Ashana Keyra Zerrin dan Kafka Acacio Narendra adalah teman masa kecil, namun Ashana tiba-tiba tidak menepati janjinya untuk datang ke ulang tahun Kafka. Sejak saat itu Kafka memutuskan untuk melupakan Asha.
Kemana sebenarnya Asha? Bagaimana jika mereka bertemu kembali?
Asha, bukankah sudah kukatakan jangan kesini lagi. Kamu selalu bertindak sesuka hati tanpa memikirkan orang lain. Aku butuh privasi, tidak selamanya apa yang kamu mau harus dituruti.” Ucapakan Kafka membuat Asha bingung, pasalnya tujuannya kali ini ke Stanford benar-benar bukan sengaja menemui Kafka.
“Tapi kak, Asha ke sini bukan sengaja mau menemui kak Kafka. Asha ada urusan penting mau ke …” belum selesai Asha bicara namun Kafka sudah lebih dulu memotong.
“Asha, aku butuh waktu untuk menerima semua ini. Walaupun untuk saat ini sebenarnya tidak ada kamu dalam rencanaku, semua terjadi begitu cepat tanpa aku bisa berkata tidak.” Asha semakin tidak mengerti dengan yang diucapkan Kafka.
“Maksud kak Kafka apa? Sha tidak
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Anfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 19. Ulang tahun Kafka
...Apalagi yang aku harapkan dari menantimu?...
...Apakah aku hanya menanti ketidak mungkinan kita?...
...Apakah aku yang terus bergerak padamu?...
...Bolehkah aku merasa lelah selalu menuju padamu?...
...Lalu bolehkan aku mengucapkan selamat tinggal sekarang?...
...(Ashana Keyra Zerrin)...
Saat ini baik Asha maupun Kafka sama-sama sedang fokus menjalani pendidikan masing-masing, Kafka sudah menyelesaikan Undergraduate dan mulai masuk tahun kedua pendidikan dokternya di Stanford. Sedangkan Asha menyelesaikan Undergraduate Degreenya kurang dari empat tahun dan saat ini dia sudah mulai masuk tahun pertama pendidikan dokter.
"Asha tungguin," Seorang perempuan dengan tinggi 165 cm berlari menuju Asha yang akan masuk ke ruang kelas anatomi. Dia Amoora atau lebih sering di panggil Oora oleh Asha.
"Bruk ... Sorry," Amoora menabrak mahasiswa lain yang juga buru-buru mau masuk kelas anatomi. Amoora langsung membantu mahasiswa itu mengambil buku yang terjatuh karena di tabraknya.
Amoora mengekori Asha masuk ke ruang kelas anatomi, mereka mencari posisi duduk yang strategis agar dapat fokus mendengarkan penjelasan dosen. Mereka duduk bersebelahan dengan pria yang tadi tidak sengaja Amoora tabrak, pria itu juga nampak fokus mendengarkan penjelasan dosen sampai Amoora sedikit berulah.
"Kruk ... kruk ...kruk." Asha menoleh sambil menutup mulutnya karena menahan tawa mendengar suara perut Amoora yang berbunyi.
"Aku lapar," Asha masih berusaha menahan tawanya. Dia tahu Amoora pasti tidak sempat sarapan karena buru-buru, salah sendiri sudah tahu ada kuliah pagi tapi baru tidur saat jam 3 pagi. Sementara Amoora hanya mencebik kearah sahabatnya itu.
"Mau permen? Ini bisa sedikit mengecoh lambungmu," Asha juga Amoora terkejut, mereka saling bertukar pandang mendapati pria di sampingnya bisa berbahas Indonesia juga.
"Gue Argan, mahasiswa kedokteran dari Indonesia. Salam kenal," pria bernama Argan Gracio Linford dengan tinggi badan 179 cm, berkulit putih keturunan Indo-Korea yang selanjutnya mewarnai hari-hari mereka selama di Harvard.
Mereka menjalani hari-hari mereka sebagai mahasiswa kedokteran dari belajar bersama, pergi ke perpustakaan bersama bahkan saling bantu untuk mempersiapkan ujian.
"Siapa tu?" rasa penasaran Argan di mulai ketika melihat layar macbook Asha.
"Katanya sih imam masa depan, tapi dia yang kecintaan sendiri sama tu cowok. Chat pribadinya hampir gak pernah dibalas," Amoora menggoda Asha yang sedang fokus dengan jurnal-jurnal yang sedang di bacanya.
