Niat hati memberikan pertolongan, Sean Andreatama justru terjebak dalam fitnah yang membuatnya terpaksa menikahi seorang wanita yang sama sekali tidak dia sentuh.
Zalina Dhiyaulhaq, seorang putri pemilik pesantren di kota Bandung terpaksa menelan pahit kala takdir justru mempertemukannya dengan Sean, pria yang membuat Zalina dianggap hina.
Mampukah mereka menjalaninya? Mantan pendosa dengan masa lalu berlumur darah dan minim Agama harus menjadi imam untuk seorang wanita lemah lembut yang menganggap dunia sebagai fatamorgana.
"Jangan berharap lebih ... aku bahkan tidak hapal niat wudhu, bagaimana bisa menjadi imam untukmu." - Sean Andreatama
ig : desh_puspita27
---
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23 - Kita Pacaran
Semakin dibenci, Sean akan semakin menjadi. Tidak peduli seberapa besar kebencian Abrizam padanya, Sean semakin berani memperlihatkan kemesraan di depan mata Abrizam.
Sejak dahulu Sean selalu menghormati siapapun itu tanpa memandang status dan usianya, tapi tidak untuk Abrizam. Terlebih lagi keduanya sebaya, bahkan lebih tua Sean dua hari dari Abrizam, jelas dia merasa santai saja untuk melawan kakak iparnya.
"Sayang peluk Mas, nanti jatuh."
Sengaja dia berhenti sejenak di halaman depan rumah Abrizam dan meminta Zalina memeluknya. Padahal, jika memang meminta Zalina berpegangan seharusnya dari depan rumah mertuanya, bukan ketika sudah berjalan beberapa meter.
Zalina yang polos dan sama sekali tidak mengetaui tujuan suaminya menurut begitu saja. Dia tidak menyadari jika saat ini Abrizam menatap keduanya dengan tatapan amarah ditemani biskuit dan kopi yang mendadak berubah pahit itu.
"Gini, Mas?"
"Iya, dagunya di bahu Mas biar seperti anak muda zaman sekarang."
Sean menepuk bahunya beberapa kali dan jelas saat ini kakak iparnya meradang. Memang benar, cemburu dan kekesalan tidak hanya dirasakan oleh pasangan saja. Ada kalanya saudara juga tidak suka melihat saudaranya yang lain bahagia dengan pasangan, Abrizam contoh nyatanya.
"Ih, masa begitu? Kan malu."
Untuk yang kali ini Zalina sedikit ragu. Dia tidak langsung menuruti keinginan Sean dan meminta sang suami untuk segera berlalu. Niat hati ke pasar agar tidak terlalu kentara selesai berperang tadi malam, Sean justru menjadi di pagi hari.
"Malu kenapa? Pakai baju juga, lagi pula sama suami sendiri, Na."
Bukan masalah itu!! Sejak Zalina pindah ke lingkungan ini, belum pernah dia menemukan pasangan yang melakukan hal semacam itu. Pelukan begini saja Zalina sudah merasa sedikit berlebihan, apalagi yang lain.
"Cepat, Zalina, kita tidak akan pergi sebelum dagumu ada di bahuku," titah Sean tak terbantahkan hingga membuat Zalina terpaksa mengikuti apa maunya.
"Sudah, ayo cepat ... malu sama ab_ tuhkan ada mas Agam!! Mas sih," gerutu Zalina begitu melihat Agam serta istrinya baru saja kembali entah dari mana, kemungkinan pasar juga.
Agam dan Latifah hanya menggeleng melihat pasangan pengantin baru ini. Jika di lihat dari penampilannya, keduanya akan pergi ke pasar. Zalina yang berpikir hanya akan dilewati justru salah besar, Agam berhenti tepat di hadapan mereka.
"Mau kemana, Na?"
"Pasar, Mas," jawab Zalina gugup dan berusaha sedikit lebih tenang meski tertangkap basah mengikuti keinginan konyol Sean.
