Warning ❗
Mengandung kata-kata mutiara (sebaliknya).
Bacalah dengan bijak, tidak suka pun tak apa bisa skip ya🤗
Alexa gadis berusia 20 tahun, anak broken heart. 3 tahun lamanya ia tinggal sendiri disalah satu rumah mewah setelah kedua orang tuanya cerai, dan melanjutkan kehidupan mereka bersama pasangannya masing-masing.
Kurangnya kasih sayang dari kedua orang tua. Menjadi Alexa tidak membatasi dirinya didunia malam. Kerap kali ia selalu menghabiskan malam bersama teman-temannya dan pulang larut malam dalam keadaan mabuk.
Pada suatu hari ia bertemu seseorang disebuah club malam dan berkenalan dengan seorang pemuda.
Satu malam yang panjang, mengubah kehidupan Alexa pada saat itu.
Next untuk mulai baca👇👇👇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MomoCancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Kebetulan Evan tidak membawa motor nya hingga kerumah Dina, ia menyimpan motor nya di sebuah minimarket yang bertepatan dipinggir jalan sebelum menuju rumah Dina.
Seraya berjalan Alexa masih termenung matanya sembab, mungkin ia ikut menangis melihat Dina yang tengah terpukul.
Alexa alamat bersedih melihat temannya kehilangan anak yang ia cintai, seorang ibu yang benar-benar kehilangan anaknya.
Terlintas begitu saja dalam benak Alexa, mungkin kedua orang tuanya akan perduli pada nya ketika ia sudah tiada.
Kasih sayang yang tidak pernah ia dapatkan dari kedua orang tuanya yang selalu mengacuhkan dirinya, bahkan hanya sekedar menanyakan kabar saja mereka seperti berpikir dua kali.
"Bokap dan nyokap gue sama-sama egois. Mereka menyayangi anak sambung nya ketimbang anak kandung nya sendiri, apalagi nyokap gue dia sekarang udah punya anak dari suaminya yang baru. Mana mungkin dia mau membuang-buang energinya hanya untuk menanyakan kabar gue. Satu tahun sudah berlalu bahkan sekarang sudah tahun kedua mama Alena tidak sama sekali menanyakan kabar gue. Patut banget di acungi jempol"
Alexa terus berseteru dengan pikirannya sendiri. Ia iri pada Dina, wanita itu dikelilingi oleh orang-orang yang menyayangi nya bahkan ditengah keterpurukan nya dia masih banyak orang yang peduli dan senantiasa mensupport dirinya.
Sedangkan Alexa, jika bukan dirinya sendiri yang terus menerus memberikan support untuknya maka tidak ada yang bisa memaksa nya untuk bertahan. Dan pada akhirnya semua berakhir pada titik ke semula.
"Kapan gue merasa dibutuhkan, kapan gue merasa disayangi, dicintai dan benar-benar menjadi orang yang selalu diharapkan. Kayaknya enggak ada deh, jangan kan bagi orang lain, bagi orang tua gue sendiri, gue udah seperti sampah yang gak ada artinya."
Diam-diam mata itu menitikkan air, ketika guyuran hujan masih membasahi tubuhnya.
Alexa hanyut didalam pikiran yang terus berkecamuk pilu, memikirkan nasibnya g malang dan menyedihkan.
Haus akan kasih sayang begitu terasa, seseorang yang selalu ia harapkan menjadi tumpuan hidup nya bahkan sudah tidak menganggap keberadaannya.
"Papa.. Mama.. Kapan kalian sadar kalau aku sangat membutuhkan kalian..."Batinnya bergejolak sendu.
Evan memperhatikan Alexa cukup lama sepanjang perjalanan, dia melihat luka yang amat dalam, didalam matanya seolah tengah meratapi kesedihan yang selalu membebani pikiran nya.
"Lex"
Seketika sapaan dari Evan menyadarkan Alexa dari lamunannya.
"Lo nangis?"
Alexa menggeleng. "Enggak,"sangkal Alexa.
Meski tangah merasakan sakit, patah, dan rapuh. Alexa tidak ingin ada seorang pun melihat dirinya lemah, tidak berdaya.
Bibirnya bisa menyangkalnya, namun Evan melihat jelas air mata tengah turun bercampur dengan tetesan air hujan yang kini turun semakin deras nya.
"Sampai kapan Lo akan pura-pura, Lex?" hatinya terus bertanya-tanya.
Sesampainya disebuah minimarket, Evan memintanya agar untuk menunggu hujan hingga reda, baru lah mereka melanjutkan perjalanan untuk pulang.
Namun hujan terus turun dengan derasnya, bagai tengah menjadi saksi bisu kepedihan yang sedang wanita itu rasakan.
Kebetulan disana ada penjual kopi yang tengah menepi berteduh dari derasnya air hujan. Evan membeli dua cangkir kopi untuknya dan Alexa.
