Kamu pernah bilang, kenapa aku ngga mau sama kamu. Kamu aja yang ngga tau, aku mau banget sama kamu. Tapi kamu terlalu tinggi untuk aku raih.
Alexander Monoarfa jatuh cinta pada Rihana Fazira dan sempat kehilangan jejak gadis itu.
Rihana dibesarkan di panti asuhan oleh Bu Saras setelah mamanya meninggal. Karena itu dia takut menerima cinta dan perhatian Alexander yang anak konglomerat
Rihana sebenarnya adalah cucu dari keluarga Airlangga yang juga konglomerat.
Sesuatu yang buruk dulu terjadi pada orang tuanya yang ngga sengaja tidur bersama.
Terimakasih, ya sudah mampir♡♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Efek Tindakan Alexander
"Nanti aku jemput pas makan siang," kata Alexander ngga mau dibantah ketika Rihana akan keluar dari dalam mobilnya.
Rihana hanya mengangguk sambil membuka pintu mobil. Dia ngga ingin berdebat lagi dengan Alexander. Dia berjalan sambil menunduk, ngga ingin menarik perhatian karyawan lainnya.
Tapi begitu sampai di lantai ruangannya dan pintu lift terbuka, Daiva sudah berdiri di depannya.
"Kita bicara sebentar," ajaknya sambil menarik tangan Rihana menuju ke ruangannya.
Rihana hanya diam saja mengikuti senior yang selalu baik dengannya.
Begitu sampai di ruangan Daiva, Rihana baru sadar kalo seniornya merupakan menejer keuangan perusahaan.
Daiva mengajaknya duduk di sofa. Sikap hangatnya membuat Rihana canggung karena baru tau siapa Daiva yang selalu dipanggil kak sebenarnya.
"Ada apa bu?" tanya Rihana meralat panggilannya yang biasa.
Daiva malah terkekeh mendengarnya.
"Panggil seperti biasa aja. Kak Daiva," ucapnya.masih terkekeh.
Rihana tambah sungkan walau cukup terharu mendengarnya.
"Ehem," batuk Daiva saat tawanya mulai reda.
"Boleh aku tau, sejak kapan kamu mengenal Alexander?" taya Daiva to the point sambil menatap lekat ke dalam mata Rihana.
Ada riak kaget sekilas di sana. Rihana baru ingat, mungkin Kak Daiva melihatnya karena waktu itu Kak Daiva juga ada pada saat meeting. Saat Alexander menunjukkan keberadaannya.
"Maaf, mungkin ini terkesan ikut campur. Tapi nama Alexander cukup tabu," kekehnya ringan.
Rihana tersenyum. Mengerti makna yang tersirat dalam ucapan Daiva.
"Saya sama Alexander teman SMA, kak Kami berpisah karena Alex kuliah di luar negeri. Baru baru ini kami bertemu."
Rihana agak sungkan untuk mengatakan kelanjutan hubungannya dengan Alexander.
"Sekarang kalian udah jadian?" tebak Daiva yakin.
Riihana terdiam.
"Begitulah," jawabnya akhirnya tanpa berani menatap Daiva.
Daiva tersenyum bjak.
"Oke, kalo begitu kamu ngga perlu takut takut jika bersama Alexander," senyumnya lagi
Rihana yang tadi sedang mengalihkan tatapannya ke arah lain seolah terkejut mendengar kalimat ringan dari Daiva. Kini sorot matanya mengarah ke Daiva yang sedang menatapnya hangat. Dia mengira Kak Daiva akan memberikannya peringatan.
"Kenapa? Ngga ada yang salah, kan," senyum Daiva lagi.
Rihana tersenyum hambar.
Tentu ngga ada yang salah jika hati Alex memang utuh untuknya, batinnya menyahut
"Ya, sudah. Sekarang kamu bisa kembali ke kubikel kamu. Maaf ya, mengganggu waktu kamu," ucap Daiva lagi.
"Oiya, kak. Aku pamit, ya," balas Rihana sambil berdiri. Da bersyukur karena Kak Daiva ngga menyalahkannya atas hubungannya dengan Alexander.
Saat dia menyusuri lorong ruangan Daiva, mendadak jantungnya berdetak cepat.
Di depannya dengan anggun Aurora berjalan semakin mendekat.
Rihana merasa dirinya seperti diintimidasi lewat tatap angkuh Aurora padanya.
Rihana berusaha tetap tenang dan saat akan melewati putri pemilik perusahaan tempatnya bekerja, Rihana mengangguk sopan tanpa menghentikan langkahnya.
"Jaga sikapmu. Papaku bisa memecatmu kapan saja."
Langkah Rihana terhenti. Dia menoleh pada Aurora yang baru saja berkata seperti mengancamnya padanya. Tapi gadis itu terus saja berlalu pergi
Rihana menarik nafas panjang. Sesak. Dia ngga pantas menerima perlakuan ini. Dia juga memiliki darah papanya.
Kemudian Rihana melangkahkan kakinya kembali dengan perasaan ngga tenang. Mungkin dia harus mulai melihat lihat lagi lowongan pekerjaan baru.
Rihana bahkan ngga terpikir untuk menerima tawaran Alexander.
Jika dia dipecat, maka itu bukan salahnya. Dia ngga akan kena pinalti.
