Laki-laki asing bernama Devan Artyom, yang tak sengaja di temuinya malam itu ternyata adalah seorang anak konglomerat, yang baru saja kembali setelah di asingkan ke luar negeri oleh saudaranya sendiri akibat dari perebutan kekuasaan.
Dan wanita bernama Anna Isadora B itu, siap membersamai Devan untuk membalaskan dendamnya- mengembalikan keadilan pada tempat yang seharusnya.
Cinta yang tertanam sejak awal mula pertemuan mereka, menjadikan setiap moment kebersamaan mereka menjadi begitu menggetarkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Evrensya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Antara Dua Wanita
"Kak Daniel!" panggil Devan dengan penuh keyakinan bahwa pemilik nama yang dia sebut itu ada disana, di tempat tunangannya itu berada.
"Apa? kak Daniel? mana mungkin. Kau jangan mengada-ada ya sayang, mengapa kau kembali mencurigai aku seperti dulu?" wanita manipulatif itu justru playing victim dengan melempar kesalahan kepada Devan.
"Siapa tahu saja kan, kak Daniel ada dinas malam ke kediamanmu." Devan tak mau kalah dan balik menyindir Revy. Dinas malam yang di maksud Devan tentu bukan soal urusan kerja.
"Oh iya, itu bukan kak Daniel, itu memang suara tamunya Ayah. Kebetulan aku sedang duduk di ruang depan, sibuk membuat sketsa desain yang harus aku berikan padamu besok." Revy mengelak dengan santainya. Maklum saja, karena membohongi Devan adalah salah satu kebiasaannya.
"Tamu dari mana yang datang berkunjung pada tengah malam?"
"Mana aku tahu, itu kan bukan urusanku. Lagipula kau sendiri yang menebak, kalau di rumahku memang ada tamu penting."
"Kalau begitu tunggu aku. Aku juga akan datang kesana untuk bertamu."
"Eh...? apa...?!" suara Revy langsung terdengar panik. Karna jika Devan benar-benar datang berkunjung ke rumahnya, tentu Devan tidak akan menemukannya disana. Karna saat ini, ia sedang berada di kediaman pribadi milik Daniel, dan akan pulang menjelang fajar nanti.
"Jangan panik, aku hanya bercanda." Devan merasa puas karena sudah mengerjai Revy, dan mendapatkan reaksi yang dia inginkan.
Tidak terdengar jawaban di seberang sana. Hanya suara nafas kekesalan yang berhembus.
"Ya sudah. Kalau begitu selamat bersenang-senang." Ucap Devan sungguh tidak peduli.
Bersenang-senanglah bersama Daniel, si pria bajingan itu. Menghabiskan malam dalam nafsu yang tak terkendali, menjadi pelayan hasrat setan yang tidak akan pernah terpuaskan. Karna Devan tahu betul, bagaimana gilanya Daniel dengan wanita, sedangkan Revy sebenarnya adalah salah satunya.
"Oh, i- iya." Revy menjadi kikuk. Karna kalimat yang di lontarkan Devan memang benar adanya, malam ini Daniel sedang bersamanya untuk bersenang-senang seperti biasa. "Selamat malam sayang. Semoga selamat sampai di rumah. Dan beristirahat lah dengan tenang ya." Ucap Revy sebelum panggilan telepon di tutup.
Mendengar itu, Devan sampai berludah karena merasa jijik dengan manipulasi rendahan yang membuatnya mual. Wanita dengan kelas rendah memang tidak kehabisan akal untuk menghinakan dirinya sendiri.
"Bicth!!!" Devan membuang handphone nya ke dashboard mobil dan bersiap untuk memutar arah mobilnya meninggalkan tempat ini.
Seperti yang pernah Anna katakan sebelumnya, "biasanya rasa sakit yang paling besar adalah pintu terakhir menuju kebebasan."
Siapa tahu, hal itu benar-benar berlaku untuknya saat ini. Karena itu, Devan tidak akan menghentikan perbuatan mereka, meskipun ia sudah mengetahuinya. Melainkan, ia akan membukakan jalan selebar-lebarnya untuk para pengkhianat itu menghancurkan diri mereka sendiri.