"Makasih den,"
Evan memberikan selembar uang kertas bernilai lima puluh ribu rupiah untuk membayar kopi yang ia beli.
"Duh den, mamang masih belum ada kembalian diambil aja dulu."titahnya seraya mengembalikan uang tersebut.
"Tidak apa-apa mang ambil aja kembalian nya buat mamang." Sahut Evan menolak uang itu untuk kembali.
Alexa melihat sisi lain Evan disana, ia terus terang merasa senang melihat sikap pria itu penuh kepedulian meskipun sebagian dari hal kecil namun menjelaskan jika ada sisi kebaikan dalam diri pria itu.
Gegas wanita itu berpaling dari nya, seolah tidak tau apa-apa. Evan memberikan kopi itu pada Alexa satu, Alexa menerima nya tanpa ada penolakan.
Hari kian gelap gulita, hujan masih turun dan belum juga reda. Tubuhnya sudah menggigil kedinginan ditambah lagi Alexa yang hanya mengenakan kaos pendek sehingga ia dengan mudah merasa dingin yang luar biasa.
Evan tidak bisa menghiraukan wanita yang kini disamping nya dan memberikan jaketnya untuk Alexa.
"Pake ini, setidaknya rasa dinginnya sedikit berkurang."
Alexa mengernyit. "Terus Lo gimana?"
"Gue cowok, badan gue gede masih kuat nahan dingin lah Lo cewek badan Lo kecil gampang masuk angin." entah itu mengejek atau sedang menyindir nya karena tubuhnya yang kurus.
Bibirnya mengerucut mendengar ucapan Evan yang seolah tengah meledek tubuhnya yang kecil dan kurus.
Di banding kan dengan teman-temannya di cafe, Alexa lah yang memiliki postur tubuh sedikit lebih tinggi dari yang lainnya namun, bagi pria disampingnya ia masih kecil dalam ukurannya.
Tinggi badan Alexa 160 cm, sudah merasa paling tinggi diantara teman-teman nya yang lain, namun bagi Evan yang tubuhnya lebih tinggi 180 cm dan gagah perfect melihat tubuh Alexa seolah Wanita yang pendek ditambah tubuhnya yang ramping.
Senyum terukir diwajah Evan melihat Alexa memunyung bibirnya bagai ikan koki. Membuat ia sedikit lega karena wajah nya yang menggemaskan mulai timbul lagi.
"Kondisi kan tuh bibir kayak ikan cupang aja, malu dilihat orang" sindir Evan sengaja menggoda nya.
Sorot Alexa mendelik ke samping nya. Seketika Alexa mengkondisikan bibirnya kesemula tanpa berceloteh.
"Mau makan dulu gak, sambil nunggu hujan reda?"
Alexa pun tertarik karena ia baru sadar makanan yang dibawakan oleh Evan belum tersentuh sedikit pun bahkan pagi ini ia belum sarapan.
Ia menyadari jika seharian ini perutnya belum diisi dengan makanan, dan sekarang tengah keroncongan minta di isi.
"Makan apa?" tanya Alexa memegang perutnya yang datar.
Evan celingak-celinguk mencari pedagang makanan selain makanan ringan yang bisa ia temukan di minimarket.
Matanya berbinar. "Tuh ada tukang bakso, mau gak?"
Alexa mengangguk, bukan hanya perutnya yang lapar tapi dicuaca seperti ini memang sangat nikmat menikmati makanan berkuah, segar dan hangat.
"Ya udah gue beli dulu, Lo tunggu disini."
"Heem, cepet ya"
"Oke, tuan putri." jawab Evan seketika membuat Alexa bersemu merah.
Evan berlari menuju gerobak tukang bakso, dan memesan dua mangkuk bakso, beserta minuman hangatnya. Sembari menunggu pesanan nya jadi ia mengantarkan dua botol minuman hangat untuk mereka, kemudian ia kembali lagi mengambil bakso pesanan nya.
Mereka duduk di lesehan minimarket, seraya menikmati semangkuk bakso panas. Evan tersenyum simpul melihat Alexa begitu lahapnya makan bakso yang ia belikan. Jelas wanita itu sangat lapar, sesekali Evan mencuri pandang ke arah nya.
Sebelum Alexa menyadari nya, Evan kembali memalingkan wajahnya kedepan seolah ia tidak sedang menatap nya.
Untuk beberapa saat saja mangkuk bakso itu bersih tidak tersisa, bahkan Evan menawarkan nya lagi makanan lain yang diinginkan Alexa, yang mungkin masih belum kenyang.
Namun Alexa menolaknya, perutnya sudah cukup kenyang untuk satu mangkuk bakso, setelah beberapa saat kemudian hujan Muali mereda, sehingga Alexa dan Evan bisa segera pulang dan berganti pakaian sebelum angin malam menerjang dan membuat mereka sakit.