"Pergi kamu dari sini! Udah numpang cuma nambah beban doang! Dasar gak berguna!"
Hamid dan keluarganya cuma dianggap beban oleh keluarga besarnya. Dihina dan direndahkan sudah menjadi makanan sehari-hari mereka. Hingga pada akhirnya mereka pun diusir dan tidak punya pilihan lain kecuali pergi dari sana.
Hamid terpaksa membawa keluarganya untuk tinggal disebuah rumah gubuk milik salah satu warga yang berbaik hati mengasihani mereka.
Melihat kedua orangtuanya yang begitu direndahkan karena miskin, Asya pun bertekad untuk mengangkat derajat orangtuanya agar tidak ada lagi yang berani menghina mereka.
Lalu mampukan Asya mewujudkannya disaat cobaan datang bertubi-tubi mengujinya dan keluarga?
Ikuti terus cerita perjuangan Asya di sini!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Araya Noona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Yani tersenyum simpul setelah selesai melunasi semua hutangnya dan sekalian membeli bahan makanan.
"Wah! Tumben Bu Yani belanja banyak terus sekalian bayar hutang juga. Suaminya lagi ketiban rejeki nomplok ya?" tanya Bu Siti, pemilik warung sedikit bercanda pada Yani.
"Iya, Bu. Alhamdulillah," jawab Yani sambil tersenyum tipis.
"Alhamdulillah," balas Bu Siti ikut senang sebab dia tidak perlu merasa tidak enak hati lagi. Mungkin dari semua warga di sana, Bu Siti paling tidak tegaan dengan Yani. Ingin menagih, dia sangat tahu bagaimana keadaan keluarganya. Tidak ditagih, dia yang rugi. Tapi, syukurlah karena Yani sudah ada rejeki dan membayar semua hutangnya.
"Tunggu sebentar ya. Saya ambilin dulu telurnya," kata Bu Siti.
"Iya, Bu," jawab Yani.
Tak berselang lama, beberapa ibu-ibu yang juga akan berbelanja di warung Bu Siti datang.
"Eh ada Bu Yani. Beli apa, Bu?" tanya Bu Sekar. Tetangga Yani sekedar basa-basi.
"Beli sembako, Bu," jawab Yani seadanya. Wanita itu memang tidak banyak bicara. Tipe orang pendiamlah istilahnya.
Para ibu-ibu itu ber-oh ria, sebelum Sekar kembali membuka suara.
"Oh iya, sekarang Asya dimana, Bu? Kok saya liat dia udah gak pernah bantuin Bu Yani lagi di kebun? Apa dia udah kerja di kota ya?" tanya Sekar cukup kepo karena biasanya kemana pun Yani pergi anak gadisnya itu akan selalu mengikuti namun beberapa hari ini dia sudah tidak pernah melihat Asya lagi.
"Emang iya? Kan Bu Yani sama Pak Hamid ngelarang banget anaknya buat kerja di kota," celetuk Bu Maria yang mendapat senggolan bahu dari Bu Sekar.
"Enggak kok. Asya sekarang kerja ikut temennya," jawab Yani pelan.
"Ker---"
"Bu Yani ini telurnya," potong Bu Siti.
"Iya, Bu, terimakasih," Yani lalu mengambil telur yang telah dibungkus dengan rapi di dalam plastik merah kemudian mengambil beras serta satu kantong lagi berisi sembako.
"Saya pamit ya ibu-ibu. Assalamualaikum," kata Yani segera pamit sebelum para ibu-ibu kembali bertanya padanya.
"Emang Asya kerja apa sama temennya?" gumam Bu Maria.
"Saya juga penasaran soalnya saya udah gak pernah liat Asya lagi," jawab Bu Sekar.
"Ya bagus dong kalo Asya punya pekerjaan lain." Bu Siti ikut menimpali.
"Iya emang bagus. Tapi, Asya kerja apa sampai kita gak pernah liat dia lagi. Masa iya dia pergi pagi terus pulangnya malam?" kata Bu Sekar membuat kedua ibu-ibu itu bungkam. Larut dalam pikiran masing-masing sambil mengingat apa yang harus mereka beli.
Jujur Yani sebenarnya agak malu harus mengakui pekerjaan Asya saat ini. Meski karena pekerjaan sang anak tersebut kini keluarga mereka tidak pernah merasa kekurangan lagi. Tapi tetap saja Yani belum siap para warga mengetahui pekerjaan anak gadisnya. Apalagi Asya selalu pulang tengah malam. Mereka pasti akan berpikir yang tidak-tidak. Yani tahu jika lambat laun mereka pasti akan tahu namun bukan sekarang. Tapi, jika bisa menyembunyikannya, Yani akan memilih hal itu.
***
Kembali ke Asya dan teman-temannya yang sedang bersiap-siap untuk tampil malam. Mereka semua sudah sangat cantik dengan baju yang berkerlap-kerlip. Asya sudah punya beberapa potong baju yang dibelinya dari Indah. Sedikit terbuka memang namun Asya masih nyaman memakainya. Lagipula Roy juga sudah tidak menuntut macam-macam jadi Asya bebas memakai pakaian yang dia suka.
Walau dia memang sudah cukup berani memakai pakaian yang hampir sama dengan teman-temannya.
