Dalam waktu dekat, umat manusia telah mengembangkan teknologi canggih yang memungkinkan mereka melakukan perjalanan antar bintang. Misi perurkan dengan harapan menemukan planet yang layak huni. Namun, saat kru tiba setelah bertahun-tahun dalam cryosleep, mereka menemukan sinyal misterius dari peradaban asing, mengubah misi eksplorasi ini menjadi perjuangan bertahan hidup dan penemuan besar yang bisa mengubah nasib umat manusia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifky Ramadhan Official, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22
Bab 22: Dimensi Pertama - Dunia Tanpa Cahaya
Perjalanan menuju dimensi kunci pertama dimulai dengan keheningan yang menegangkan. Portal yang mereka lewati membawa Elena dan timnya ke sebuah tempat yang asing. Mereka tiba di tengah dataran luas yang terasa dingin dan sepi, namun sesuatu yang lebih aneh dari itu langsung menyambut mereka—tidak ada cahaya sama sekali. Langit hitam pekat tanpa bintang, dan tidak ada sumber cahaya dari manapun. Mereka benar-benar berada di dalam kegelapan total.
“Dimana kita?” tanya Kara, suaranya bergetar dalam kegelapan yang tebal.
Samuel segera mengaktifkan sistem penerangan di helmnya. Cahaya lampu yang keluar tampak sangat kecil, tidak mampu menembus kegelapan di sekitarnya. “Pemindaianku hampir tidak berfungsi di sini. Ada semacam energi yang menyerap cahaya.”
Elena menyalakan lampu di seragamnya juga, tapi cahaya yang dihasilkan seakan tidak mampu menyebar jauh. “Ini bukan dunia biasa,” katanya pelan, memperhatikan kegelapan yang seperti hidup di sekeliling mereka.
Mark melangkah hati-hati, matanya berusaha menembus kegelapan, meski tahu itu sia-sia. “Aku benci ini. Rasanya seperti ada sesuatu yang mengintai kita di sini.”
Kara, yang biasanya tangguh, juga terlihat waspada. “Dunia tanpa cahaya… ini pasti salah satu dimensi yang sangat tidak stabil. Energinya terasa sangat aneh.”
Samuel menyibukkan diri dengan pemindainya, mencoba menemukan arah. “Ada tanda-tanda kehidupan di sini, tapi mereka sangat lemah. Sepertinya kita harus menuju pusat energi di tengah dimensi ini.”
“Ayo bergerak,” perintah Elena. “Kita tidak bisa tinggal di sini terlalu lama. Ada sesuatu di tempat ini yang membuatku tidak nyaman.”
Mereka mulai bergerak perlahan, mengikuti petunjuk dari pemindai Samuel. Setiap langkah terasa berat, bukan hanya karena medan yang tidak terlihat, tetapi juga karena suasana yang menekan. Kegelapan di sekitar mereka seperti berbisik, seolah-olah ada makhluk-makhluk yang mengintai dari jauh, menunggu momen yang tepat untuk menyerang.
Setelah beberapa saat berjalan, mereka mulai mendengar suara-suara aneh. Seperti desis yang jauh namun mendekat, bergerak cepat melalui kegelapan.
“Apa itu?” Mark berbisik, menyandarkan tubuhnya ke arah yang lain.
Sebelum ada yang bisa menjawab, tiba-tiba sesuatu melompat keluar dari kegelapan. Makhluk itu tampak seperti bayangan, tanpa bentuk yang jelas, namun bergerak dengan kecepatan yang mengejutkan. Samuel bereaksi cepat, menembakkan peluru energi, tetapi serangannya hanya menembus bayangan itu tanpa efek.
“Mereka terbuat dari kegelapan!” teriak Samuel. “Serangan biasa tidak akan berguna!”
Elena segera memikirkan strategi lain. “Coba aktifkan medan energi cahaya! Kita butuh lebih dari sekadar lampu biasa untuk melawan mereka.”
Samuel dengan cepat menekan beberapa tombol di peralatannya, dan medan energi mulai menyala di sekitar mereka. Cahaya itu lebih terang daripada yang sebelumnya, namun makhluk-makhluk bayangan itu tetap mendekat, meski lebih lambat.
“Sial! Mereka masih mendekat!” Kara bersiap dengan senjatanya, meskipun tahu itu tidak akan cukup.
“Kita harus mempercepat langkah,” perintah Elena. “Cari tempat berlindung atau apa saja yang bisa kita gunakan untuk melawan mereka.”
Mereka berlari melalui kegelapan, berusaha menghindari serangan makhluk-makhluk bayangan itu. Setiap kali bayangan menyerang, medan energi berhasil menahan mereka, tetapi mereka tahu itu tidak akan bertahan lama. Setelah beberapa menit berlari, mereka akhirnya menemukan bangunan tua yang tersembunyi di antara reruntuhan.