...• • •...
Pagi sekali, seperti janjinya semalam, Anna masuk bekerja tepat waktu, dengan posisi yang seharusnya, sebagai cleaning service. Sebab Office boy pribadi Boss besar, katanya sudah masuk hari ini.
Full dalam satu hari kemarin, dunia Anna hanya di liputi oleh Devan seorang. Di mulai sejak matahari terbit hingga terbenam sempurna. Bahkan semalam Anna tidak bisa tidur sama sekali karna di interogasi oleh Ibu yang menanyakan rahasia di balik sikap kepedulian Boss padanya.
Tentu saja Ibu tidak bisa di kelabui, Anna terpaksa menceritakan yang sebenarnya. Bagaimana kisah pertemuan pertama mereka dahulu, hingga kini di pertemukan kembali untuk yang ke dua kalinya. Sebenarnya Anna tidak yakin jika Devan mengenalinya, dari itu ia tidak tau pasti apa alasan sang Boss begitu peduli padanya.
Sejujurnya Anna pun tidak tahu sama sekali dengan latar belakang Devan, karna ia memang tidak pernah mau mencari tahu. kemudian takdir mempertemukan mereka begitu saja di sebuah perusahaan sebagai seorang pelayan dan Boss besar. Lalu Ibu mengatakan akan mencari tahu sendiri latar belakang si Boss, untuk menentukan bagaimana arus kehidupan Anna ke depannya. Anna sendiri sudah tidak begitu peduli dengan apa yang akan di perbuat Ibu dalam hidupnya.
Dan di ketahui, walaupun hanya ada sedikit sekali informasi, melalui Ibu, Anna pada akhirnya tahu bahwa simbol Artyom pada belakang nama Devan adalah bentuk kekuasaan penting yang paling berpengaruh dalam perekonomian negara ini.
Bisnis-bisnisnya tentu menguasai pasar yang membuat masyarakat bergantung secara ekonomi. Pasalnya, banyak produk dari bisnisnya yang digunakan oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Dan saat ini, posisi tertinggi Artyom Group telah di wariskan kepada generasi ke tiganya, bernama Daniel Artyom.
Sedangkan Devaradis, murni pendirinya adalah seorang Devan sendiri tanpa bernaung di bawah embel-embel Artyom. Tapi melihat perusahaan yang termasuk baru di dirikan ini sudah sukses di puncak tiga besar menguasai trend fashion di pasar, menjadi fakta bahwa Devan memang bibit murni dari darah seorang pebisnis sejati.
Anna semakin menyadari jikalau dunianya hanyalah seperti sebutir debu di tengah Padang pasir yang luas dalam dunianya Devan. Anna harus ingat siapa dirinya dan berhentilah hidup dalam angan-angan yang mustahil.
"Hei, pegawai baru! Kata pak Dani, kau di berikan tugas tambahan membersihkan atap bekas air hujan semalam." Ujar seorang senior meneriaki Anna, yang tengah mengumpulkan sampah ke dalam kantong kresek hitam.
"Baik," wanita berkacamata dengan shall rajut hitam yang melilit lehernya itu mengangguk siap.
"Lakukan segera sebelum Boss datang. Karna ada tamu penting yang akan Boss jamu pagi ini disana. Ingat untuk selalu teliti tanpa ada satu titik kotoran air pun yang tersisa. Pemeriksaan menyeluruh akan di lakukan oleh pak Dani sendiri."
"Siap!" jawab Anna terburu-buru menyelesaikan sisa pekerjaannya.
Begitu dirasa semua tugasnya sudah selesai, Anna bergegas menuju lift karyawan untuk naik menuju rooftop. Tapi sayangnya, lift khusus karyawan penuh. Jika Anna menunggu disini maka akan menghabiskan waktu, jam masuk kantor sudah mepet, dan seperti biasa sang Boss selalu datang tepat waktu, bahkan 5 sampai 15 menit sebelum jam kerja di mulai, seperti kemarin.
