Sequel Belenggu Cinta Pria Bayaran.
Dikhianati sang kekasih dan melihat dengan mata kepalanya sendiri wanita yang dia cintai tengah bercinta dengan pria yang tak lain sahabatnya sendiri membuat Mikhail Abercio merasa gagal menjadi laki-laki. Sakit, dendam dan kekacauan dalam batinnya membuat pribadi Mikhail Abercio berubah 180 derajat bahkan sang Mama sudah angkat tangan.
Hingga, semua berubah ketika takdir mempertemukannya dengan gadis belia yang merupakan mahasiswi magang di kantornya. Valenzia Arthaneda, gadis cantik yang baru merasakan sakitnya menjadi dewasa tak punya pilihan lain ketika Mikhail menuntutnya ganti rugi hanya karena hal sepele.
"1 Miliar atau tidur denganku? Kau punya waktu dua hari untuk berpikir." -Mikhail Abercio
----
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12 - Bukan Kausa Halal
"Kamu bisa baca kan? Atau buta?" Mikhail tersenyum senang kala mata Zia membulat sempurna, bisa dipastikan Zia sangat-sangat menyesali keputusannya yang menandatangani surat itu tanpa membaca isinya lebih dulu.
"Sudah jelas? Jadi urusan kita belum selesai ... paham?" Mikhail menarik ponselnya kembali, setelah dipastikan Zia membacanya berulang dan tidak ada kesalahan lagi.
"Nggak bisa, saya dirugikan di sini! Jangan mentang-mentang kaya Bapak jadi seenaknya!"
Persetan dengan sopan santun, toh kini dia bukan di kantor. Statusnya juga bukan resmi bawahan Mikhail, jadi berontak seperti ini bukan sebuah masalah harusnya.
"Tapi kamu sendiri yang tanda tangan di sana, Zia ... kamu lupa? Bahkan kamu tanda tangan di atas materai kemarin." Mikhail sudah merasa dirinya benar, dia sudah meminta Zia untuk membaca lebih dahulu, salah sendiri tidak dibaca, pikirnya.
"Jangan harap saya bisa diperalat, cukup sekali dan anggap itu yang terakhir kali!!" ucapnya ketus dan menatap tajam Mikhail yang sejak tadi hanya senyam senyum tak jelas.
"Ya sudah, kalau begitu besok saya viralin mau? Muka kamu jelas banget di sini," tuturnya sama sekali tidak menunjukkan perasaan bersalah. Dia pria dewasa yang menemukan mainan baru dan menggelitik dirinya.
Seumur hidup Valenzia belum pernah bertemu pria selicik Mikhail. Mendapatkan kekasih sebaik Zidan dan teman-teman yang baik membuatnya sempat tak percaya jika pria brengshek itu ada. Dan kini, semesta membuka matanya.
"Jahat banget sumpah!!" Pipi Zia merah padam kala Mikhail kembali memperlihatkan hasil fotonya tadi pagi, bukan hanya satu.
Sebelumnya Mikhail mengancam masuk penjara, dan kini pria itu mengancamnya viral di sosial media. Usianya bukan lagi remaja, harusnya sudah bisa memahami bagaimana pentingnya menghargai wanita.
"Siapa yang jahat? Kita berdua sepakat dan kamu sudah menerima uang yang jumlahnya tidak sedikit, kalau cuma satu kali saya yang rugi di sini."
Mana mungkin dia mau rugi, didikan sang papa dia terapkan sebaik mungkin. Dalam hidup harus berani mengambil kesempatan dan jangan pernah menciptakan celah untuk dirugikan.
Ibra menanamkan hal itu dalam diri Mikhail sejak kecil agar sang putra mengikuti jejaknya dalam dunia bisnis. Sayangnya, Mikhail justru menerapkannya dalam segala aspek kehidupan tanpa Ibra ketahui.
"16 kali pertemuan dan waktunya minimal 3 jam dalam sekali pertemuan ... Bapak samakan ini dengan mata kuliah?" tanya Zia sembari mengurut dada, bisa-bisanya Mikhail mengatur hal itu sedemikian rupa.
"Hm, kamu kan mahasiswa."
Jawabannya enteng sekali, ingin rasanya Zia meraung saat ini juga. Jam kuliahnya saja tak sepadat itu, 16 kali? Satu kali saja dia sudah sulit melangkah.
"Saya balikin aja sisanya, perjanjian kita batal!!" sentak Valenzia sembari menggebrak meja, pria itu terkekeh melihat gadis di hadapannya frustasi kala mengetahui isi perjanjiannya.
