MAS MONTIR KU SAYANG, TERNYATA ORANG KAYA!! Mungkin begitu judul clickbait yang cocok untuk novel ini😉
Seharusnya pernikahan dilangsungkan bersama pria matang yang sedari kecil digadang-gadang menjadi jodoh Khadijah.
Namun, takdir berkenan lain hingga masa lajang Khadijah harus berakhir dengan pemuda asing yang menabraknya hingga lumpuh.
Kedatangan Athalla di Kalimantan Barat untuk memenuhi panggilan balap liar, justru disambut dengan jodoh tidak terduga-duga.
Pasalnya, kecelakaan malam itu membuat calon suami Khadijah lebih memilih menikahi adik kandungnya; Nayya.
Khadijah dibuat remuk oleh pengkhianatan calon suami dan adiknya. Lantas, di waktu yang sama, Athalla menawarkan pernikahan sebagai bentuk tanggung jawabnya.
Romantis/Komedi/Sangar mendekati keseharian. Thanks buat yg sudah mampir ya💋❤️🫂
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ISTALLA TIGA BELAS
Dari Gantara sang ayah yang juga seorang Ustadz, Dosen, dan lulusan Al-Azhar, sedikit banyak Athalla tahu bahwa tugas seorang suami, salah satunya menyenangkan istri.
Athalla dibelenggu oleh otaknya sendiri bahwa dia sudah milik Khadijah. Bersama Khadijah, ia sudah dipayungi pernikahan.
Athalla memang selalu mengatakan kata gombal, tapi, itu bagian dari tanggung jawabnya sebagai seorang suami.
Kalau pada gadis yang bukan mahram saja, Athalla bisa mengatakan kalimat syahdu, lalu kenapa tidak dengan Khadijah?
Yah, Athalla ingin mengembalikan senyum yang sempat raib dari bibir Khadijah. Raib dan lenyap karena ulahnya.
Malam saat dia pulang dari balap liar, Athalla benar-benar khilaf dan sempat merayakannya dengan meneguk minuman beralkohol.
Rasa bersalah itu sering kali menggeliat dan meronta-ronta. Andai saja Athalla menolak meminum wine di malam itu, mungkin Khadijah tidak akan berakhir di kursi roda.
Hari ini Athalla gagal mengatakan kebenaran pada orang tuanya. Tapi, Athalla akan mencobanya kembali, esok atau esoknya lagi sampai dia berhasil mengungkap rahasia ini.
Kening Khadijah yang Athalla kecup sebagai tanda bahwa Athalla bersama wanita itu. Dan di saat yang sama, Khadijah tertegun lama.
Entah rasa apa yang mengalungi hatinya, tapi, sejak Athalla menikahinya, Khadijah merasa hari-harinya kembali ceria.
Perlakuan Athalla benar-benar memabukkan, selain humoris, pria itu penuh tanggung jawab, sejujurnya Khadijah mulai takut, takut jika dia serakah dan ingin memiliki pria itu.
Sedikitnya, Khadijah sadar diri, ia dinikahi hanya karena iba, bukan karena cinta, yah, keduanya bersatu begitu saja, seolah inilah takdir yang harus dilalui bersama tanpa adanya sebuah rencana.
Athalla menyengir untuk penawaran diri Khadijah. Yah, jelas Khadijah sudah istri sah baginya, halal sudah wanita itu disentuhnya.
Hanya saja, Athalla masih belum berpikir untuk memadu kasih. Tapi, kalau memang Khadijah menuntut hak, Athalla tak menolak.
"Kamu mau minta nafkah batin dariku?"
Khadijah tertawa, nafkah batin? Menuntut? Yang benar saja! Bukannya yang menatap begitu lekat, Athalla? "Enggak kok, Dijah cuma menawarkan diri karena itu kewajiban, Dijah."
Athalla ikut tertawa. Yah, barusan dia terbawa suasana hingga mengusap bibir itu. Ah, entahlah, mungkin karena bibir Khadijah mempesona makanya dia terpana sejenak.
