NovelToon NovelToon
Leonel Alastair

Leonel Alastair

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Teen Angst / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Mengubah Takdir / Kontras Takdir
Popularitas:900
Nilai: 5
Nama Author: Yu

Mengisahkan tentang perjalana kehidupan seorang anak bernama Leonel Alastair yang berasal dari keluarga Von Adler. Kecintaannya pada musik klasik begitu melekat saat dia masih kecil, demi nama keluarga dan citra keluarganya yang sebagai musisi.

Leonel menyukai biola seperti apa yang sering dia dengarkan melalui ponselnya. Alunan melodi biola selalu membawanya ke masa masa yang sangat kelam dalam hidupnya.

Namun perlahan seiringnya waktu berjalan, kehidupan dan minatnya berubah. Dengan bantuan seorang kakak angkat Raehan dia memiliki tujuan baru, dengan tujuan tersebut dia bertemu seseorang yang menempati hatinya.

Bromance!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19: "Pertarungan di Bawah Langit Senja"

Sore itu, angin sepoi-sepoi menyapu rambut Leonel saat ia menunggu angkot di depan gerbang sekolah. Hari yang panjang telah selesai, dan Leonel bersiap untuk pulang. Namun, sebelum sempat menaiki angkot yang berhenti di depannya, sebuah suara familiar terdengar dari arah seberang jalan.

"Leonel!" panggil Raehan.

Leonel tersentak, menoleh, dan melihat Raehan berdiri di dekat motornya, melambaikan tangan. Wajah Leonel langsung cerah. Ia menghampiri kakaknya dengan langkah cepat, penuh kegembiraan yang tak bisa ia sembunyikan.

“Kak Raehan? Kok jemput? Katanya mau balik kuliah?" tanya Leonel, bingung namun senang.

Raehan tersenyum lebar, meskipun ada sedikit kecanggungan di matanya. "Hehe, kuliahnya batal. Aku pikir, daripada pulang sendirian, lebih baik ajak kamu jalan-jalan dulu."

Leonel tersenyum bahagia, meskipun masih merasa heran. Namun, rasa senangnya mengalahkan kebingungannya. Ia dengan cepat naik ke motor Raehan tanpa bertanya lebih lanjut, dan mereka pun berangkat.

Raehan membawa Leonel melintasi jalanan kota menuju pinggiran yang lebih tenang, di mana mereka bisa menghabiskan waktu bersama tanpa gangguan. Sepanjang perjalanan, Leonel sesekali berbicara tentang sekolahnya, tentang teman-temannya, sementara Raehan mendengarkan dengan penuh perhatian, seperti biasa. Namun, jauh di dalam hati Raehan, ada perasaan yang terus mengganjal. Ada firasat buruk yang membuatnya khawatir tentang adiknya. Ia tahu bahwa Julian, kakak kelas Leonel, selalu memperhatikan adiknya dengan cara yang membuatnya tidak nyaman.

Setelah beberapa saat, mereka tiba di sebuah taman kecil di pinggiran kota. Raehan menghentikan motornya di dekat sebuah bangku di bawah pohon rindang, dan mereka duduk sejenak, menikmati suasana yang tenang. Leonel terlihat sangat menikmati momen itu, namun Raehan masih tampak gelisah.

"Kak, kenapa kelihatan cemas terus?" tanya Leonel tiba-tiba, memperhatikan ekspresi Raehan yang tidak biasa.

Raehan menatap Leonel sejenak sebelum mengalihkan pandangannya ke arah langit senja. "Nggak ada apa-apa, Nel. Aku cuma... kepikiran kamu aja. Takut ada yang ganggu di sekolah."

Leonel tertawa kecil, meskipun ia tahu apa yang dimaksud oleh Raehan. "Aku baik-baik aja, kak. Julian cuma sedikit terlalu perhatian. Nggak perlu khawatir."

Raehan menggigit bibirnya. Ia tahu Leonel ingin menghilangkan kekhawatirannya, tapi ada sesuatu tentang Julian yang membuatnya tidak tenang.

 

Sementara itu, di tempat lain, Julian duduk di kamarnya dengan wajah kesal. Ia menatap ke luar jendela, masih merasa jengkel setelah melihat Leonel dijemput oleh Raehan. Ia merasa tersisih, dan rasa cemburunya membara.