Anna yang harus on time bekerja, tidak ada pilihan lain selain menggunakan lift pribadi milik Boss. Nekat! karyawan memang di haramkan mendekatinya, apalagi memakainya, tapi apa boleh buat, ini adalah jalur tercepat menuju ke atas sana, bebas hambatan. Toh kemarinkan Anna selalu lewat sini, bahkan Boss sendiri sudah mengizinkan.
Anna berlari cepat menuju lift berwarna black+gold itu, dengan perasaan was-was ia memencet tombol segi tiga pada dinding, dan secara bersamaan dari arah belakang, sebuah tangan cantik dengan hiasan nail art silver glossy ikut menyentuh tempat dimana jari telunjuk Anna berada.
Anna langsung menoleh ke arah pemilik tangan yang menyebarkan wangi parfum mahal dengan aroma bernuansa kayu dan citrus yang sangat menyengat hidung. "Siapa?" tanya nya refleks.
"Siapa? aku? Huh, aku tidak percaya ada pegawai Devaradis yang tidak mengenali tunangan Boss nya." Gerutu seorang wanita cantik dengan style super glamour bertabur berlian, tengah bergelayut manja pada lengan kekar milik Devan yang berdiri tegap di sampingnya.
Meskipun sudah beberapa kali Devan melepaskan gandengan tangan Revy, tapi seperti tak tau malu, wanita itu kembali mencengkram lengannya kuat-kuat. Andai tidak di depan umum, Devan pasti sudah menyingkirkan tangan wanita itu walau bagaimanapun reaksinya. Untung saja kali ini Devan menggunakan pakaian berlapis dan kaos tangan untuk menjaga diri.
"Tunangan Devan?!" Deg! Jantung Anna seperti loncat dari tempatnya, tubuhnya pun secara refleks langsung menyingkir mundur meskipun pintu lift sudah terbuka.
"Anna, masuk!" tak di sangka, Devan justru mempersilahkan Anna masuk ke dalam lift terlebih dahulu.
Anna langsung membungkuk dalam-dalam menyesali perbuatannya. "Maafkan saya Boss, saya tidak menyadari kehadiran anda karena sedang terburu-buru ke atap untuk bersih-bersih, saya telah sengaja melakukan kesalahan dengan maksud menggunakan area pribadi anda demi kepentingan saya sendiri, jadi saya siap dengan konsekuensi nya."
"Mana ada membersihkan atap untuk kepentingan pribadi, jelas itu demi kepentingan kerja. Tegakkan badanmu dan masuklah! jangan biarkan aku memberikan peringatan berulang. Lakukan yang terbaik untuk Devaradis seperti biasanya, karna aku ada tamu penting yang akan datang satu jam lagi, jadi lakukan tugasmu dengan sempurna." Devan menjawab dengan sangat bijak.
Anna sempat menggeleng untuk menolak masuk ke lift pribadi Boss, tapi tatapan tajam Devan seolah memaksanya. Berakhir lah mereka bertiga kini berada di dalam ruangan berbentuk kubus itu. Anna menempelkan diri pada pojok belakang, sedangkan dua orang lainnya berdiri di hadapannya dengan gaya yang tak berubah sejak awal, bergandengan.
"Sayang, kau terlihat sangat-sangat tampan hari ini, dapat ide dari mana Tary mendandani kau sebaik ini?" Revy meneliti penampilan Devan dengan seksama.
Devan merasa tak perlu menanggapi penilaian Revy yang tidak penting baginya.
"Aku sampai berdebar begitu melihatmu keluar dari mobil saat datang menjemputku pagi ini, jelas ada yang berbeda darimu. Entah kenapa kau terlihat lebih bersinar dari biasanya," imbuhnya tanpa melepas tatapannya pada sosok yang kini hanya menjadi miliknya seorang.
Devan mencoba melepas cengkraman Revy yang mengapit lengannya, Devan sudah tidak tahan, ia tidak suka dengan sentuhan menjijikkan ini. Tapi wanita di dekatnya ini justru semakin menempelkan tubuhnya lekat-lekat. Ingin rasanya mendorong wanita jalang ini menjauh darinya, tapi Devan tidak mungkin berbuat kasar seperti itu pada wanita.
"Sayang, kenapa kau tidak merespon ku? aku ini sedang memujimu." Revy merajuk manja.