"Nggak perlu dipaksakan dulu. Kamu harus sembuh dulu, mulai besok, kaki kamu akan ditangani dokter ortopedi yang paling bagus."
Khadijah tersenyum. "Semoga kebaikan dan tanggung jawab Mas Athalla mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah Ta'ala."
"Aamiin."
..."**"--__--"**"...
Satu bulan telah berlalu, Khadijah telah mengikuti serangkaian perawatan kulit, juga tahapan-tahapan penyembuhan kakinya.
Seolah hari demi hari dan waktu-waktu yang dilalui Khadijah tak ada yang sia-sia. Athalla benar-benar memenuhi janjinya, memberikan segala yang terbaik bagi Khadijah seorang.
Sedikit-sedikit, Khadijah sudah bisa menggerakkan kaki kirinya. Bahkan berlatih memakai satu tongkat di kaki kanannya.
Namun, bukan itu yang membuat Athalla terpaku cukup lama siang ini. Di dalam mobil taksi ini, Athalla dibuat diam seakan-akan tersihir oleh kealamian wajah cantik istrinya.
Athalla sampai membelai lembut wajah itu dengan punggung tangan. "Luka yang kemarin benar-benar sudah hilang."
Khadijah mengangguk bahagia. Satu bulan lebih perawatan yang dia rutini, kulit yang terluka dan menghitam sudah mengering dan terkelupas seiring berjalannya waktu.
Siang ini, ada jadwal chek up ke Rumah Sakit, dan Khadijah sudah mengenakan pashmina berwarna persik berbahan lembut nan jatuh bersama wajah yang sudah kembali normal.
Tak lupa, Khadijah memoleskan riasan tipis-tipis, sapuan lipstik nude, menebalkan sedikit alis yang sudah bagus. Dan yah, Dijah ber-make up untuk memanjakan suaminya.
Athalla sangat tampan, walau memang tidak sebanding, setidaknya ada kemauan Khadijah untuk merias dirinya. Lagi pun, make up yang kemarin Athalla beli, tidak sampai mubazir.
"Cantiknya istriku." Lihat, usaha Khadijah tidak sia-sia, Athalla langsung memuji dan tampak menyukai penampilannya kini.
"Mas Athalla, suka?"
Athalla tersenyum manis, lalu mengecup sekilas pipi itu. Kalau bagi Athalla mungkin biasa saja, tidak dengan Khadijah yang cukup tersentak, terutama di bagian jantungnya.
Perjalanan taksi masih berlanjut, mereka diturunkan tepat di depan lobby Rumah Sakit, tempat di mana biasanya Khadijah melalui pertemuan demi pertemuan dengan dokter.
Lorong koridor mereka telusuri, Khadijah masih berada di kursi roda. Tak ada satu jam konsultasi, mereka sudah keluar kembali.
Semua berjalan dengan baik. Dan karena sudah ada janji terlebih dahulu, Athalla dan Khadijah langsung bisa dipertemukan dengan dokter ortopedi andalan mereka.
Dokter bilang, kaki yang patah sudah lebih baik kondisinya, sejauh ini sambungan di kakinya tidak ada masalah yang serius.
Athalla lega, sekaligus bahagia, barusan dokter sempat mengatakan bahwa tidak akan sampai satu tahun, kaki Khadijah sudah bisa dibawa bergerak kembali.
"Bertahan, Sayang!!" Athalla bergegas menoleh, di sudut koridor sana, tampak seorang pasien tengah didorong para medis.
"Opa--" Athalla mendelik.
Yah, benar, tidak salah lagi, memang Opa King Miller lah yang barusan saja membawa Oma masuk ke dalam ruangan suite room.
"Ada apa Mas?"
Khadijah sempat bingung, ia ikut celingukan sampai matanya mengikuti arah pandangan mata suaminya. Sebuah ruangan yang dimasuki pasien wanita berusia senja.
"Mas Atha kenal sama mereka?"