"Huff ... apa aku temui dia kesana ya? Bulan depan ulang tahunnya," Asha mengela napas panjang, entah sudah sejak kapan kali terakhir mereka bertemu. Beberapa pesan chat Asha juga sangat jarang di respon Kafka.
Amoora dan Argan serius mendengarkan keluh kesah sahabatnya, mereka berdua saling bertatap ada rasa khawatir, kasihan dan gemas pada Asha. Asha sudah menceritakan tentang Kafka pada mereka, biarlah mereka menganggap Asha sebagai cegilnya Kafka.
"Sana ... sana temuin aja, biar sekalian lu tahu. Kali aja di sana dia punya pacar, biar lu gak berharap lagi sama tu cowok," Amoora gemas dengan kebucinan Asha.
"Mending sama gue aja Sha, udah tinggi, putih, cakep, kurang apa lagi coba," Amoora melihat Argan dari ujung kaki sampai ujung kepala, sementara Asha mengerlingkan matanya malas pada Argan.
"Ha ... ha ... ha, iya sih cakep. Kalau gue lihat dari sedotan ini nih," Amoora menunjukkan sedotan yang ada di gelasnya pada Argan
"Sssh ... ck, cakep gini gak perlu lihat dari sedotan." Mereka bertiga menertawakan perkataan receh mereka sendiri.
"Berangkat aja ke Stanford Sha, kan lu mau ambil spesialis bedah jantung di sana. Anggap aja kesana bukan hanya karena mau ketemu pangeran lu itu, sekalian cari informasi beasiswa spesialis. Tapi ingat bulan depan ada ujian USMLE step 1 (United States Medical Licensing Examination), hari ulang tahunnya sehari sebelum lu mulai ujian kan?" Amoora mengingatkan sahabatnya.
"Iya Oora, aku tahu."
"Gue temenin mau gak Sha? Lumayan kan ada cowok ganteng kayak gue, dia ketemu gue juga minder." Amoora menggerakkan kakinya pelan menendang kursi yang di tempati Argan dan berhasil membuatnya hampir jatuh dari kursinya. Lagi-lagi mereka terkekeh dengan tingkah Argan, kalau di rumah Asha punya Rion sedangkan di sini dia punya sahabat seperti Argan dan Amoora yang hampir setiap hari ada saja tingkah tantrum mereka berdua. Asha sangat mensyukuri pertemuan mereka bertiga yang kini semakin dekat dan menjadi sahabat.
...***...
Asha sudah membeli tiket untuk perjalanan pulang pergi dari Cambridge menuju California dan sebaliknya, lusa adalah hari ulang tahun Kafka. Asha tidak akan berlama-lama di Stanford, selain ingin bertemu dengan Kafka dia juga akan pergi ke kampus untuk mencari informasi beasiswa spesialis bedah jantung yang akan dia ambil. Asha sudah mempersiapkan kado kecil untuk Kafka, agar tak terlalu repot membawanya. Dia tidak akan menginap dan kembali malam itu juga karena hari berikutnya Asha harus ujian USMLE step 1 nya.
Asha sudah sampai di Logan International Airport – BOS sekitar jam 3 pagi, dia diantar Amoora dengan mobil pribadi. Asha memilih maskapai American Airlines menuju San Francisco International Airport – SFO dengan keberangkatan jam 4 pagi waktu setempat.
"Jangan lupa kabari gue atau Argan ya Sha," Amoora mengingatkan sahabatnya untuk mengabari mereka saat sudah sampai di California.
"Ok. Aku masuk dulu," Asha melambaikan tangan pada Amoora.
Asha sudah berada dalam pesawat kelas bisnis American Airlines, dia akan menempuh perjalanan udara selama kurang lebih 6-7 jam, Asha sampai di bandara SFO jam 12 siang waktu setempat. Asha memesan rideshare atau semacam uber atau lyft dari bandara, butuh waktu 25 - 45 menit untuk sampai Standford di Palo Alto.
Asha sudah sampai di Stanford, tapi tidak langsung menghubungi Kafka. Di memilih untuk lebih dulu berkeliling melihat-lihat Stanford School of Medicine, mencari informasi tentang department of cardiothoracic surgery. Karena Asha berniat mengambil bedah jantung di Stanford jadilah dia mencari beberapa informasi yang ada di departemen yang berkaitan.