“Masuk!” teriak Mark sambil mendorong pintu yang sudah hampir roboh.
Begitu mereka masuk, kegelapan di luar tampak enggan untuk mengikuti. Makhluk-makhluk bayangan itu berhenti di ambang pintu, seolah takut mendekati bangunan tersebut.
“Apa yang membuat mereka tidak bisa masuk?” tanya Kara dengan napas terengah-engah.
Samuel memeriksa dinding bangunan tersebut. “Bangunan ini tampaknya dilindungi oleh semacam sihir atau teknologi kuno yang mampu menolak kegelapan. Kita aman di sini, untuk sementara.”
Elena melihat sekeliling. Bangunan itu terlihat seperti sisa-sisa peradaban kuno, dengan dinding-dinding yang dipenuhi ukiran misterius dan perangkat yang sudah lama mati. “Kita harus mencari tahu lebih banyak tentang tempat ini. Mungkin ada sesuatu di sini yang bisa membantu kita melawan kegelapan di luar.”
Mereka menyebar, memeriksa setiap sudut bangunan tersebut. Kara menemukan panel kontrol tua yang tampaknya masih memiliki daya minimal. “Aku bisa mencoba mengaktifkan ini, tapi sistemnya sangat kuno.”
Samuel membantu Kara untuk mengaktifkan panel itu. Setelah beberapa saat bekerja, layar di panel itu menyala, menampilkan teks dalam bahasa asing yang aneh.
“Apa ini?” Samuel berusaha menerjemahkan dengan cepat. “Sepertinya ini semacam log atau catatan dari penghuni terakhir tempat ini.”
Elena mendekat untuk melihat lebih jelas. “Baca, apa yang mereka tulis?”
Setelah beberapa saat, Samuel mulai membaca catatan tersebut. “Mereka menyebut diri mereka sebagai Pelindung Cahaya. Mereka adalah peradaban yang bertarung melawan entitas kegelapan yang sama dengan yang kita hadapi sekarang. Tapi mereka kalah. Kegelapan perlahan menelan dunia mereka, dan pada akhirnya, hanya bangunan ini yang tersisa sebagai tempat suci terakhir mereka.”
“Mereka tahu cara melawan kegelapan?” tanya Kara penuh harap.
Samuel mengangguk. “Ya. Menurut catatan ini, mereka berhasil mengembangkan senjata yang mampu menghancurkan entitas kegelapan, tetapi mereka tidak sempat menggunakannya sebelum semuanya hancur.”
Elena merasa harapan tumbuh di dalam dirinya. “Kita harus menemukan senjata itu. Jika masih ada di sini, itu mungkin satu-satunya cara kita bisa keluar dari dimensi ini.”
Mereka mulai mencari lebih dalam di dalam bangunan itu, berharap menemukan senjata yang dimaksud dalam catatan. Setelah beberapa waktu mencari, mereka tiba di sebuah ruangan besar dengan sebuah altar di tengahnya. Di atas altar itu terdapat sebuah kristal besar yang bersinar samar.
“Ini pasti senjata yang dimaksud,” kata Samuel dengan nada terkejut. “Kristal ini mengandung energi cahaya yang sangat kuat.”
Elena mendekat dan mengamati kristal itu. “Jika kita bisa menggunakan ini, kita mungkin bisa menghancurkan kegelapan di luar dan menstabilkan dimensi ini.”
Namun, saat mereka bersiap untuk membawa kristal itu, ruangan mulai bergetar. Kegelapan di luar bangunan tampaknya menyadari apa yang sedang mereka lakukan dan mulai menyerang bangunan itu dengan kekuatan penuh.
“Kita tidak punya banyak waktu!” teriak Mark. “Ambil kristalnya dan keluar dari sini!”
Samuel mengangkat kristal itu, dan begitu kristal tersebut terlepas dari altar, cahaya terang tiba-tiba menyebar ke seluruh bangunan. Kegelapan di luar mulai memudar, tetapi getaran semakin kuat.
“Kita harus keluar sekarang!” Elena memimpin timnya keluar dari bangunan, membawa kristal itu dengan hati-hati.
Begitu mereka keluar, makhluk-makhluk bayangan yang menunggu di luar mulai mundur, tak berani mendekat ke cahaya yang dipancarkan oleh kristal tersebut.
“Ini bekerja!” seru Kara. “Kegelapan tidak bisa mendekat.”
Namun, perjalanan mereka belum selesai. Mereka harus menemukan pusat inti energi di dimensi ini untuk menggunakan kristal dan menstabilkan dunia. Dengan kegelapan yang perlahan memudar di sekitar mereka, tim itu bergerak menuju tujuan berikutnya, penuh harapan baru dan tekad yang lebih kuat.