Athalla lantas berjongkok tepat di depan kursi roda istrinya. "Yang tadi itu, Oma mertua mu."
"Ya Tuhan." Khadijah mendadak ikut-ikutan panik setelah tahu hal itu. "Lalu gimana?"
"Kamu tunggu di sini dulu, berani kan? Aku harus pastikan Oma baik-baik saja. Tidak akan lama, aku cuma sebentar."
"Iya, Dijah tunggu di sini." Khadijah setuju mengangguk kemudian menatap berlari tergesa-gesa nya sang suami.
Memakai tangan manual, Khadijah menepikan kursi rodanya. Dia akan tunggu di lorong, sambil membaca buku cerita romantis yang Athalla belikan satu hari sebelumnya.
"Astaghfirullah!"
Naas, baru saja membuka buku tersebut, Khadijah harus terjatuh dari kursi roda oleh tabrakan seseorang. Khadijah bersimpuh di lantai dengan memekik desahnya.
"M-maaf-- Ya Tuhan!!"
Gadis dengan pashmina hitam segera meraihnya. Bahkan mereka harus dibantu beberapa suster agar supaya bisa mengembalikan Khadijah ke kursi roda lagi.
"Maafkan aku, Mbak!!"
"Nggak apa-apa." Khadijah sudah lebih baik setelah kakinya diluruskan kembali. Sebelumnya, kaki yang patah memang sempat terasa sakit oleh benturan keras.
"Maafkan aku, aku kurang fokus." Gadis itu menyatakan penyesalan lewat matanya.
"Nggak apa-apa." Khadijah justru lebih fokus pada tangisan gadis itu. "Kakak kenapa sampai menangis begitu?"
Sontak, ia mengusap air mata, lantas menghela napas dalam-dalam. "Nggak apa-apa. Ini masalah pribadi yang nggak akan aku ceritakan ke siapa-siapa," lirihnya.
Khadijah terenyuh. Mungkin karena dia juga sama-sama perempuan. "Semoga cepat teratasi masalahnya."
"Aamiin." Gadis itu lalu membuka tas selempang miliknya, meraih sebuah kartu untuk kemudian disodorkan pada Khadijah.
"Aku harus pergi sekarang juga, dan ini kartu nama saya ... tolong hubungi saya lagi kalau kakak memang mengalami kerugian yang disebabkan oleh tabrakan saya tadi."
"Baiklah." Khadijah mengangguk. Lantas, membiarkan gadis itu pergi.
Tak selang berapa lama, mata Khadijah tertuju pada selembar kertas berstempel legalisir, kertas resmi yang khas. Seperti surat keterangan dokter yang Khadijah yakini benar bahwa kertas itu milik gadis yang barusan.
"Kita pulang, Dijah." Sebelum didorong, Khadijah menyentuh tangan Athalla. Lalu menunjukkan kertas di bawah kakinya.
"Tolong ambilkan kertas itu, Mas." Tak ada basa-basi, Athalla segera meraihkannya untuk diberikan pada sang istri. "Terima kasih."
"Kita pulang, ya."
"Gimana, Oma?"
"Darah tingginya kambuh lagi."
mulo to mar duwe lambe iku di jogo ojo asal nyrocos kyo soang gtu akire malu dewe mgkoo 😀😀😀😀😀
panas hati ini
pusing pusing pusing pusing kepala ini
anak siapa itu jgn jd kan athala yg harus bertangung jawab
so kaya emas di pake semua udah kaya toko berjalan.mulut ngoceh mulu udah kaya petasan renteng. giliran pak hariman bu dewi dapat rumah sama tanah plus mobil motor ehh kepanasan dia ampe ngebul berasap 😅😅😅.
silahkan aja kalau si andre mampu nyaingin athalla huuuuhh g ada seujung kukupu ya hartamu .
dasar mantan calon mertua durjana.
gak ada nabeelnya😆😆😆😆
klo Shakira kayanya ke campuan moureen+flory+king+Rayyan
Sahrul gak kebagian 🤣🤣🤣