Julian memutuskan untuk melakukan sesuatu yang drastis. Ia menuju ke ruang tamu, di mana ayah dan ibunya sedang duduk. Dengan wajah serius, Julian berkata, "Papa, Mama. Aku mau Leonel balik ke rumah. Kalau nggak, aku akan berhenti main piano."

Ayahnya menoleh dengan alis terangkat. "Apa maksudmu, Julian?"

"Aku capek melihat Leonel terus bersama orang lain. Dia bagian dari keluarga kita, bukan mereka!" Julian menegaskan dengan nada keras. "Kalau Papa nggak bawa dia pulang, aku nggak akan main piano lagi."

Ayahnya mendadak marah. Wajahnya memerah, dan tanpa pikir panjang, ia menampar Julian keras-keras. “Kamu pikir kamu bisa mengancam keluargamu dengan cara seperti itu?”

Julian terdiam, memegangi pipinya yang kini terasa panas dan perih. Ibunya segera berdiri, memarahi suaminya. "Apa-apaan ini?! Kenapa kamu tampar Julian?"

Namun, amarah ayah Julian tak terbendung. "Kita akan ambil Leonel kembali. Dia memang seharusnya bersama kita, bukan dengan Mila dan Arga!"

 

Saat sore berganti malam, Leonel dan Raehan tiba di rumah Ibu Mila. Setelah menghabiskan waktu jalan-jalan, keduanya pulang dengan perasaan tenang. Namun, ketenangan itu segera terpecah ketika mereka melihat sebuah mobil mewah terparkir di depan rumah.

Raehan langsung merasakan sesuatu yang tidak beres. Ia segera turun dari motor dan melangkah cepat ke pintu rumah. Leonel mengikuti di belakangnya, dengan rasa penasaran yang mulai berubah menjadi kecemasan.

Begitu pintu terbuka, mereka disambut oleh wajah tegang Ibu Mila dan kehadiran Ayah Julian serta Julian sendiri, yang berdiri dengan senyum puas di sudut ruangan.

"Papa?" suara Leonel terdengar pelan dan tak percaya.

Ayahnya langsung mendekat, tanpa basa-basi. "Leonel, kamu harus pulang. Cukup main-main di sini. Waktunya kembali ke rumah."

Leonel mundur selangkah, gemetar. "Tapi... tapi aku mau tetap di sini dengan Ibu Mila."

Ibu Mila yang selama ini merawat Leonel tampak sedih, namun ia berkata dengan suara pelan, "Tidak apa-apa, Leonel. Kalau mereka ingin kamu pulang, kamu harus ikut."

Raehan tak bisa tinggal diam lagi. "Tunggu dulu, Leonel tinggal di sini karena dia merasa nyaman. Kenapa harus memaksa dia pulang kalau dia nggak mau?"

Julian tersenyum tipis, tatapannya penuh ejekan. "Raehan, kamu bukan siapa-siapa di sini. Leonel itu bagian dari keluarga kami. Sudah seharusnya dia pulang, bukan tinggal dengan orang lain."

Raehan merasa amarahnya meluap, tapi ia tahu ia tidak bisa menang dengan berdebat. Leonel sudah bersembunyi di belakang tubuhnya, gemetar.

"Leonel..." bisik Raehan, mencoba menenangkan adiknya.

Namun, tekanan dari ayahnya dan desakan Ibu Mila membuat Leonel tak punya pilihan. Dengan berat hati, ia akhirnya mengangguk dan perlahan melangkah menuju mobil. Raehan hanya bisa melihat dari jauh saat Leonel ditarik kembali oleh keluarga yang tidak pernah memberinya kehangatan yang sama seperti yang ia dapatkan di sini.

Ketika Leonel masuk ke dalam mobil, Julian menatap Raehan dengan pandangan kemenangan, senyum mengejek di wajahnya. Raehan mengepalkan tangan, merasa tak berdaya. Perasaan sakit dan marah berkecamuk di dalam dirinya, namun ia tahu ia tak bisa melakukan apa-apa.

Leonel duduk di dalam mobil, memandang keluar jendela, air matanya mengalir perlahan. Di bawah naungan Royalty School dan keluarganya yang kaya, ia merasa seperti seorang tahanan di dalam sangkar emas. Dan yang paling menyakitkan, ia harus meninggalkan satu-satunya orang yang benar-benar peduli padanya, Raehan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!