"Rihana, nanti kita harus bicara," sambut Puspa ketika melihat kehadirannya yang baru memasuki ruangannya.
"Ya."
Rihana paham apa yang akan ditanyakan teman kerja yang ternyata adalah sepupunya. Dunia bemar benar sempit. Tapi ngga akan dia katakan kalo mereka ada ikatan darah. Akan disimpannya saja di dalam hatinya.
Waktunya juga sekarang sangat mepet. Begitu Rihana duduk di kubikelnya, menejernya pun memasuki ruangan.
Rihana menghembuskan nafas lega. Dia ngga telat.
Tatap matanya kini terarah pada piguranya yang terletak di atas meja.
Ma, beri aku kekuatan, batinnya sambil menghela nafas berkali kali. Mencoba menghilangkan perasaan sesak.
*
*
*
Dewan Iskandardinata menatap video rekaman cctv yang diserahkan kepala sekuritinya, Gusti.
Setelah meminta Gusti keluar, dia pun memutar rekaman itu.
Terlihat jelas kebersamaan Alexander dengan salah satu pegawai barunya yang selalu mengganggu pikirannya akhir akhir ini.
Ada sesuatu dalam diri pegawai itu yang membuatnya merasa dekat. Bahkan merasa bersalah. Dia ngga ngerti apa yang sebenarnya sudah dia lakukan pada gadis itu. Bertemu juga baru kali ini. Tapi tatap pertama pegawai itu sangat mengganggunya. Terlihat sangat marah. Seakan dia sudah melakukan kesalahan sangat besar Padahal apa salahnya dia pun ngga tau. Gadis itu pun baru saja bekerja di perusahaannya.
Bahkan seharusnya sekarang dialah yang marah. Gadis itu merusak kebahagiaan putri tunggalnya. Putri kesayangannya setelah putri pertamanya dan ibunya menghilang ngga tau dimana keberadaannya.
Hanya pada Auroralah dia bisa mencurahkan hati dan kasih sayangnya. Juga rasa bersalahnya. Dia ngga mau kehilangan lagi. Dewan juga ngga mau Aurora ngga bahagia. Putrinya harus bahagia. Apa pun akan dilakukannya.
Tangannya pun bergerak mengambil ponselnya
"Ya, Pak." Terdengar sahutan ketika telpon itu tersambung.
"Kamu akan dibantu bagian Perancangan Teknik. Namanya Rihana Fazira. Dia akan ikut tim kalian untuk survey lapangan," titahnya tegas.
"Baik, Pak."
*
*
*
"Baik, Pak." Zerina menutup telponnya. Perasaannya mengatakan ada sesuatu sampai Pak Zuher meminta langsung Rihana padanya untuk dipindahkan ke bagian survey lapangan.
Teringat ketika mereka terkejut karena Alexander yang menghampiri Rihana setelah meeting.
Bos sudah tau? batinnya tergetar.
Seingatnya Daiva sudah mengamankan para staf yang melihat itu agar ngga ember kemana mana.
Sebenarnya jika Daiva ngga melakukannya, dia yang akan melakukannya. Bahkan Aya dan Hamka juga sudah tutup mulut.
Rihana ngga salah. Alexander yang memulai. Bahkan gadis itu terlihat menghindar.
Ngga tega juga harus memindahkan Rihana ke bagian lapangan. Karena Rihana bukan tipikal perempuan yang tahan banting. Lagi pula gadis itu lebih mengusai bidangnya sekarang. Zerina akui otaknya sangat pintar membaca dan mengolah gambar.Tapi gimana lagi. Ngga ada yang adil buat bawahan. Zerina ngga mungkin membantah perintah atasannya.
Dia pun bangkit dari duduknya dan berjalan keluar ruangannya.
Pintunya yang terbuka membuat para pegawai yang diampunya menoleh padanya. Dan mereka menjadi heran melihat langkah menejer mereka berhenti di depan kubikel Rihana.
"Rihana. Aku akan antar kamu ke bagian survey lapangan. Kamu dipindahkan ke sana."
**DEG
DEG
DEG**
Banyak jantung yabg berdegup keras karena kaget atas perintah Zerina. Puspa dan Winta bahkan sampai berdiri berdiri di depan kubikel mereka.
Sedangkan Aya dam Hamka yang duduknya berdekatan, hanya bisa saling pandang. Keduanya yang sudah melihat kejadian yang mengejutkan itu seakan memiliki prasangka yang sama.
"Baik, Bu," kata Rihana patuh. Dia malah mengira akan dipecat. Tapi ternyata hanya dipindahkan. Rihana masih bersyukur karenanya.
Di mejanya juga ngga banyak barang. Hanya laptop milik perusahaan yang ngga perlu dia bawa. Satu satunya barang berharga miliknya hanyalah foto mamanya dan dirinya.
Selanjutnya dia mengikuti Zerina di bawah tatapan ngga percaya para staf lainnya. Padahal Rihana satu satunya pegawai baru yang beruntung bisa ikut meeting dengan klien dari perusahaan perusahaan besar. Dan tentu saja membuat mereka iri.
Tapi mengapa dipindah?
Itulah pertanyaaan yang ada dalam benak mereka. Minus Aya dan Hamka yang sudah punya dugaan kuat. Sayangnya keduanya ngga bisa mengatakan pada yang lainnya, karena peringatan Bu Daiva dan juga Bu Zerina.