Yaya pikir mereka benar sebatas sahabat. Yaya pikir kebaikan suaminya selama ini pada wanita itu karena dia janda anak satu yang bernasib malang. Yaya pikir kebaikan suaminya pada wanita itu murni hanya sekedar peduli. Tak lebih. Tapi nyatanya, ia tertipu mentah-mentah.
Mereka ... sepasang kekasih.
"Untuk apa kau menikahi ku kalau kau mencintainya?" lirih Yaya saat mengetahui fakta hubungan suaminya dengan wanita yang selama ini diakui suaminya sebagai sahabat itu.
(Please yg nggak suka cerita ini, nggak perlu kasih rating jelek ya! Nggak suka, silahkan tinggalkan! Jgn hancurkan mood penulis! Dan please, jgn buka bab kalo nggak mau baca krn itu bisa merusak retensi penulis. Terima kasih atas pengertiannya.)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Layu sebelum berkembang
Dengan sigap, Yaya membantu para petugas medis menurunkan para korban kecelakaan dan menyerahkan mereka pada pihak rumah sakit.
"Anda keluarga dari pasien?" tanya salah seorang pria. Baru saja hendak menjawab, petugas medis yang datang bersama mobil ambulance pun segera menjelaskan siapa Yaya.
"Dia yang membantu kami membawa para korban kemari. Sepertinya dia juga seorang dokter," ujar orang tersebut.
"Anda juga seorang dokter? Ah, senang sekali. Penanganan Anda tepat sekali sehingga cedera yang dialami korban tidak begitu fatal. Meskipun ada korban ada korban jiwa, tapi setidaknya masih ada yang bisa diselamatkan," ujar salah seorang dokter di sana.
"Ah, maaf, Dok, tapi saya bukan seorang dokter. Saya hanya orang biasa yang kebetulan lewat," jawab Yaya jujur.
"Benarkah?" tanya dokter muda itu yang cukup terpana.
"Iya." Yaya mengangguk mantap.
"Perkenalkan, saya dokter Elvan." Dokter itupun mengajak Yaya berkenalan.
"Eh, saya ... Rayana. Biasa dipanggil Yaya."
"Ah, Yaya. Nama yang indah." Yaya tersenyum kecil mendengar pujian yang entah tulus atau hanya sekedar basa-basi itu. Dokter Elvan hendak mengajak Yaya bicara, tapi seseorang keburu menyergah.
"Maaf, Dok, Anda dicari dokter kepala," ujar orang itu.
Dokter Elvan menghembuskan nafas pasrah. "Wah, padahal saya masih ingin mengobrol dengan Anda. Tapi sayang, kita harus berpisah sekarang."
Yaya tersenyum kecil. "Tidak apa-apa, Dok. Selamat bertugas."
Dokter Elvan mengangguk. Kemudian ia pun segera berlalu dari sana. Namun ada seseorang yang masih bergeming dari tadi. Yaya mengerutkan kening saat melihat orang tersebut.
"Kamu ... "
"Hai, Mbak. Senang bertemu denganmu lagi," ujar seseorang itu sambil tersenyum lebar. Tidak menyangka akan kembali dipertemukan dengan sese-embak yang sudah mencuri perhatiannya sejak awal pertama jumpa.
...***...
Yaya menghembuskan nafas lega setelah tiba di hotel tempat ia menginap. Ia baru saja kembali setelah mensurvei lokasi yang akan dia gunakan untuk mengembangkan restoran miliknya. Bukan restoran mewah. Hanya restoran Nusantara dengan menu yang kesemuanya merupakan cita rasa Nusantara. Harganya pun tergolong terjangkau. Yaya membangun restoran itu semata-mata untuk mewujudkan impian orang-orang yang ingin makan di restoran, namun dengan budget terjangkau.
Restoran itu terdiri atas bilik-bilik yang dibangun khusus agar tidak saling mengganggu pelanggan yang lain. Tentunya restoran itu juga memberikan konsep kenyamanan khususnya yang memiliki anak-anak ataupun ingin mengajak sanak keluarga. Membuat mereka seolah sedang makan di rumah sendiri, namun tempatnya terkesan mewah dan aesthetic.
Merasa tubuhnya lengket, Yaya pun segera masuk ke kamar mandi untuk mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Rasa sejuk melingkupi. Sejenak, pekerjaannya bisa mengalihkan beban pikirannya yang akhir-akhir ini membuat dadanya sesak.
Selepas mandi dan berpakaian, Yaya merebahkan tubuh lelahnya di kasur empuk. Sepulangnya dari rumah sakit tadi, memang Yaya langsung bertolak ke hotel yang sudah ia pesan sebelumnya. Namun setelah itu, tanpa beristirahat, ia kembali bertolak ke lokasi yang cocok untuk dijadikan cabang restorannya. Setelah selesai dari sana, barulah Yaya kembali ke hotel. Sedari datang ke kota itu, memang Yaya belum beristirahat. Oleh sebab itu, Yaya merasa lega sekali saat tubuhnya bisa berbaring di atas kasur yang empuk.