"Tary masih cuti. Dan style ku ini adalah rekomendasi terbaik dari seorang profesional," jawab Devan sekenanya, fokus menatap garis pintu lift di depannya.
Mendengar itu Anna langsung merasa tersanjung. Sebuah pengakuan yang berlebihan sebenarnya, tapi Anna senang mendengar itu. Jelas style yang Devan pakai hari ini serupa dengan yang pernah Anna rekomendasikan kemarin. Tak di pungkiri kharisma Devan memang menjadi 300% jauh lebih berdemage dari sebelumnya.
"Oh jadi begitu, pantas saja looknya sedikit berbeda dari yang di berikan Tary biasanya." Revy semakin memperkuat lingkaran tangannya pada lengan Devan.
"Lepaskan tanganmu dariku, jangan berpura-pura sok dekat, disini sudah tidak ada yang melihat, jadi bersikaplah apa adanya, toh hubungan kita palsu, dan tidak ada artinya bagiku." Devan masih meminta pengertian Revy baik-baik walau hatinya ingin melempar wanita itu menjauh darinya.
"Tapi bagaimana yaa, pertunangan kita ini resmi, dan aku menganggapnya begitu berarti. Apakah perbedaan pandangan ini bisa kita sudahi saja?" Revy masih enggan menjaga jarak dari orang yang kelihatannya sudah mulai tidak sabar menghadapinya.
"Aku tidak peduli."
"Sayang, jangan begitu dong, disini kan ada satu orang yang melihat kita, bagaimana kalau dia menyebar rumor yang tidak jelas di luar sana. Lagi pula apa kau tidak mencium bau-bau aneh disini? semacam bau busuk yang mengganggu indra penciuman." Revy dengan sengaja mencoba menyindir si cleaning service yang sedang berdiri tak nyaman di belakang mereka.
Devan tidak menjawab apapun, sumpek rasanya di dalam sini dan ingin segera keluar.
"Sayang, mengapa kau terlalu berbaik hati membiarkan hal-hal yang menggangu ada di sekitar kita, kenapa juga dia tidak tau malu ikut berdiri diantara kita," sambungnya tak puas dengan reaksi datar Devan.
Sejak awal, Revy merasa geram kepada si wanita cleaning service yang penampilannya nampak buruk rupa, membuat Revy jijik melihatnya. Lagi pula ia heran, untuk apa Devan terkesan begitu nyaman membiarkannya disini bersama. Ini sangat tidak masuk akal.
"Aku akan membuang hal-hal yang berbau busuk dan menggangu itu nanti pada waktunya!" sarkas Devan justru mengarah kepada tunangannya.
Ting!
Pintu lift terbuka, tepat ketika Revy hendak menanggapi kalimat Devan. Namun ia mengurungkan niatnya ketika melihat Devan kembali memberikan ruang kepada Anna untuk keluar terlebih dahulu. Wanita rendahan itu nampak di istimewakan.
Revy yang sudah merasa kesal sejak tadi tentu tidak mau menerima penghinaan sebesar ini. Ia kemudian mendorong dirinya lebih menempel kepada tubuh Devan hingga mepet ke samping, menutup jarak yang di buka Devan untuk mempersilahkan pegawai rendahan itu keluar. Secara otomatis Anna harus keluar melalui celah yang di sediakan nya.
Anna langsung bisa menangkap situasi yang sedang berlangsung, tapi ia tidak mau ambil pusing untuk mengurusi urusan perasaan yang melibatkan kedua pasangan di depannya ini. Anna yang sedang di kejar waktu langsung keluar dengan langkah terburu-buru dan tidak melihat kaki jenjang Revy sedang menghadangnya. Hingga begitu ia melewati garis pintu, langkahnya tersandung kemudian jatuh terjerembab dengan tubuh tengkurap tepat depan pintu lift, di hadapan mata Devan, dengan suara yang cukup keras terpelanting di atas lantai marmer.
Jay yang baru saja keluar dari ruangan CEO sehabis bersih-bersih, melongo melihat pemandangan memalukan yang ada di depan matanya, ia sampai mematung di tempat padahal Boss nya akan segera lewat.
