"Cuma karna I-Phone, kamu sampai rela jual diri.?" Kalimat julid itu keluar dari mulut Xander dengan tatapan mengejek.
Serra memutar malas bola matanya. "Dengar ya Dok, teman Serra banyak yang menyerahkan keperawanannya secara cuma-cuma ke pacar mereka, tanpa imbalan. Masih mending Serra, di tukar sampa I-Phone mahal.!" Serunya membela diri.
Tawa Xander tidak bisa di tahan. Dia benar-benar di buat tertawa oleh remaja berusia 17 tahun setelah bertahun-tahun mengubur tawanya untuk orang lain, kecuali orang terdekatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Serra bebas masuk ke apartemen Xander dengan Password di tangannya. Bukankah Xander sangat bermurah hati pada Serra.? Dia mempercayakan Serra memiliki password apartemennya. Yang artinya, Serra bisa datang dan masuk ke apartemen Xander kapanpun dia mau. Termasuk ketika tidak ada Xander di sana. Bagaimana Xander bisa mempercayakan itu padanya.? Serra tentu bertanya-tanya. Apakah Xander tidak khawatir apartemennya di curi. Jika Serra jahat, dia bisa saja mengambil barang berharga milik Xander.
"Orang dewasa memang aneh." Gumam Serra seraya menutup kembali pintu apartemen Xander.
"Dok,, Serra masuk ya.?!!" Serunya kemudian melenggang ke dapur. Dia sebenarnya tidak tau kenapa pagi-pagi sekali sudah diminta datang. Tapi Serra berinisiatif melihat kondisi dapur, mana tau Xander belum membuat sarapan. Meski membuat sarapan bukan tugas Serra, dia tidak akan keberatan menyediakan sarapan untuk Dokter tampan seperti Xander. Siapa tau Xander tertarik padanya lewat masakannya dan berakhir dinikahi. Serra pernah membaca novel dengan alur seperti itu.
Tanpa sadar Serra senyum-senyum sendiri. Membayangkan dinikahi oleh Xander yang memiliki banyak kelebihan. Wajahnya yang tampan, dompet tebal, badan kekar, profesinya menjanjikan. Apalagi kurangnya.? Xander benar-benar sempurna kalau saja senjatanya bisa berdiri. Namun Serra tidak akan mempermasalahkan kekurangan Xander, baginya uang yang paling penting. Jika memiliki banyak uang, semua masalah bisa diatasi.
"Masih pagi sudah senyum-senyum nggak jelas. Kamu sehat.?!" Suara berat itu menyadarkan Serra dari khayalan tingginya. Ketika netranya menangkap sosok pria tampan di depannya, Serra yang semula berkhayal tinggi, seketika merasa jatuh ke dasar jurang.
Lihat bagaimana ketampanan Xander terpahat sempurna dari ujung kaki sampai kepala. Serra cukup sadar diri. Dia bagaikan bumi dan Xander jadi langitnya. Jauh,, sangat jauh jarak dan perbedaannya. Walaupun belum ada yang mengatakan Serra jelek, tapi tetap saja dia merasa tidak pantas bersanding dengan Xander.
"Sehat Dok, sangat sehat. Apalagi mata Serra, liat Dokter yang ganteng ini jadi seger mata Serra." Selorohnya dengan senyum lebar.
Kejujuran Serra mampu menggelitik Xander. Alih-alih menjaga image dan menunjukkan sisi seorang penggoda sebagai simpanan, Serra malah tampil apa adanya.
"Ganteng tapi nggak bisa berdiri, percuma kan." Kata Xander mencibir dirinya sendiri. Meski sudut bibirnya membentuk senyum tipis, namun menyimpan kesedihan di belakangnya.
"Bukan nggak bisa Dok, tapi belum. Serra janji bakal bantu Dokter sampai sembuh." Serra tersenyum lebar, energi positif yang dia pancarkan mampu membuat semangat Xander menyala lagi. Bukankah memang seharusnya dia yakin bisa sembuh.?
"Serra mau bikin sarapan, boleh kan Dok.?" Tanyanya meminta ijin, padahal sayuran di tangan Serra menunjukkan bahwa dia tidak perlu persetujuan dari Xander.
"Kamu belum sarapan.?" Xander malah balik bertanya, dia berjalan di belakang Serra dan membuka lemari pendingin.
"Buat sarapan Doker."
"Saya sudah sarapan. Temani saya nonton saja dikamar." Xander memegang 2 botol minuman kaleng yang dia ambil dari lemari pendingin. "Ambil cemilan yang kamu mau, bawa ke kamar saya." Titahnya sembari menyelonong pergi dari dapur.
"Gila, pagi-pagi udah di ajak nonton bo k3p." Gumam Serra melongo. Dia kira Xander membutuhkan tenaganya untuk pekerjaan lain ketika di minta datang pagi-pagi. Siapa sangka malah di ajak nonton.
