Luna harus menerima kenyataan pahit saat mengetahui jika suaminya yang baru saja menikahinya memiliki hubungan rahasia dengan adiknya sendiri.
Semuanya bermula saat Luna yang memiliki firasat buruk di balik hubungan kakak beradik suaminya (Benny dan Ningrum) yang terlihat seperti bukan selayaknya saudara, melainkan seperti sepasang kekasih.
Terjebak dalam hubungan cinta segitiga membuat Luna pada akhirnya harus memilih pada dua pilihan, bertahan dengan rumahtangganya yang sudah ternodai atau memilih menyerah meski perasaannya enggan untuk melepas sang suami..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy2R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
(Rencana Buruk Ningrum)
"Luna..." Benny berteriak di pinggir jalan memanggil nama sang istri, namun sayangnya mobil taksi yang dinaikinya sudah berlalu jauh.
Benny menghembuskan nafasnya panjang. Sambil berjalan gontai, ia kembali menuju ke rumah sakit.
Ia melangkahkan kakinya ke ruang UGD demi menemui keluarganya.
Namun, setibanya ia di sana, ia tak lagi melihat sosok mamanya yang tadi terbaring tak sadarkan diri di salah satu ranjang UGD.
"Sus, mama saya yang bernama Retno yang tadi berada di ranjang itu, di bawa ke mana ya?" tanyanya sembari menunjuk ke arah ranjang yang letaknya paling ujung.
"Oh, bu Retno sudah dipindahkan ke ruang inap, Pak." jawab sang perawat.
Benny meminta tolong pada si perawat untuk mengantarkannya ke ruang inap mamanya.
Sesampainya di sana, ia pun langsung melangkah masuk dan mendekat ke arah keluarganya berkumpul.
"Mana Luna?" tanya Hendra tanpa banyak berbasa-basi.
"Luna pergi, Pa," jawab Benny lesu.
Hendra mendengus kesal, "Secepatnya kamu harus mencari keberadaan Luna. Kalau sudah ketemu, jemput dia dan ajak pulang ke rumah kita. Selesaikan semua masalah keluarga di rumah dan cari jalan keluarnya bersama," tuturnya tanpa mau menatap balik sang putra.
"Baik, Pa. Setelah aku memastikan keadaan mama membaik, aku akan langsung mencari keberadaan Luna dan segera membawanya pulang ke rumah kita." ucap Benny.
Tak lama kemudian, Hendra pamit pergi. Ia keluar dari ruangan dengan ponsel yang ditempelkannya di telinga.
Seperginya Hendra, Ningrum yang sedari tadi duduk di sofa tiba-tiba saja berdiri dan berjalan mendekat ke arah ranjang.
"Mas," panggilnya sembari menepuk bahu Benny.
Si pemilik nama menolehkan wajahnya, "Ada apa?" tanyanya.
"Maafkan aku ya, gara-gara aku, kamu jadi dimarahin sama papa. Gara-gara aku juga mama sampai dirawat di sini," sesal Ningrum.
"Dan gara-gara kamu, Luna pergi meninggalkanku," cetus Benny.
Mendengar ucapan Benny, seketika wajah Ningrum berubah masam.
"Enak saja gara-gara aku. Kalau perginya si Luna sih, itu karena kesalahan dia sendiri," sanggah Ningrum.
"Kenapa jadi salahnya Luna?" Benny mengernyitkan dahi sambil menatap tak suka kepada Ningrum. "Dia begitu kan karena ulahmu. Kalau saja kamu tak kecentilan seperti tadi, Luna tak akan secemburu itu pada kita," ketusnya.
"Ya ya.. mentang-mentang sekarang sudah punya istri, jadi ngatain perbuatan manisku tadi dengan kata kecentilan padahal dulu kamu paling suka-" Ucapan Ningrum terpaksa berhenti, saat tiba-tiba Benny berbalik dan membungkam mulut adik angkatnya itu.
"Lebih baik kamu diam, Ningrum. Aku sedang pusing saat ini, jadi tolong jangan buat aku tambah pusing dengan ucapan-ucapan sampahmu itu. Paham kamu?!" ucap Benny penuh penekanan.
Ningrum terdiam. Ia menatap lekat kedua mata Benny tanpa berkedip sedikitpun. "Kamu marah padaku cuma gara-gara membela wanita itu, Mas? Apa kamu lupa siapa aku? Kamu lupa apa posisiku di hatimu, Mas? Kamu lupa sama janjimu yang katamu akan selalu berpihak padaku apapun yang terjadi? Kamu lupa semua itu?" Ungkitnya.
Benny menarik nafasnya dalam dan kemudian dihembuskannya perlahan. "Aku benar-benar lelah menghadapimu, Ning. Sekarang kamu pilih, kamu yang pergi dari sini atau aku yang pergi?" usirnya.
Air mata Ningrum tiba-tiba saja menetes deras, membasahi pipinya. "Aku tak akan pergi ke manapun, aku mau tetap stay di sini sama kamu, Mas," ucapnya.
Benny menganggukkan kepalanya, "Oke. Itu artinya aku yang pergi. Dan tugas kamu di sini adalah menunggui mama dan menjaga beliau," ucapnya.