Anna meringis menahan sakit pada pergelangan kakinya yang terkilir, juga terasa sesak di dada akibat benturan benda padat di bawahnya. Namun ia tidak mau menghayati keadaan dan segera bangkit sekuat tenaga, berjalan normal ke arah tangga yang ada di pojok sana. Tidak apa-apa, rasa sakit seperti ini tidak ada apa-apanya di banding apa yang sudah di dapatkan nya dari Ibu. Cengeng sekali jika hanya gara-gara jatuh sedikit harus bersedih dan sok kesakitan.
Devan yang masih tak berkata-kata melihat kejadian itu hanya memberikan isyarat kepada Jay untuk segera menyusul Anna.
"Jay! segera lakukan tugasmu selanjutnya. Bersihkan atap, lalu lapisi tangga menggunakan permadani ungu lavender. Dan hiasi seluruh tangga dan area rooftop dengan bunga berwarna ungu, karna tamuku menyukai warna ungu. Kau lakukanlah sendiri tanpa mengandalkan orang lain." Yang di maksudkan Devan adalah jangan mengandalkan Anna yang mungkin saja terluka karna terjatuh barusan.
"Siap di mengerti, Boss!" Jay pun berlari menyusul si pegawai cleaning service yang terlihat sedang bergerak cepat menaiki tangga.
Devan lalu membuang tangan Revy dari lengannya, serta menarik dengan kasar pergelangan tangan itu, membawanya masuk ke dalam ruangannya.
"Devan!" Revy berteriak menyusul langkah Devan, ia marah karena merasa di abaikan oleh tunangannya sendiri, walaupun selama ini Boss Devaradis itu memang tidak pernah bersikap baik padanya. Padahal dahulunya, Devan yang selalu ramah dan murah senyum bagaikan seorang pangeran di hadapannya. Sekarang, sejak kembalinya pria itu dari luar negeri, dia berubah menjadi pangeran menyebalkan yang selalu bersikap dingin padanya.
Sementara itu di tangga menuju atap, Jay berhasil menyusul langkah Anna yang naik sambil bertumpu pada dinding. "Tunggu!" cegat Jay.
Anna langsung menoleh dan menghentikan langkahnya sejenak. Jay langsung naik mensejajarkan diri dengan Anna.
"Mau aku bantu membersihkan atap?" tawarnya dengan memberikan seulas senyum basa-basi.
"Silahkan saja jika kau tidak sedang sibuk," jawab Anna kemudian melanjutkan langkahnya.
"Aku melihatmu datang menggunakan lift pribadi Boss. Apa kau tidak tau kalau itu termasuk tindakan yang sangat fatal di disini. Karna di anggap melanggar etika."
"Iya kau benar, aku telah membuat kesalahan besar," Anna mengakui tanpa mengelak sedikitpun. Meskipun sebelumnya si Boss sendiri yang mengizinkannya.
"Apalagi tadi aku melihat Boss sedang bersama kekasihnya, Nyonya Revy. Kau tau, wanita itu sangat kejam, kau terjatuh tadi pasti karna ulahnya, kan? dan aku khawatir kau akan mendapatkan kartu merah karenanya, bahkan mungkin akan di pecat."
"Tidak apa-apa, lagi pula kemarin aku sudah mempertaruhkan hari pertama kerjaku disini, sebagai pengganti pelayan pribadi Boss."
"Jadi itu kau?" tunjuk Jay dengan alis terangkat.
"Iya," jawab Anna singkat, lalu membuka kunci pintu area paling tinggi di gedung ini. Dan langkah pertamanya di sambut oleh rumput sintetis pada rooftop terrace.
Didepan matanya langsung tersaji view rooftop yang unik dan artistik menyihir pandangan mata. Penggabungan elemen-elemen beragam menciptakan tampilan yang mewah yang berpadu dengan warna-warna cerah motif vintage yang menyegarkan. Di area tengah, pada teras atap bohemian, sprei sofa dan bantal-bantal tertata dengan corak unik. Luar biasa! Anna mengakui selera Boss yang tiada duanya.
