Geheugenopname : Memori

Geheugenopname : Memori

1

"Sampe kapan sih lo masih mau nungguin Dani, Ta?"

Ini sudah ke sekian kalinya Rina berusaha menghentikanku.

"Satu yang harus lo tanam di otak lo, Ta. Sekarang Dani bukan bocah lagi. Dia mungkin udah ketemu ribuan cewek yang lebih dari lo, dan ga mungkin dia ga pernah tergoda atau berpaling dari lo. Buktinya, kalo dia emang beneran masih setia sama lo, ga mungkin dia ga nyariin lo. Atau setidaknya, dia bakalan nepatin janjinya buat balik ke lo!"

Aku tidak peduli. Tetap kupandangi foto kebersamaan kami 3 tahun yang lalu.

"Lagian dia juga ga ngomong alasan dia pindah sekolah waktu itu. Dia juga ga bilang alasan dia pindah rumah. Kalo dia beneran sayang sama lo, seharusnya dia ga ngilang tanpa jejak gitu aja."

"Bokapnya pindah tugas ke Tanggerang, itu alasan dia pindah," balasku.

"Emang dia ada bilang?"

"Ada."

"Oh ya udah kalo ada bilang. Tapi dia ga ada effort sama sekali buat balik ke lo, Ta! Lo harus sadar itu!"

***

Di sekolah hari ini. Seperti biasanya. Tak ada yang menarik untukku hadapi. Entahlah. Mungkin karena Dani. Terakhir kali aku bersemangat ke sekolah adalah dia sebagai alasannya.

"Raport lo ada bawa?" tanya Rina.

Mengingat hari ini merupakan hari pertama kembalinya kami ke sekolah setelah mengakhiri libur semester pertama, dan ini adalah tepat penghujung tahun ke 3 yang Dani janjikan.

"Gue lupa," jawabku singkat.

"Ya udah sih, gue juga ga bakal kasih ke Pak Bondan. Lupa ditandatangan." Rina memasukkan kembali raportnya ke dalam tas.

"Woii! Ada murid baru! Bareng Pak Bondan dari Ruang Kepala Sekolah lagi jalan ke sini!" pekik salah satu murid di depan pintu kelas.

"Cowok? Cewek?!" Rina memang kepo sedari dulu.

"Dua! Cowok cewek! Itu di koridor!" Serempak semua orang di dalam kelas berhamburan ke luar untuk melihatnya. Namun tidak denganku.

Setelah Pak Bondan masuk ke kelas kami, semua mendadak duduk dengan rapi. Aku melihat sekilas pada dua murid baru yang Pak Bondan bawa. Wajah asing itu membuatku tidak ingin melihatnya lebih lama. Aku memilih membaringkan wajah di atas meja dan memejamkan mata.

"Anak-anak, ini Arzio Fabelino dan Liu Xian Zhing. Sialakan perkenalan diri kalian," ucap Pak Bondan.

"Saya Arzio Fabelino pindahan dari SMK NEGERI 53 TANJUNG TIKAR." Aku bisa mendengar suara murid laki-laki pindahan tersebut.

"Saya Liu Xian Zhing, panggil aja Xia. Jangan panggil Liu karena itu nama keluarga. Saya pindahan dari SMK UNIVERSAL."

"Silakan duduk di bangku belakang Arlita ...." Pak Bondan menghentikan kalimatnya. "Loh, Arlita mana?"

Kembali kuperbaiki posisi duduk agar Pak Bondan melihatku.

"Anak kesayangan Pak Bondan," bisik Rina.

"Nah itu Arlita," tunjuk beliau.

Dua murid baru itu berjalan mendekat dan duduk di belakang kami.

"Arlita Dewi Sitta." Aku mendengar murid baru laki-laki bernama Arzio itu menyebut nama lengkapku.

"Hai!" sapa Rina pada Xia.

"I'm sorry, saya mau fokus belajar," balas gadis bermata sipit dan berkulit lebih putih dari kami tersebut. Terlihat jelas identitas Tionghoa yang ia miliki.

"Cih, sombong amat," balas Rina yang kembali memutar pandangannya ke arahku. "Baru masuk, belagu!"

***

Jam pelajaran hari ini dikosongkan sebagai bentuk kebebasan berekspresi untuk semua murid di sekolah. Aku jadi bosan jika tidak melakukan apapun. Sementara Rina sudah berkelayap di kelas sebelah.

"Arlita Dewi Sitta." Lagi-lagi Arzio menyebut namaku.

"Mau lo apa?" tanyaku dengan tegas.