Serra tertegun ketika masuk ke dalam kamar Xander dan mendapati layar berukuran besar itu hanya menampilkan sebuah film romantis. Serra jadi malu sendiri karna menuduh Xander yang bukan-bukan. Untung saja Serra tidak mengatakan langsung di depan Xander.
Serra meletakkan snack, buah dan makanan lainnya di atas meja. Cemilan sebanyak itu berniat Serra habiskan. Kapan lagi bisa makan sepuasnya tanpa harus keluar uang.
"Dokter suka film romantis juga rupanya." Komentar Serra sebelum bergabung di sebelah Xander. Aroma parfum maskulin milik Xander menusuk indera penciuman Serra, membuat gadis itu menggeser tubuhnya lebih dekat.
"Nggak juga, karna lagi bosan saja." Xander menjawab datar dengan jemari yang sibuk memainkan ponsel.
Serra tidak bicara lagi, dia malah asik menikmati alur film sambil makan. Xander yang mengajak menonton justru hanya memperhatikan tingkah Serra. Kehadiran gadis itu lumayan menghibur.
"Dok, mau kaya gitu nggak.?" Tawar Serra dengan jari telunjuk yang mengarah pada layar televisi. Adegan di sana memperlihatkan pasangan kekasih yang sedang berciuman. Semenjak memberikan ciuman pertamanya pada Xander di dalam mobil 2 minggu lalu, Serra menjadi ketagihan ingin merasakannya lagi.
"Kenapa harus nanya. Katanya kamu mau bantu sembuhin saya, inisiatif dong." Sahut Xander.
Senyum lebar di bibir Serra terbit. Dia dengan berani pindah ke pangkuan Xander dan mengalungkan kedua tangannya di leher.
Jarak wajah keduanya nyaris terkikis. Namun Serra sedikit mundur untuk memandangi wajah Xander.
"Dokter ganteng banget, pasti pasiennya pada betah balik lagi ke rumah sakit buat ketemu dokter." Celotehnya.
Xander meloloskan tawa karna kembali mendengar pujian dari Serra. "Orang gila mana yang mau sakit terus. Kalau bolak-balik ketemu saya, artinya punya sakit serius. Nggak ada orang yang mau sakit, Serra." Sahutnya.
Serra menyengir kuda. Perlahan tapi pasti, Serra kembali mendekatkan wajahnya. Dia kehilangan rasa malunya karna sudah tergila-gila dengan pesona Xander. Tidak apa Xander menganggapnya murahan, pada kenyataannya memang seperti itu.
...*****...
"Ngumpet dulu di bawah kolong.!" Titah Xander.
Dua manusia yang ada di dalam satu kamar itu mendadak kalang kabut ketika apartemen Xander kedatangan tamu.
Xander membantu Serra berbunyi di bawah tempat tidur. Dia memunguti pakaian da lam milik Serra dan melemparnya ke kolong. Tak lupa dengan ponsel dan tas milik Serra. Untungnya Sepatu Serra sudah di sembunyikan tadi siang untuk berjaga-jaga jika ada yang datang ke apartemen.
"Xander, kamu sedang apa.?! Baru jam 7, kamu nggak mungkin tidur secepat ini." Suara seorang wanita kembali terdengar dari luar kamar. Xander segera membuka pintu setelah memastikan ranjangnya rapi.
"Mama kenapa nggak bilang mau kesini. Xander bisa pulang kalau Mama mau." Ujarnya pada wanita paruh baya di depannya.
"Ck.! Kamu banyak alasan untuk menolak pulang. Sudah 1 minggu kamu nggak tengokin Mama sama Papa. Mau jadi anak durhaka kamu.?!" Omel Alice sambil memukul bahu putranya.
Xander terkekeh kecil dan mendorong pelan bahu Mamanya supaya menjauh dari kamar. Tak lupa Xander menutup kamarnya agar keberadaan Serra tetap aman.
"Mama tau sendiri Xander sibuk." Sahutnya beralasan. Padahal ada alasan lain kenapa Xander jarang pulang ke rumah orang tuanya meski jaraknya dekat dari rumah sakit.
Di bawah kolong ranjang, Serra mengomel pelan. Entah sudah berapa lama Serra bersembunyi di sana. Kolong yang sempit itu membuat Serra sesak nafas, dia bahkan berkeringat karna panas.
"Dia mau menyiksaku atau bagaimana.?!" Gerutunya kesal. Serra tidak berani keluar dari persembunyiannya sebelum mendapat instruksi dari Xander. Alhasil, Serra tetap menunggu sampai dia ketiduran di kolong ranjang.
mstinya lngsng d dor aja pas ktmu td,kn biar ga bs kbur.....tp yg nmanya pnjht,dia jg pst lcik lh....apa lg ada zayn,mngkn anknya bkln d jdiin sndera.....