"Oiya, mau membantu ku menata bunga-bunga disini setelah tugas cleaning ini beres?" laki-laki dengan lesung pipi itu kembali melayangkan pertanyaan.
"Tentu saja!" jawab Anna tanpa mengalihkan fokusnya. Ini adalah pekerjaan yang paling menyenangkan.
"Oiya, aku hanya bisa mendoakan kebaikan untukmu agar semuanya berjalan dengan baik," lalu Jay memberikan kepeduliannya dengan tulus. Ia sungguh berharap, wanita di dekatnya ini berada di Devaradis jauh lebih lama.
"Terima kasih." Tidak ingin meladeni percakapan laki-laki berwajah baby face itu lebih jauh, Anna langsung mencari tempat yang menyimpan alat kebersihan disini, dan langsung mengeksekusi pekerjaannya tanpa peduli dengan nyeri kaki yang menderanya.
...• • •...
Di dalam ruangan yang sudah bersih sempurna oleh hasil kerja Jay yang selalu menyenangkan hati Boss itu, Revy nampak sedang berjalan pelan menelisik setiap detail perabotan di sepanjang penglihatannya yang telah mengalami perubahan tata letak secara total.
"Sayang, apa yang kau lakukan pada ruangan ini selama aku cuti bekerja?" tanya Revy pada Devan yang sedang sibuk memeriksa berkas-berkas di atas mejanya.
Devan menghentikan aktifitasnya. "Hey! kau tidak mendengarkan aku bicara ya? Revy! apa kau tau, yang kau lakukan tadi kepada karyawan kita itu sangat kekanak-kanakan!"
Revy membalikkan badannya kepada sebuah suara yang datar dan meninggi itu. "Apakah itu adalah hal yang penting untuk di klarifikasi padaku? biarkan saja, toh hanya seorang cleaning service rendahan yang tidak tau diri!"
"Tapi itu adalah tindakan yang berlebihan dan bisa melukai orang lain!" Devan semakin meninggikan suaranya.
"Devan! sejak kapan kau berubah menjadi sebaik itu dengan menormalisasi tindakan karyawan yang melanggar etika! seharusnya kau langsung memecatnya saja. Mengapa malah memarahi ku?" Revy melangkah mendekati Devan yang sedang duduk tegap sambil memandangnya dengan tatapan tajam. "Aku bertanya sekali lagi, siapa yang merubah tatanan ruangan ini?"
"Seorang profesional, lihat saja hasilnya, jauh lebih baik dari hasil kerja mu kan?"
"Huh! pandanganmu yang selalu tajam padaku itu seolah ingin membunuhku. Tidakkah kau berfikir bahwa kau itu terlalu kejam kepadaku? aku ini calon istrimu, bukan musuhmu!" tunjuk Revy kepada wajah dingin Devan dengan sorot mata yang tajam padanya.
"Jika kau menyadari dengan benar dimana posisimu, bukankah sebagai calon istriku, seharusnya kau tidak merusak dirimu terlalu jauh?!" Devan mengalihkan pembicaraan kepada persoalan yang lebih dalam.
"Apa maksudmu? jangan mengalihkan pembicaraan!" Revy merasa kesal melihat air wajah pria yang tampak tak bersahabat itu.
Devan bangkit mendekati Revy, ia menarik tangan kanan wanita itu, menyentuh pinggangnya dengan tangan kirinya, menekuk tubuh kurus itu kebelakang, menyingkap rambut yang tergerai lurus ke depan hingga menampakkan leher jenjang Revy yang di penuhi oleh tanda-tanda merah kebiruan, bahkan terdapat beberapa bekas gigitan kecil disana. Devan menyentuh leher putih itu, kemudian menghapus lapisan foundation yang berusaha menyamarkan noda pengkhianatan itu. Sarung tangan hitamnya kini berubah memutih.
"Revy! Kau telah melampaui batas!" Devan berucap dengan nada serius. Dadanya mulai terbakar oleh amarah dan juga kebencian. Sentuhan yang dia berikan ini bukan tanpa makna, ini adalah perasaan jijik yang coba ia kendalikan.
"Memangnya apa yang sudah aku lakukan?" Wanita licik itu masih saja bertingkah sok polos.