Saat sedang berbaring, tiba-tiba Yaya teringat dengan pemuda yang ditemuinya di rumah sakit tadi. Ini adalah pertemuan ketiga Yaya dengan pemuda itu. Bila dua pertemuan sebelumnya Yaya belum sempat berkenalan, maka dipertemuan ketiga ini, mereka pun berkenalan. Ah, lebih tepatnya pemuda itulah yang mengajaknya berkenalan terlebih dahulu. Bahkan mereka sempat minum kopi di kafetaria yang ada di sana.
Yaya tertawa sendiri. Dalam seminggu ini, ia sudah bertemu tiga kali dengan pemuda itu. Dan pertemuan mereka selalu saja dalam kondisi yang tidak terduga.
"Perkenalkan, aku Ar Rafisqy Angriawan," ucap pemuda itu. "Rafi. Panggil saja Rafi."
"Rayana Khanzania," ucap Yaya yang juga mengulurkan tangan untuk bersalaman. "Biasa dipanggil Yaya," imbuhnya setelah selesai bersalaman. Saat Yaya menarik tangannya, tiba-tiba Rafi merasa hampa. 'Baru juga bersalaman, udah langsung ditarik aja. By the way, tangannya lembut dan mulus kali, rek,' gumam Rafa dalam hati.
"Oh ya, gimana kepala kamu? Apa masih sakit? Mumpung masih di sini, apa kau mau diperiksa?" tawar Rafi.
Yaya terkekeh. "Nggak usah. Aku nggak papa kok. Cuma kepentok bola doang." Saat tertawa, Yaya jadi terlihat semakin cantik. Sontak saja membuat jantung Rafi kebat-kebit.
"Kalau nggak papa, kok waktu itu nangis?"
Yaya tersenyum kecut. "Saat itu sedang ada masalah aja."
"Oh, syukurlah. Mau kopi?" tawar Rafi.
"Boleh," jawab Yaya yang memang saat itu sedang haus pun setuju. Mereka lantas pergi ke salah kafetaria yang ada di lantai bawah. Rafi pun memesankan kopi untuk Yaya. Kebetulan saat itu sudah waktunya pergantian shift. Oleh karena itu, ia memiliki waktu untuk duduk bersantai dengan Yaya.
"Kamu dokter di sini?" tanya Yaya.
"Bukan. Aku masih koas."
"Udah berapa lama?"
"Udah setahunan sih. Kalau nggak ada halangan, beberapa bulan lagi selesai."
"Selamat berjuang. Perjalananmu untuk menjadi dokter sebenarnya masih cukup panjang," ujar Yaya dengan tawa kecil.
"Eh, kok Mbak tau?" Yaya mengedikkan bahunya. Ia tidak mau terlalu banyak bercerita.
Karena hari sudah semakin siang, sementara Yaya masih memiliki pekerjaan yang harus dilakukan, Yaya pun berpamitan untuk segera pergi dari sana. Dengan berat hati, Rafi pun akhirnya harus melepaskan kepergian Yaya.
Saat Yaya sudah pergi, tiba-tiba Rafi tersentak.
"Astagfirullah, aku lupa minta no hp," serunya terkejut. Namun saat Rafi mengingat sesuatu yang tanpa sengaja dilihatnya, ia menghembuskan nafas pasrah.
"Nggak jadi ah. Kayaknya dia sudah menikah. Udah sold out," gumamnya kecewa.
Ya, saat mengobrol tadi, Rafi tanpa sengaja melihat cincin yang melingkar di jari manis Yaya. Rafi jelas paham cincin apa itu. Meskipun para wanita memang kerap memakai cincin di jari manisnya, tapi jelas sekali kalau cincin yang Yaya kenakan merupakan cincin kawin.
"Definisi layu sebelum berkembang ya gini," lirihnya diiringi helaan nafas kasar dari bibirnya.
Sementara itu, Yaya yang hampir saja tertidur, seketika tersentak saat mendengar dering nyaring dari ponselnya. Yaya pun segera mengambil ponselnya untuk memeriksa siapa yang sudah menghubunginya. Saat melihat nama yang tertera di layar ponselnya, Yaya pun segera mengangkat panggilan itu.
"Halo. Assalamu'alaikum," ucap Yaya.
"Wa'alaikumussalam. Sayang, kamu lagi dimana dan sedang ngapain?" tanya si penelpon yang tak lain adalah Andrian.
"Aku lagi di kamar hotel, Mas. Baru aja selesai survei lokasi."
"Oh. Sudah makan?"
"Alhamdulillah. Kalau Mas?"
"Udah dong. Kan udah jam segini."
"Mas lagi dimana? Udah pulang kerja?"
"Mas udah pulang kok. Sekarang lagi di ... "
"Ian, ayo! Kita mampir ke kedai es krim dulu ya nanti. Tania pesan gelato soalnya tadi."
Terdengar suara perempuan yang tak lain adalah Marissa dari seberang sana. Sontak saja, suasana hati Yaya yang tadi sudah lebih membaik, berubah kelabu seketika. Andrian yang menyadari kalau Yaya pasti mendengar suara Marissa pun mencoba menjelaskan.
"Ya, ini nggak seperti yang ... "
"Mas nggak perlu capek-capek menjelaskan. Silahkan temani saja sahabat Mas itu. Wassalamu'alaikum."
Tut tut tut ...
Panggilan pun Yaya tutup sepihak.
...***...
...Happy reading 🥰 🥰 🥰 ...