"Asha?" Revan dan Kafka dari perpustakaan saat merasa melihat sosok yang sepertinya mereka kenal, mereka mendekat. Ternyata memang benar dia Asha.
"Kenapa ada di sini?" Asha yang ditanya Kafka hanya bisa tersenyum, tidak mungkin dia menjawab sedang mencari informasi untuk spesialis bedah jantung. Sampai saat ini Kafka tidak tahu Asha mengambil sekolah kedokteran, yang dia tahu Asha mengambil bisnis di NUS.
"Tara ... kejutan. Tentu saja kesini mengunjungi kakak," Asha sedikit takut melihat ekspresi kafka, dalam benaknya berkata tapi bukankah memang selalu seperti itu ekspresinya.
"Paling tidak chat dulu, bukan tiba-tiba muncul. Kalau tersesat gimana?" Asha mencelos mendengar perkataan Kafka, maksud Kafka sebenarnya karena khawatir. Tapi tidak menurut Asha, baginya seolah dia sedang di marahi Kafka.
"Karena kakak tidak pernah membalas pesanku. Selamat ulang tahun kak, aku permisi." Revan menyenggol lengan Kafka saat melihat Asha sudah akan beranjak pergi meninggalkan mereka.
"Dasar kulkas, biarin aja Sha. Ikut sama aku aja," dari dulu Revan selalu gemas dengan sikap Kafka pada Asha.
"Kamu duluan Van, nanti aku susul." Kafka menarik tangan Asha dan membawanya pergi menjauh dari Revan, Asha tentu saja tersenyum sumringah.
"Dasar Kafka selalu harus di pancing dulu, beneran tahu rasa nanti kalau Asha kepincut orang lain," Revan terkekeh dan berlalu pergi juga menuju kelas.
Kafka membawa Asha ke apartemennya, karena dia ada kuliah jam dua siang. Dia memberi tahu Asha password apartemennya, untuk berjaga-jaga kalau gadis itu jenuh selama menunggu Kafka kuliah jadi bisa keluar untuk melihat sekeliling. Apartemen Kafka termasuk kelas menengah dengan pemandangan sekitar dan juga ada taman yang bagus untuk bersantai.
"Aku ada kuliah jam dua, kamu tunggu di sini," Kafka menunjukkan beberapa ruangan yang ada di apartemennya, dari letak toilet juga dapur. Ada kamar selain kamar yang Kafka pakai, dia menunjukkan pada Asha kamar itu bisa dia gunakan untuk istirahat.
"Kak Kafka pulang jam berapa?" Asha tak punya banyak waktu, karena dia harus kembali ke Harvard malam ini juga dengan penerbangan jam dua belas malam. Besuk siang dia akan memulai ujian USMLE step 1.
"Paling cepat jam 6 sore, paling lambat jam 8 malam." Kafka memakai sepatunya bersiap untuk kembali ke kampus.
"Ok. Aku tunggu kak, jangan pulang terlalu malam ya," Asha tersenyum membayangkan malam ini akan merayakan ulang tahun Kafka bersama.
"Hemm," Kafka sudah berlalu pergi menghilang dari balik pintu apartemennya.
Asha berpikir sejenak, tidak mungkin merayakan ulang tahun tanpa ada makanan dan kue. Asha sempat berpikir apa mereka makan malam di luar saja, tapi waktunya terlalu mepet untuk Asha. Dia sudah harus ada di bandara paling tidak satu jam sebelum keberangkatan, selain itu Kafka tidak tahu kalau dia akan ke Harvard bukan ke Singapur.
Akhirnya Asha memutuskan untuk berbelanja ke supermarket yang ada di lantai bawah apartemen Kafka, dia akan membuatkan Kafka makan malam. Dia hanya perlu memasak menu sederhana dan membuat kue sendiri karena kalau beli dia tidak tahu pasti ke halalannya.
Asha sibuk membuat kue tart dengan bahan seadanya yang die beli di supermarket, dia juga membuatkan Kafka pasta anglio olio. Karena ini bulan agustus jadi cuaca di Stanford sedang panas, Asha membuat fruit punch iced tea untuk minuman mereka nanti malam.
"Yap. Sudah beres, tinggal tunggu kak Kafka pulang. Duh Asha kadonya hampir lupa," Asha memang sudah menyiapkan totebag kecil, dia mengambil totebag dari tasnya dan menaruh di dekat kue tart.