"Revy! berhentilah meraih ambisi yang hanya akan merugikan dirimu sendiri. Apa kau tidak menyadari bahwa kau hanya sedang di manfaatkan untuk kesenangan yang tidak masuk akal, yang hanya akan merusak dirimu sendiri." Netra biru Devan terfokus meneliti setiap inci tubuh Revy, ternyata bukan pada leher saja, mulai dari bahu, lengan atas, hingga ke punggungnya pun juga di hiasi oleh lebam merah kebiruan yang sengaja di tutupi dengan blouse tanpa lengan, dan kerah model necline yang menutupi garis lehernya. Hingga pergelangan tangan Revy yang di lingkari oleh berlian mewah ini pun tak luput juga dari garis melingkar dengan lebam merah kebiruan disana. Permainan yang sangat brutal. Mengerikan!
"Bicaralah dengan jelas, Devan! memangnya siapa yang berani memanfaatkan aku? aku tidak pernah kalah pada siapapun, jangan menasehati aku!"
"Apa kau tidak menyadari, kau ini terlihat sakit, sangat kurus dan menyedihkan. Kau telah kehilangan cahayamu sendiri! dan, bisa-bisanya kau tidak malu memamerkan tanda-tanda biru di tubuhmu." Devan melotot tajam tanpa kedip, putih matanya mulai mengeluarkan gurat merah.
Bukan hanya amarah yang nampak disana, melainkan ada sebuah emosi lain yang murni keluar dari dalam hatinya. Ini adalah kata-kata yang keluar dari rasa kemanusiaan Devan. Ia bersungguh-sungguh memperingati Revy.
"Kau ini bicara apa! Kan sudah aku bilang, kemarin aku sakit, kebab biru ini akibat anemia dan kekurangan darah. Apa yang kau pikirkan tentangku itu tidak benar, jadi kau tidak perlu bersusah payah menjatuhkan harga diriku. Asal kau tau, apapun yang aku lakukan adalah sesuatu yang aku inginkan dan aku sukai. Jadi kau, tidak perlu hawatir."
"Aku sama sekali tidak khawatir. Hanya saja, aku tidak bisa menghargai wanita seperti dirimu."
"Kau tidak perlu menghargaiku, kau bisa menggunakan aku sesuka hatimu. Jika kau ingin menyentuhku, lakukan saja! tidak perlu basa-basi dengan cara menekan aku dengan berbagai tuduhan aneh. Aku selalu menunggumu, tapi kau selalu menolaknya!"
Revy menantang Devan dengan sengaja menempelkan diri pada tubuh yang ingin sekali ia rengkuh dalam nafsunya.
Devan refleks mendorong tubuh Revy. "Bicara mu mulai kemana-mana. Memang percuma aku sedikit bersimpati padamu. Kau tidak bisa membedakan ambisi dan kehancuran. Ya sudah, lakukan saja apapun itu sesuka hatimu. Aku sama sekali tidak peduli."
"Kau yang sok suci ini sungguh menyebalkan. Apakah hanya karna prinsip kuno no sex before marriage yang kau pegang itu, membuatmu memandangku hanya seperti boneka pajangan?" oceh Revy dengan nafas menggebu, menjinjitkan kaki, meraih tengkuk pria sexy menawan ini dengan cengkraman jari yang kuat. "Atau seperti rumor yang lama beredar, kalau kau tidak bisa hidup di bawah sana? sayang sekali ya, wajahmu yang tampan ini menjadi sia-sia." Tunjuk Revy ke bagian bawah Devan tanpa rasa malu, dan terang-terangan menantang Devan.
Devan menghembuskan nafas yang tertahan sambil membuang senyum getir ke samping. Lagi-lagi wanita ini selalu berpura-pura tidak mengerti maksud dari ucapan Devan yang menyangkut ambisi Revy untuk mendapatkan Daniel, seorang pria jahat yang tidak pernah menganggapnya sebagai Ratunya.
"Hei, tahan dirimu. Apa semalam kau masih belum puas, huh?!" nada jijik jelas tersemat dalam kalimat Devan.
mampir di novelku ya/Smile//Pray/