes banget!" ucapnya dengan napas terengah-engah.
"Kurmanya! Kan manis! Nah pedes lawannya manis! Bisa lah ngurangin dikit." Ide gila itu keluar dari mulut Arzio.
Xia juga menikmati kurma sebagai cemilannya.
"Buruan beresin! Ntar diliat perawat!" omel Arzio.
Aku langsung mengemasi bekas Xia makan dan membuangnya ke kotak sampah.
Di saat kami sedang mengobrol, Mama Xia datang. Rupanya kami sudah 2 jam berada di sini.
"Makasih ya? Xia ngerepotin ya?" tanya beliau.
"Ga, Tante. Dia malah keliatan kayak pura-pura sakit doang. Dari tadi dia ngobrol kok sama kita," celetuk Rina.
"Liu Xian Zhing," panggil perawat yang tiba-tiba menyerbu ruang rawat inap ini. Pemeriksaan berkala. Perawat tersebut mengambil sampel urine dan darah Xia, kemudian pergi.
Di jam-jam terakhir besukan hari ini, kami mengobrol dengan Mama Xia. Beliau bercerita bahwa dulu mereka tinggal di Tangerang saat bisnis Papa Xia masih jaya-jayanya. Setelah Papa Xia ditipu oleh rekan bisnis, mereka mengalami hal tersulit dalam hidup. Terlilit hutang, dibuang keluarga, bertengkar dengan beberapa orang. Hingga akhirnya mereka pindah ke sini dan itulah tahun pertama Xia pindah ke sekolahku.
"Liu Xian Zhing," panggil perawat lagi.
Kami kira, kami akan diusir sebab jam besuk sudah lewat dan kami belum pulang. Ternyata perawat membawa dokter dan beberapa perawat lain. Kami langsung mundur memberi ruang untuk mereka memeriksa.
"Trombositnya udah normal. Masih ada gejala-gejala pendarahan?" tanya dokter.
"Tidak, Dok," jawab Xia.
"Ada makan sesuatu selain obat?" tanya dokter lagi.
"Dia dari beberapa hari yang lalu, ga nafsu makan," jawab mama Xia.
Aku menoleh pada Rina dan Arzio. Arzio langsung menutup mataku dengan tangannya yang lebar. Kubuka paksa karena aku ingin melihat apa yang terjadi.
"Ada kurma tadi, Dok! Dikasih temen," jawab Xia menunjukkan kotak kurma yang Arzio beri.
Ya, tidak mungkin dia menunjukkan bekas seblak yang aku berikan. Bisa-bisa aku dimarahi dokter.
"Kita evaluasi beberapa hari dulu ya, Xia. Kalo besok udah normal dan ga ada gejala sama sekali, boleh pulang," ucap dokter membuat kami tersenyum lega.
***
Pulang dari membesuk Xia, kami makan seblak.
"Lo beli seblak di sini?" tanya Arzio.
"Ini langganan gue sama Rina, pas kita ajakin Xia, dia juga suka makan di sini," jawabku.
Begitu seblak disajikan di depan kami, Arzio mencicipinya dan menambah sedikit kecap.
"Lo kasih Xia level berapa tadi?" tanyanya.
"Tujuh," jawabku.
Rina sampai menjatuhkan sendoknya ke lantai. "Pantesan bibir Xia ampe kebakar!" umpatnya.
"Ya kan dia butuh minum yang banyak, kalo kepedesan kan minumnya banyak," balasku.
"Pinter," puji Arzio mengusap poniku.
"Lo bawa makanan pedes, Zio bawa makanan manis. Cuma gue yang normal, bawa aer," ucap Rina.
"Nah, itulah fungsi lo yang sebenarnya, Rin," ejekku dan tertawa bersama Arzio.