Asha sudah selesai membereskan dapur Kafka yang tadi dia buat berantakan, semua menu sederhana buatannya sudah siap. Asha melihat jam dinding, sudah hampir jam 7 tapi Kafka juga belum pulang. Dia ingat kalau tadi Kafka bilang maksimal dia pulang jam 8 malam. Untuk membunuh rasa bosan, Asha menanti Kafka sambil belajar untuk persiapan ujian step 1 nya besok.
Sudah hampir setengah sembilan tapi Kafka juga belum kunjung pulang, Asha sudah semakin gelisah. Pastanya sudah mulai dingin, es batu yang ada di gelas sudah mulai mencair. Dia berusaha menghubungi Kafka, namun penggilannya tidak diangkat. Asha membuka stagramnya, tanpa sengaja dia melihat Kafka sedang berkumpul dan tampak merayakan seperti pesta besama teman-teman kampusnya. Bagaimana Asha tahu? Karena Kafka di tag oleh teman kampusnya.
"Kak Revan masih sama kak Kafka?" Asha mengirim pesan pada satu-satunya sahabat Kafka yang dia kenal di Stanford.
"Iya Sha, kenapa? Kita sedang kumpul sama teman-teman, kebetulan ada yang kasih Kafka kejutan ulang tahun. Kafka sudah bilang kamu kan Sha? nanti kita pulang sekitar jam sebelas," Revan mengira Kafka sudah memberitahu Asha perihal mereka akan pulang jam sebelas.
"Oh, ok kak. Terimakasih," hati Asha serasa tertusuk duri mendengar balasan chat dari Revan, Kafka bahkan tidak memberitahunya kalau akan pulang jam sebelas. Dia melihat hidangan yang di buatnya untuk Kafka, dia juga tidak mungkin menunggu sampai Kafka pulang.
"Kaf, sudah kabarin Asha kamu pulang jam berapa?" Revan sedikit terusik dengan chat Asha, jadi dia memutuskan untuk menanyai Kafka.
"Sialan! aku lupa kalau ada Asha diapartemen Van," Revan benar-benar tak habis pikir bisa-bisanya sahabatnya itu lupa, Kafka sendiri yang membawa Asha keapartemennya.
"Aku pergi dulu Van, bilang ke yang lain trimakasih. Aku ada perlu jadi pergi lebih dulu." Kafka menyambar jaketnya yang ada di sofa cafe, dia bergegas untuk kembali keapartemennya. Revan hanya bisa menggelengkan kepala melihat sahabatnya buru-buru pergi.
Sementara Asha Sudah berada dalam rideshare menuju bandara untuk kembali ke Harvard, dia menatap nanar pemandangan malam California. Rasa lelah dan kantuk sebenarnya sudah menghinggapinya, dia belum benar-benar istirahat sejak tadi siang baru sampai dan sekarang sudah harus kembali lagi ke Cambridge.
Tepat pukul sebelas Asha sudah sampai di bandara, dia bahkan belum sempat makan. Masih ada waktu sebelum jam keberangkatan, Asha memutuskan membeli buah dan air mineral. Setidaknya bisa untuk mengganjal rasa laparnya, tiba-tiba saja dia merasa seolah di gerogoti sepi di tengah lalu lalang orang-orang di bandara. Dia menggigit bibirnya, menahan rasa sedih, kecewa juga amarah pada Kafka. Tak terasa bulir bening sudah lolos dari sudut matanya, dia terperanjat saat petugas bandara meminta para penumpang penerbangan menuju Boston untuk segera masuk. Asha bangkit dari duduknya, di seka air matanya dan dia masuk menuju pesawat.
"Asha ... Sha," Kafka sudah sampai diapartemennya, dia memanggil-manggil Asha. Karena tak kunjung ada jawaban, jadilah dia mencari kesekeliling dalam apartemennya.
Kafka mencoba menghubungi Asha namun tidak aktif, chat yang di kirimnya juga hanya ceklist. Kafka mulai frustasi dan saat dia menuju dapur untuk mengambil minum, Kafka melihat secarik kertas ada di meja bersama totebag dan juga buket bunga.
Hatinya mencelos melihat pasta anglio olio yang di buang di tempat sampah. Saat membuka kulkas dia tidak hanya melihat tart kesukaannya tapi juga fruit punch iced tea bikinan Asha. Kafka mengirim pesan permintaan maaf. Karena chatnya yang masih ceklist satu membuat Kafka sedikit uring-uringan dengan dirinya sendiri.