"Mana bisa batal semudah itu, kamu mau saya tuntut karena wanprestasi? Kamu mengingkari kesepakatan kalau begini, Zia." Mikhail kembali mengeluarkan jurusnya untuk membuat Zia ketar-ketir.
"Sebelum Bapak tuntut saya karena wanprestasi, Bapak ingat salah-satu syarat sah perjanjian dalam pasal 1320 KUH Perdata bagaimana? Suatu sebab (Kausa Halal)!! Dan yang bapak lakukan ini sama saja dengan jual beli manusia, maka ini tidak memenuhi suatu Kausa hukum yang halal. Bapak jangan ngaco deh."
Mikhail dibuat bungkam, Zia tak sebodoh yang dia kira. Gadis itu bukan mahasiswi jurusan hukum tapi dia paham walau hanya sedikit, meski sempat kagum Mikhail berusaha untuk tidak terlihat bodoh dan kehabisan kata.
"Pintar juga rupanya, sayangnya kepintaran kamu tidak digunakan sejak pertama ... tapi aku bersyukur, karena jika kamu pintar sedari awal pasti kita tidak akan menikmati indahnya malam pertama, iya kan, Zia?"
Zia terdiam sesaat, meneliti setiap ucapan Mikhail kata demi kata. Bukan karena itu, sejak awal dia sudah menolak dan berusaha mepertahankan dirinya.
Akan tetapi, yang menjadi alasan Zia setuju dengan kesepakatan itu semata-mata demi ayahnya. Andai saja ayahnya tidak masuk IGD hari itu, mungkin Valenzia akan bersikukuh mempertahankan dirinya.
Kemarin, semua terjadi begitu cepat dan desakan Ricko membuat Zia tak bisa berpikir jernih. Mau sepintar apapun dia, jika urusannya sudah terkait orangtua maka Zia akan tetap lemah.
"Siapa yang menikmati? Mungkin Anda saja, kalau saya tersakiti," ujarnya kemudian usai terdiam beberapa saat, jawaban spontan yang berhasil membuat perut Mikhail tergelitik.
"Hahaha, kalau kamu tidak menikmati ... terus yang mendessah semalam siapa? Jin?" Mikhail terbahak tanpa peduli dengan beberapa orang yang ada di sana, meski tak begitu dekat akan tetapi gelak tawa Mikhail cukup menggetarkan gendang telinga.
Malu, marah dan merasa terhina kini bersatu padu. Valenzia membuang muka dan tak peduli mau pria itu menganggap luci atau bagaimana.
"Ehem!! Maaf, aku bukan bermaksud mengejekmu," ungkap Mikhail kemudian sembari membenarkan duduknya.
Baru sadar jika menjadi pusat perhatian, kini dia berusaha untuk kembali terlihat dingin dan berwibawa. Meski di mata Zia sama sekali sudah tidak ada, akan tetapi demi membuat mata yang lain kagum padanya, Mikhail rela bersandiwara.
-
.
.
.
Menghabiskan waktu yang cukup lama di restoran hingga Zia bahkan makan lagi karena perutnya kembali protes dan terdengar oleh Mikhail. Padahal, sebelumnya dia yakin jika sudah kenyang, entah ucapan apa yang membuat Zia lapar lagi.
"Di sini?"
Mikhail mengerutkan dahi, gangnya sempit sekali dan bisa dipastikan mobil tidak bisa masuk ke dalam. Zia segera turun, turun di sini lebih baik dan dia enggan jika Mikhail sampai tahu dimana dia tinggal sementara.
"Tunggu!! Aku belum mengizinkanmu pergi," ujar Mikhail setengah berteriak, pria itu sedikit berlari dengan langkah panjangnya demi bisa menghalangi langkah Zia.
"Apa lagi? Izinkan saya istirahat siang ini, tolong." Dengan suara lemahnya Zia meminta, Mikhail yang memaksa untuk mengantarnya saja sudah beban. Kemudian pria itu justru menghalangi langkahnya.
"Aku hanya ingin tau dimana tempat tinggalmu," ujar Mikhail mengikuti langkah Zia.
"Tidak perlu, Pak ... jangan membuat saya terlihat buruk, pulanglah karena saya juga butuh privasi," tutur Zia halus, dan larangan itu justru membuat hati Mikhail tersentil. Sakit, dan kembali merasa dirinya bukan pria yang diimpikan siapapun.
"Kamu mau aku marah, Zia?"
Tbc
Oh iya, author rekomendasiin novel yang cocok buat dibaca gelap-gelapan, sesuai sama judulnya✨