Sementara sedang menunggu panggilan untuk tampil seorang pria menghampiri mereka. Ralat. Bukan mereka tapi Susi. Mereka saling berpelukan di sana membuat Asya sedikit kaget lalu berbisik pada Indah.
"Itu siapa?" tanyanya.
"Oh itu Rudi. Pacarnya Kak Susi," jawab Indah santai seakan pemandangan di depannya itu sudah biasa.
Asya cukup tercengang. Baru pacaran saja sudah berani pelukan seperti itu di depan banyak orang. Apalagi pria bernama Rudi itu terlihat lebih muda dari Susi dan mungkin seumuran dengan Asya dan Indah. Luar biasa.
Asya menggeleng cepat. Sudahlah. Itu juga bukan urusannya. Namun tanpa gadis itu tahu, sejak datang Rudi sudah memperhatikan Asya. Maklum Asya adalah wajah baru jadi pria itu cukup penasaran tapi dia juga tidak bisa mendekat karena Susi terus menempel padanya.
Hingga di suatu kesempatan saat Susi naik ke atas panggung bersama Indah, Rudi pun mendekati Asya.
"Hai!" sapanya ramah kemudian duduk di samping Asya.
"Hai juga," balas Asya. Entah pria itu peka atau tidak namun wajah Asya sudah menampilkan raut wajah tak suka.
"Gue baru liat Lo. Lo penyanyi baru ya?" tanya Rudi menatap dalam wajah Asya yang menurutnya sangat cantik.
"Iya," jawab Asya singkat. Dia tidak ingin terlibat banyak percakapan dengan pria itu. Dia takut nanti Susi salah paham padanya.
"Boleh kenalan kan?" Namun sepertinya Rudi tidak ingin menyerah. Pria itu sudah mengulurkan tangannya membuat Asya mau tidak mau menjabat tangan pria itu.
"Rudi."
"Asya."
Setelah mengenalkan diri masing-masing, Asya segera menarik tangannya lalu menoleh ke arah depan.
Pria itu baru akan membuka suara kembali namun Indah yang berada di atas panggung sudah memanggil Asya.
"Maaf ya aku harus kerja," ujar Asya berlalu begitu saja tanpa menunggu jawaban dari Rudi.
Kesal? Tentu saja Rudi kesal karena Indah seakan dengan sengaja memanggil Asya tadi.
Setelah bernyayi dua lagu, ketiga wanita itu turun dari panggung digantikan penyanyi yang lain. Susi sendiri langsung menghampiri kekasihnya sementara Indah dan Asya kembali ke tempat mereka tadi.
"Kamu jangan dekat-dekat sama Rudi, Sya," kata Indah berbisik pada Asya.
"Enggak kok. Dia yang tadi tiba-tiba datang ke aku terus ngajak kenalan," jawab Asya.
"Iya aku tau kok. Tapi kalo bisa setiap dia deketin kamu mending kamu menghindar. Oke!" kata Indah.
"Oke!" jawab Asya sambil mengangguk paham.
Waktu berlalu begitu cepat, kini sudah saatnya mereka pulang. Asya pulang lebih dulu karena kebetulan ayahnya sudah menunggu.
"Indah!" panggil Susi membuat sang pemilik nama menoleh ke arah wanita yang sedang berjalan mendekatinya.
"Ada apa?" tanya Indah.
Susi membawa Indah sedikit menjauh dari kerumunan orang.
"Bilang ya sama temen Lo itu, gak usah sok cantik godain pacar gue," kata Susi terlihat kesal.
Sebenarnya Indah sudah tahu jika Susi melihat Asya tadi saat bicara dengan Rudi itulah sebabnya Indah langsung memanggil Asya untuk naik ke atas panggung.
"Iya, nanti gue bilangin," jawab Indah acuh tak acuh.
"Ck! Emang dia udah gak laku apa ya sampai godain cowok gue," sinis Susi sambil melipat kedua tangannya di dada kemudian pergi dari sana setelah memberi Indah tatapan remeh.
"Gak heran sih mereka temenan, sifatnya juga sama. Suka godain cowok orang," gumam Susi sinis.
Indah memutar bola matanya malas. Padahal dia sangat tahu jika yang mendekati Asya itu Rudi bukan sebaliknya. Ini juga bukan pertama kalinya. Saat Indah baru ikut dengan Roy juga, dirinya pernah digoda oleh Rudi dan Susi kembali salah paham mengira Indah yang menggoda Rudi.
"Ternyata bucin sama bego itu beda tipis ya," gumam Indah hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah wanita itu. Mentang-mentang dia yang lebih dulu di sana, dia berlagak seakan dia yang paling berkuasa dari penyanyi yang lain.
Sudahlah biarkan saja. Namun Indah harus tetap memperingatkan Asya agar jangan sampai terlibat masalah dengan Susi gara-gara pacarnya yang mata keranjang itu.
n memberitahu klo dia adalah tulang punggung kluarganya n ada utang yg harus dibayar
saran saya kalau bisa ceritanya s lanjutkan terus supaya pembaca tidak terputus untuk membaca novelnya, karena kalau suka berhenti sampai berhari hari baru muncul kelanjutan bab nya mana pembaca akan bosan menunggu,