"Ke pasar? Jam segini? Aduh, Mas ternyata benar kalau pengantin baru persiapannya agak lama ya ... pasti tidur lagi ya, Na? Sana berangkat, nanti tutup loh pasarnya."
"Iya ... lihatlah, adik kita memang manis juga ternyata, kamu tidak pernah lagi memelukku seperti itu kalau kita pergi," sahut Agam yang nyatanya sama sekali tidak melindungi Zalina.
"Kita bukan lagi pengantin baru, Mas. Mereka berbeda, kalau kata umi baru mateng jadi masih panas."
Tidak jauh berbeda seperti Mahdania, Latifah - kakak iparnya juga kerap membuat Zalina terpojokan. Jujur saja dia sedikit malu saat ini, wajahnya kini memerah. Bahkan di hadapan Agam yang begitu pendiam, dia masih saja diejek.
Berlebihan sekali, Zalina mungkin akan cemberut sepanjang hari. Setelah mengejeknya sepuas hati, pasangan itu kini berlalu dan meninggalkan keduanya yang mungkin akan perang dingin setelah ini.
Meski Zalina cemberut, tetap saja pegangan di perut sama sekali tidak boleh dilepaskan. Pertama kali ke pasar bersama sang suami yang kini mengemudikan motornya begitu pelan, sengaja Sean lakukan karena ini adalah momen langka yang harus dia kenang.
"Mas, pasarnya sudah lewat ... kenapa masih terus?"
Sean tidak menjawab, dia terus saja berkendara mengikuti nalurinya. Menjelajahi kota ini dengan sepeda motor adalah sesuatu yang sangat Sean sukai. Terlebih lagi dengan seorang bidadari yang kini melingkarkan tangannya di perut Sean.
Sama sekali dia tidak merasa bersalah. Meski motor itu hampir saja hilang di malam dia tertimpa musibah, hari ini Sean merasakan kepuasan tersendiri dari motor hasil minjam itu. Tidak sia-sia dia merayu Ameera jika kenangan yang dia dapat akan semanis ini.
"Mas Sean!!"
"Nanti saja, kita belanja di supermarket, Na ... aku tidak terbiasa di pasar. Banyak preman, mereka menyeramkan."
"Terus kita mau kemana, Mas?" tanya Zalina bingung kemana tujuan Sean sebenarnya, jika dia ingat-ingat mereka sudah berjalan cukup jauh.
"Pacaran."
"Hah? Magetan?" tanya Zalina sekali lagi, telinganya agak sedikit tuli lantaran Sean bicara singkat sekali.
"Pacaran!! Belum pernah, 'kan?"
"Ouh pacaran."
Zalina memerah seketika, bukankah itu adalah hal yang sejak dahulu dilarang abinya? Jika saat ini Sean mengajaknya pacaran, maka apa yang mereka lakukan? Sungguh, hingga Zalina dewasa dia masih belum memahami secara nyata apa yang sebenarnya dilakukan pasangan dengan status pacaran itu sesungguhnya.
"Mau jadi pacarku untuk hari ini, Na?" tanya Sean kembali mengurangi kecepatan hingga keduanya semakin pelan saja.
"Mau, Mas!! Aku mau!! Aku belum pernah pacaran!!" jawab Zalina semangat dan membuat Sean tertawa sumbang.
Mereka sudah suami istri, bisa-bisanya Sean sebahagia itu kala Zalina menerima tawarannya untuk menjadi kekasih. Sebenarnya sejak lama Sean merencanakan ini, biasanya dia hanya mengantar kiyai Husain dengan motornya, kali ini dia ingin berkelana bersama istrinya.
"Belum pernah pacaran? Ahaha polos sekali pacarku yang satu ini ... kalau aku ajak tidur pasti tidak akan menolak."
.
.
- To Be Continue -
Mereka mau pacaran, Guys ... jan lupa tampol Sean pakai bunga, siram kopi atau lempar gendang juga boleh.