Benny lantas membalikkan badan, saat ia hendak berlalu tiba-tiba saja Ningrum memegangi lengannya dengan erat.
"Aku minta maaf atas semua kesalahanku yang membuat semuanya jadi kacau. Aku janji, aku tak akan berbuat b*doh lagi," ujar Ningrum tiba-tiba.
"Lepas, Ning." Benny terlihat kesusahan melepas genggaman tangan Ningrum dari lengannya, semakin ia memaksa semakin erat pula Ningrum menggenggamnya.
"Jangan pergi, Mas, aku mohon.." ucap Ningrum di sela isak tangisnya. Ia terus saja memohon kepada Benny untuk tetap berada di sana bersama dirinya.
Ningrum pikir kali ini usahanya akan berhasil, namun kenyataannya tidak sama sekali. Benny tetap menolak, ia dengan sedikit kasar melepas genggaman Ningrum dan mendorong tubuh Ningrum supaya menjauh darinya.
"Mulai detik ini, tolong jangan dekatiku aku lagi, Ningrum. Menjauhlah sejauh mungkin dariku dan jangan lagi mengganggu kehidupan rumahtanggaku bersama Luna." tegas Benny.
Ningrum diam seribu bahasa. Ia tak membantah maupun membalas ucapan Benny.
Setelahnya, Benny pun melangkah pergi dan Ningrum masih berdiri di tempatnya, menatap kepergian Benny dengan berlinangan air mata.
"Aku tak bisa menahannya lagi." gumamnya.
Ningrum berpindah tempat, ia sekarang berdiri di depan jendela kamar sambil melayangkan tatapannya ke luar jendela.
Ningrum tampak sedang mencari sebuah kontak di aplikasi WhatsApp-nya, setelah berhasil menemukannya, ia pun lantas menghubungi si pemilik kontak tersebut.
"Hallo, Bos. Tumben menghubungi saya. Apa ada pekerjaan lagi yang harus saya selesaikan?" tanya si pemilik nomor.
Lirih Ningrum menjawab, "Kali ini ada pekerjaan yang sangat besar untukmu dan untuk anak buahmu. Saya berharap kamu bisa menyelesaikannya dengan baik seperti biasanya,"
"Pekerjaan yang sangat besar? Apa itu, Bos?" tanyanya penasaran.
"Saya mau kamu dan anak buahmu melenyapkan ny*wa seseorang," jawab Ningrum. "Kali ini buatlah kematian calon korbanmu seolah dia mati karena kecelakaan. Paham kamu?"
Beberapa saat lamanya tak ada suara yang terdengar dari ujung telepon Ningrum. Begitu hening yang ia rasakan hingga membuatnya merasa sedikit kesal.
"Agus! Masih hidup kan kamu?!" bentak Ningrum.
"Ah.. i- iya, Bos. Saya masih hidup,"
"Bagaimana dengan pekerjaan yang saya berikan buatmu? Sanggup tidak kamu melakukannya?" tanya Ningrum, memastikan.
"Kalau untuk melenyapkan ny*wa seseorang sih mudah, Bos, tapi-"
"Tapi apa?!" sahut Ningrum.
"Tapi membuat kematiannya seolah seperti kecelakaan, itu sangatlah sulit, Bos. Kecelakaan apapun itu pasti pihak polisi akan menyelidikinya dan kemungkinan besar mereka akan tahu kalau sayalah dalang dibalik kecelakaan tersebut," terangnya.
"Ya makanya otak itu dipakai! Kamu kan bisa merekayasa kecelakaan dengan memilih tempat yang sepi dan jauh dari jangkauan Cctv jalan. Cari juga tempat yang sekiranya bisa dengan mudah kamu menghapus jejak kejahatanmu," ucap Ningrum.
Si penjahat bayaran terdengar berdecak, "Bos sih enak tinggal bilang ini itu. Lha saya?" balasnya. "Pusing, Bos.."
Ningrum menghembuskan nafasnya kesal, "Kalau memang kamu tak sanggup, ya sudah.. saya akan mencari orang lain yang bersedia melakukannya," ucapnya.
"Eh jangan, Bos, saya sanggup kok,"
"Kalau begitu jangan banyak omong! Selesaikan saja pekerjaanmu seperti biasa. Dan ingat, jangan sampai pekerjaanmu terendus oleh pihak kepolisian. Kalau sampai hal itu terjadi, jangan pernah kamu membawa-bawa nama saya. Paham?" ujar Ningrum.
"Sangat paham, Bos," balasnya. "Ngomong-ngomong siapa korban saya kali ini, Bos?" tanyanya kemudian.
"Nanti akan saya kirimkan nama beserta foto calon korbanmu melalui pesan WhatsApp," ucap Ningrum.
"Baik, Bos. Saya tunggu."
Ningrum terlihat menyunggingkan senyumnya setelah telepon berakhir.
Lirih Ningrum bergumam, "M*mpus kamu j*lang. Setelah ini, kamu tak akan bisa lagi bertemu dengan mas Benny."
Tanpa Ningrum sadari, ada seseorang yang sedari awal tak sengaja menguping pembicaraannya saat di telepon tadi.
Rencana yang sudah Ningrum susun akhirnya ketahuan sebelum berhasil terlaksana.
_