Dia hanya menatap tanpa ekspresi apapun. Aku bisa pastikan pandangannya masih melakat pada wajahku, namun ia tak memberikan jawaban.

***

Aku mulai mencium gangguan-gangguan yang tidak jelas dilakukan oleh Arzio. Mulai dari dia yang sering bergumam menyebut namaku. Tapi ini tidak bisa dikatakan mengganggu karena dia tidak mengancam atau semacamnya.

Seperti sepulang sekolah tadi. Dia terus mengikuti aku dan Rina menuju parkiran. Padahal dia tidak membawa motor. Dia kan murid baru.

Rumahku terasa sunyi di setiap hari. Benar-benar aku merasa sendirian setiap saat tanpa Rina. Kembali kubuka kotak kayu tempat menyimpan semua kenangan bersama Dani. Selalu aku tersenyum ketika melihat wajah Dani yang tercetak di foto-foto ini.

"Ada orang gangguin aku, Dan. Dia murid baru di kelas aku. Kamu jangan cemburu ya kalo dia suka sama aku, he he. Kalo kamu takut aku diambil dia, mending kamu buru-buru deh balik ke sini." Ha ha! Aku rasa aku mulai gila. Tapi hal itu mengurangi sedikit beban pikiranku.

Kulirik jam dinding yang masih menunjukkan jam 9 malam. Biasanya aku sudah tidur jam segini. Kuambil ponsel dan bermain game. Setidaknya cara ini bisa mengurangi rasa bosan dan membuatku mengantuk.

Sialnya, di tengah permainan.

Tling!

Tling!

Tling!

Tling!

Notifikasi chat grup kelas mulai mengganggu. Ku tarik bar untuk memunculkan notifikasi. Kubalas chat itu dari sana.

Saat kubuka chat grup ternyata ....

***

Arzio tidak pernah mengirim pesan ataupun meneleponku meskipun dia sudah mengetahui nomor ponselku. Tapi di sekolah ....

Entah apa yang terjadi di atas langit. Padahal tadi pagi masih cerah dan panas. Sekarang jam 8 malah hujan deras.

"Lo mau apa sih, Arzio?!" bentakku sebab dia tiba-tiba memberikan jaket.

"Kalo lo kedinginan, lo bisa pake. Kalo lo ga butuh, buang aja!" balasnya dengan nada marah.

Kubuang jaket itu ke genangan air di depan kelas. Kembali kutatap tajam mata Arzio yang masih berdiri di depan pintu.

"Gue ga kenal sama lo. Lo juga ga kenal sama gue. Jadi bersikap sewajarnya aja!" tegasku dan berlalu ke dalam kelas.

Itu baru satu keanehan yang ia lakukan. Di jam istirahat, hujan masih mengguyur bumi. Rina dan aku bergandengan tangan menuju kantin. Sepulang dari kantin, kami melihat Arzio yang sedang bermain bola di lapangan bersama beberapa anak laki-laki lainnya di tengah guyuran hujan.

"Ganteng juga."

  - Deg!

Kata-kata yang muncul dari mulut Rina membuatku De Javu. Aku merasa ini sudah pernah terjadi. Dani.

Dulu Dani juga pernah bermain bola sambil hujan-hujanan. Aku dan Rina pulang dari kantin. Rina mengucapkan kata yang sama.

"Lo kenapa, Ta?" Rina membuyarkan fokusku.

"Lo ngerasa aneh ga sih?" tanyaku.

"Aneh? Kenapa?"

"Ga deh, cuma perasaan gue aja kayaknya," lanjutku.

Arzio berlari menghampiri kami. Persis yang pernah Dani lakukan. Dadaku berdegup kencang sampai kepalaku berdenyut. Dia berdiri di hadapanku. Air dari rambutnya menetes membasahi tanganku yang sedang memegang botol mineral dan roti.

Arzio tiba-tiba meminum air tersebut. Aku hanya bisa terdiam. Ini benar-benar pernah terjadi antara aku dan Dani.

Dadaku terasa sesak dalam sekejap. Mataku masih melihat ke arah Arzio.

"Lo kenapa?" tanyanya.

Jutaan kenangan tentang Dani membanjiri pikiranku. Tanpa aku sadari ....

"Woi! Kenapa nangis? Nanti gue ganti airnya!" Kalimat Arzio membuatku mengusap cepat air mata tersebut.

"Ta! Lo nangis? Kenapa?" tanya Rina.

Bahkan untuk menarik napas pun rasanya menambah sakit dadaku saja.

Terpopuler

Comments

aca

aca

masuk ke tubuh lain kah dani

2024-12-08

0

Tara

Tara

reinkarnasi Dani kah😱🤔👏🫣

2024-11-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!